Jakarta -
"Benar-benar hebat. Satu tindakan banyak mengubah budaya negatif ke arah positif tanpa ada rasa berat di hati untuk mengubah budaya tersebut. Semoga budaya yang bagus akan terkontaminasi di seluruh wilayah Indonesia dan akan terus berjalan dan semoga Indonesia juga memiliki budaya jalan kaki atau bersepeda seperti di negara-negara maju lainnya.".
Itulah komentar dari salah seorang warganet yang menuliskan responsnya di kolom komentar video salah seorang Youtuber asal Jerman, Wild Carlos, saat tengah menjajal MRT Jakarta pertama kalinya. Komentar tersebut senada dengan banyak warganet lainnya yang juga membagikan rasa bangganya akan kehadiran MRT pertama di Indonesia tersebut pada video yang sama.
Masyarakat merasakan kehadiran MRT sebagai moda transportasi yang terbilang baru di Jakarta berhasil mereduksi pertemuan dengan kemacetan, peningkatan disiplin antre, hingga terciptanya budaya tertib membuang sampah pada tempatnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sejak tahun 80-an, kita telah memimpikan sistem transportasi yang hebat di Indonesia. Sekarang, impian kita di masa lalu akhirnya menjadi kenyataan, dan anak cucu kita dapat menikmatinya! Ini seperti mimpi yang menjadi kenyataan. Kita memiliki moda transportasi yang bersih dan terawat dengan baik, seperti yang selalu kita inginkan." ujar salah seorang warganet lainnya.
Beroperasinya MRT di Jakarta memang telah memberikan sedikit-banyak perubahan gaya hidup masyarakat perkotaan saat ini; sesuai harapan banyak orang ketika moda ini pertama kali diresmikan pengoperasiannya pada Maret 2019 lalu. Tapi jauh lebih luas dari itu, keberadaan MRT memberi harapan bahwa Jakarta yang kian padat bisa terus tumbuh berkelanjutan dengan baik dan berkualitas; bahkan hingga ke kota-kota yang ada di sekitarnya.
Jakarta beserta kota-kota penyangganya diharapkan terus tumbuh dan merakit sebuah megalopolis, kawasan urban besar yang saling terhubung dan padu.
Suasana stasiun MRT Jakarta pada jam sibuk. Foto: Andhika Prasetia
Merakit Megalopolis
Sensus penduduk Indonesia 2020 mencatat, jumlah penduduk Jakarta dan sejumlah kota penyangganya atau yang dikenal dengan metropolitan Jakarta mencapai 31,24 juta jiwa. Angka tersebut membawa wilayah metropolitan Jakarta sebagai kawasan terpadat di Indonesia, sekaligus kawasan perkotaan terpadat di dunia setelah Tokyo.
Laporan World Economic Forum (WEF) 2022 menyatakan, seiring meluasnya urbanisasi, kota-kota akan bergabung satu sama lain dan menciptakan sebuah megalopolis. Namun demikian, kota-kota ini tak cuma berkembang berdasarkan jumlah penduduk, namun juga perlu dukungan layanan lainnya agar bisa tumbuh dengan baik dan berkualitas.
"Semakin banyak orang yang tinggal di sana, semakin banyak pula layanan (transportasi umum, infrastruktur energi, pasokan air) yang mereka butuhkan, agar perekonomian mereka bisa semakin tangguh pula." tulis laporan tersebut.
Salah satu contoh megalopolis di dunia adalah dari Boston ke Washington atau yang dikenal dengan Bos-Wash Megalopolis. Wilayah yang membentang di sepanjang pantai timur laut Amerika Serikat (AS) tersebut mempunyai output ekonomi sebesar US$ 3,6 triliun, dan membuat koridor ini menampung beberapa sektor bisnis dengan bayaran tertinggi mulai dari teknologi informasi, keuangan, dan layanan profesional lain.
Seperti Boston, Jakarta sebagai kota metropolitan di Indonesia punya peran sentral untuk membawa kota tetangganya maju bersama. Salah satunya adalah dengan memberikan layanan transportasi umum yang baik untuk di dalam maupun menuju ke kota-kota penyangganya.
Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Tory Damantoro menjelaskan, Jakarta butuh sistem transportasi yang terintegrasi antara jalur utama dan pengumpan untuk menciptakan perjalanan efektif dan efisien. Hal ini mengingat cakupan wilayah Jakarta sangat luas dan memiliki karakter perjalanan komuter dengan jarak tempuh yang panjang.
"Oleh karena itu, untuk commuting yang panjang sudah mendesak untuk memperbanyak moda transportasi yang cepat dan massal seperti kereta, dengan prioritas tinggi. Sistem angkutan umum multimoda yang terintegrasi satu sama lain ini sangat perlu untuk menjawab kebutuhan mobilitas masyarakat sekaligus mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi." katanya kepada detikcom, saat dihubungi Jumat (29/11/2024).
Tory mengungkapkan, perencanaan multimoda yang terintegrasi dan saling melengkapi harus segera diselesaikan sehingga penggunaan transportasi umum bisa semakin efisien. Tak lupa juga pembangunan trotoar sebagai salah satu infrastruktur pendukung perekat angkutan umum.
"Trotoar yang lebar, aman, bersih, dan dapat diakses tidak tersedia secara menyeluruh di semua jaringan jalan. Padahal, akses pejalan kaki yang baik adalah elemen penting untuk menunjang integrasi transportasi umum." jelas Tory.
Suasana di dalam kereta Ratangga. Foto: Andhika Prasetia
Hal senada diungkapkan oleh Wakil Ketua Pemberdayaan dan Penguatan Wilayah MTI, Djoko Setijowarno. Dosen Universitas Katolik Soegijapranata itu menyebut Jakarta sebenarnya telah setara dengan kota lainnya di dunia. Namun perlu terobosan kebijakan tambahan dari pemerintah untuk mendorong lebih banyak warga yang beralih menggunakan transportasi umum.
"Yang jelas harus berani mengeluarkan kebijakan untuk mendorong orang menggunakan angkutan umum. Banyak pekerja yang masih pakai mobil atau sepeda motor. Itu harus dihindari." kata Djoko.
Misalnya saja dengan mengurangi keistimewaan-keistimewaan yang selama ini dimiliki pengguna kendaraan pribadi seperti subsidi BBM dan biaya parkir yang murah. Hal ini dirasa mampu mendorong warga meninggalkan kendaraannya di rumah dan beralih ke kendaraan umum.
"Kota lain di dunia itu nggak ada sepeda motor segede Jakarta, itu bebas sebebas-bebasnya dan diberi keistimewaan. Seperti BBM yang diberi subsidi, artinya orang jadi manja. Kan orang Indonesia yang paling malas jalan kaki sedunia toh. Itu tanpa disadari sepeda motor itu predator angkutan umum." jelas Djoko.
Namun demikian, menurutnya hal ini juga tak dapat dilakukan pemerintah daerah sendirian. Terobosan kebijakan seperti ini perlu dukungan dari pemerintah pusat agar solusi dari dampak yang ditimbulkan bisa memitigasi masalah baru.
"Mengendalikan BBM itu termasuk push policy. Tapi pemerintah pusat harus bantu Jakarta." katanya.
Taji MRT
Membangun peradaban megalopolis lewat sistem transportasi publik yang baik adalah sebuah permulaan yang menjanjikan. Di wilayah metropolitan yang besar, penggunaan kendaraan pribadi takkan pernah bisa menghubungkan orang di seluruh wilayah dengan cepat dan efisien.
Perlu ada sistem kereta regional yang memungkinkan masyarakat bisa dua atau tiga kali lebih cepat sampai sehingga menggunakan kendaraan pribadi bukan lagi pilihan tepat. Itulah yang saat ini tengah diusahakan oleh MRT Jakarta.
Di Jakarta, MRT diharapkan menjadi tulang punggung transportasi umum perkotaan di masa depan. Saat ini pemerintah tengah mengebut pembangunan jalur-jalur baru untuk memperluas jaringan kereta Ratangga.
Pembangunan termutakhir adalah pencanangan proyek MRT Timur-Barat fase 1 tahap 1 dari Medan Satria ke Tomang 24,5 kilometer (km) yang direncanakan selesai pada 2031. Rute ini merupakan bagian dari koridor Timur-Barat yang menyambungkan Cikarang hingga Balaraja.
Fase I tahap II akan dilanjutkan pembangunannya dengan menghubungkan Tomang ke Kembangan dengan panjang 9,2 km. Sementara itu untuk fase II juga akan terbagi menjadi dua tahap pembangunan, yakni dari Cikarang ke Medan Satria sejauh 20 km dan di sisi Banten dari Kembangan ke Balaraja 29,9 km.
Secara paralel, sebelumnya MRT Jakarta juga tengah menyelesaikan pembangunan koridor Selatan-Utara yang menyambungkan Lebak Bulus hingga Ancol Barat. Setelah mengoperasikan 16 km jalur perdananya Lebak Bulus-Bundaran HI pada 2019 lalu, kini MRT Jakarta tengah bergegas menyelesaikan pembangunan rute Bundaran HI-Ancol Barat yang akan selesai bertahap mulai 2027 hingga 2032 mendatang.
"Lebak Bulus ke Ancol itu 2031-2032. 2032 seharusnya sudah sampai. HI ke Kota nanti duluan operasi." kata Direktur Utama PT MRT Jakarta, Tuhiyat, kepada detikcom, beberapa waktu lalu.
Sepanjang 2023 lalu, tercatat 33.496.540 orang menggunakan layanan MRT Jakarta atau rata-rata 91 ribu orang setiap harinya. Sementara per Oktober 2024, tercatat sebanyak 3.865.586 orang menggunakan layanan MRT Jakarta atau rata-rata sekitar 124.696 orang per hari.
Sejumlah faktor seperti integrasi antarmoda dan gedung di sekitar stasiun, transit mitra feeder, hingga program gaya hidup dan event mendorong peningkatan tersebut. Angka ini juga diharapkan bisa tumbuh lebih tinggi lagi seiring dengan moda transportasi umum yang semakin terintegrasi dan beroperasinya jalur-jalur baru di masa depan.
"Ridership bisa 150-200 ribu kalau sudah sampai Kota. 150 ribu per hari harusnya bisa dicapai." jelas Tuhiyat.
Pekerja mengecek mesin bor terowongan (tunnel boring machine) pembangunan jalur MRT Jakarta fase 2A CP 203 di terowongan bawah tanah Stasiun Kota. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S./rwa. Foto: ANTARA FOTO/Bayu Pratama S
Selain menyediakan layanan transportasi yang baik, sebuah kota juga harus memiliki kawasan transit yang terintegrasi dengan kegiatan masyarakat, bangunan, dan ruang publiknya. Kawasan tersebut diharapkan bisa meningkatkan interaksi antarwarga hingga memberikan pengalaman yang menyenangkan ketika menggunakan ruang publik bersama-sama.
Untuk itulah pembangunan sebuah kota juga harus dilengkapi sebuah kawasan berorientasi transit atau dikenal dengan istilah transit oriented development (TOD). Salah satu cikal bakal hadirnya kawasan TOD di Jakarta adalah TOD Dukuh Atas. TOD tersebut menjelma menjadi area yang memiliki akses transit terbanyak di Jakarta.
Pembangunan infrastruktur di dalam radius 700 meter dari stasiun MRT Jakarta juga terbukti telah memberikan kenyamanan bagi masyarakat pengguna transportasi publik. Salah satunya ialah jembatan penyeberangan multiguna Dukuh Atas yang menghubungkan MRT dengan stasiun LRT Jabodebek dan stasiun Commuterline.
Tiap moda transportasi tersebut dapat ditempuh hanya dengan lima menit berjalan kaki melalui akses yang aman dan nyaman. Kehadiran TOD terbukti menambah jumlah penggunaan transportasi umum di perkotaan dan diharapkan bisa menekan angka kemacetan.
Dan yang termutakhir, MRT Jakarta juga tengah mempersiapkan pengembangan kawasan TOD di area Travoy Hub/Toll Corridor Development(TCD) Taman Mini Indonesia Indah). Kolaborasi dengan Jasa Marga ini mempersiapkan koneksi dari pembangunan fase 4 koridor Fatmawati-Kampung Rambutan ke area Taman Mini.
Dengan kepadatan penduduk yang semakin tinggi, menguatnya interkoneksi ekonomi antar-daerah, pembangunan infrastruktur yang modern, hingga berkembangnya fungsi-fungsi lain Jakarta sebagai sebuah kota, membuat terbangunnya sebuah kawasan megalopolis hanyalah soal waktu. MRT Jakarta tentu akan mengambil peran besar sebagai tulang punggung sistem transportasi publik di masa depan.
(eds/eds)