PU Minta Truk Obesitas Dilarang Lewat Tol, Operator Siap?

1 week ago 15

Jakarta -

Kementerian Pekerjaan Umum (PU) meminta Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) atau operator tol bersikap lebih tegas dalam menyikapi aktivitas truk obesitas Over Dimension Over Load/ODOL) di tol. Sebab, truk ODOL ini kerap menjadi salah satu penyebab masalah kerusakan serta kecelakaan.

Merespons hal tersebut, Ketua Umum Asosiasi Jalan Tol Indonesia (ATI) Subakti Syukur menjelaskan, ada beberapa regulasi yang telah diterbitkan menyangkut pengawasan muatan dan penindakan terhadap kendaraan angkutan barang atas pelanggaran muatan dan dimensi, salah satunya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2024 tentang Jalan Tol.

Dalam pasal 109, tertulis BUJT berhak untuk menolak masuknya dan/atau mengeluarkan pengguna jalan tol yang tidak memenuhi batasan sumbu terberat di gerbang tol terdekat dengan tata cara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Untuk merealisasikannya, menurutnya perlu keterlibatan aparat berwenang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Maka dari itu, pengendalian kendaraan angkutan barang lebih ukuran lebih muatan memerlukan keterlibatan aparat yang berwenang dalam menindak pelanggaran," kata Subakti saat dihubungi detikcom, Sabtu (8/2/2025).

Subakti mengatakan, saat ini BUJT dalam naungan ATI terus berkolaborasi dengan pihak terkait untuk mendorong penindakan kendaraan ODOL, termasuk menyiapkan alat timbang muatan statis dan alat timbang dinamis atau Weight in Motion (WIM) yang terintegrasi dengan sistem ETLE Kepolisian. Pria yang juga menjabat sebagai Direktur Utama PT Jasa Marga (Persero) Tbk ini juga bilang, Jasa Marga telah menyiapkan sarana dan prasarana untuk pengendalian kendaraan angkutan barang ODOL di tol, baik secara digital dengan penempatan 7 WIM di 7 lokasi.

Diprotes Pengemudi Truk

Di samping itu, operasi penindakan truk ODOL juga pernah dilakukan, namun menuai respons penolakan dari para pengemudi truk. Menurutnya, hal ini menjadi salah satu kendala dalam pelaksanaan operasi pengamanan kendaraan ODOL di jalan tol sehingga membutuhkan dukungan aparat berwenang.

"Kami melakukan operasi penindakan kendaraan angkutan logistik/barang yang ODOL, bekerja sama dengan Kepolisian dan Kementerian Perhubungan. Namun, hal ini terkendala dengan aksi penolakan asosiasi dan pengemudi truk," ujar Subakti.

Salah satu contoh kasusnya terjadi pada 2022, saat muncul Target Zero ODOL 2023. Subakti mengatakan, pada kala itu, terjadi aksi penolakan oleh asosiasi dan pengemudi truk di Kota Semarang, Bandung, Malang, Yogyakarta, serta Surabaya.

Kemudian pada 26 Agustus 2024 lalu, juga terjadi aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh Gerakan Sopir Jawa Timur (GJST) di Kantor Gubernur Jawa Timur (Jatim). Mereka menolak adanya operasi ODOL yang dilakukan di jalan tol dan adanya standarisasi tarif angkutan logistik.

Dari kejadian tersebut, dibuat kesepakatan bersama dalam mendukung aspirasi sopir truk, antara lain standardisasi tarif angkutan logistik, subsidi pemotongan kendaraan ODOL, jaminan mendapat order kepada pemilik kendaraan yang tidak melanggar ODOL, pemberantasan mafia ODOL, serta sanksi pelanggaran ODOL diberikan kepada pemilik barang.

Sebagai informasi, sebelumnya Wakil Menteri Pekerjaan Umum (PU) Diana Kusumastuti mengatakan, truk ODOL menjadi salah satu penyebab terbentuknya lubang-lubang di jalan, termasuk tol. Ia mendorong agar Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) atau operator jalan bisa bersikap lebih tegas.

"ODOL seharusnya BUJT itu kan juga punya (kewenangan) untuk menolak, ODOL nggak boleh lewat situ. Seharusnya kan nggak boleh, itu kewenangan dari BPJT," kata Diana, ditemui awak media di Kantor Kementerian PU, Jakarta Selatan, Jumat (7/2/2025).

Menyangkut persoalan ini, Diana akan memanggil para BUJT untuk membahas masalah SPM sekaligus mendiskusikan terkait ODOL ini. Hal ini juga mengingat, sebentar lagi akan memasuki Bulan Ramadhan, lalu disusul periode Libur Lebaran.

(shc/ara)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial