New Delhi -
Setelah empat hari permusuhan intens dan kekhawatiran akan terjadinya perang besar-besaran antara kedua negara, Amerika Serikat memainkan peran aktif yang menentukan dalam memediasi gencatan senjata antara India dan Pakistan terkait wilayah sengketa Kashmir.
Namun, para pakar kebijakan luar negeri dan diplomat dari kedua negara percaya bahwa meskipun de-eskalasi ini mungkin menandai akhir dari konfrontasi militer terburuk mereka dalam 25 tahun terakhir, gencatan senjata yang dimediasi oleh pihak asing ini tidak akan dengan mudah mengarah pada perdamaian yang langgeng.
Mediasi AS memberikan jalan keluar yang berguna bagi kedua negara, menurut para analis diplomatik dari kedua belah pihak. "'AS telah memainkan peran yang membantu dalam mendorong Pakistan menyetujui gencatan senjata," kata Meera Shankar, mantan duta besar India untuk AS, kepada DW.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"AS memanfaatkan syarat-syarat dari IMF dan banyak lagi untuk mempercepat berakhirnya permusuhan," kata Ajay Bisaria, mantan komisaris tinggi India untuk Pakistan. "India telah menetapkan norma doktrinal baru berupa nol toleransi terhadap terorisme, yang telah diterima oleh AS."
Kedua pihak 'telah menyampaikan pesan mereka'
Para analis dari pihak Pakistan sepakat. "Pakistan dan India sama-sama membutuhkan gencatan senjata, tetapi tak satu pun dari mereka ingin menjadi pihak pertama yang memintanya karena harga diri nasional dan ego para pemimpin. AS membantu memberikan 'alasan' untuk keputusan itu," kata Husain Haqqani, mantan duta besar Pakistan yang kini menjadi peneliti senior di Hudson Institute, Washington DC, kepada DW.
Menurut Haqqani, India ingin Pakistan tahu bahwa insiden teroris tidak akan diabaikan. Pakistan ingin menyampaikan kepada India bahwa mereka tidak akan menyerah begitu saja. "Kedua pihak telah menyampaikan pesan mereka," ujarnya.
Haqqani juga percaya bahwa kedua negara menggunakan eskalasi militer ini untuk menguji keteguhan satu sama lain dan mencari kekuatan serta kelemahan pertahanan masing-masing. "Keduanya menyadari bahwa mereka tidak bisa menang dalam perang tanpa menimbulkan dan mengalami kehancuran besar," kata Haqqani.
Maleeha Lodhi, pakar hubungan internasional dan mantan duta besar Pakistan untuk AS dan PBB, juga menilai bahwa peran pemerintahan Trump sangat penting. "Dalam semua krisis masa lalu antara kedua musuh ini sejak 1999, AS telah menjadi mediator untuk mengakhirinya," katanya.
Lodhi menilai bahwa meredakan ketegangan akan memakan waktu lebih lama. "Gencatan senjata akan tetap berlaku karena kedua negara telah menyetujuinya dan tidak ada keuntungan dalam melanggarnya. Namun, meredakan ketegangan akan jauh lebih lama," tambahnya.
Madiha Afzal, peneliti di Brookings Institute, menyebut gencatan senjata ini sebagai langkah yang disambut baik.
"Trump, seperti dalam masa kepresidenan pertamanya, terdengar cukup netral ketika berbicara tentang kedua negara, yang cukup signifikan mengingat hubungannya dengan Modi dan hubungan kuat AS-India," kata Afzal. "Nada itu adalah sesuatu yang dihargai oleh Pakistan."
Afzal juga menyoroti bahwa ini dapat membuka pintu bagi hubungan yang lebih baik antara Washington dan Islamabad.
Para mediator: AS, Arab Saudi, dan Iran
Meski keterlibatan AS penting, Arab Saudi dan Iran juga muncul sebagai mediator kunci karena hubungan ekonomi dan diplomatik yang kuat dengan India dan Pakistan.
Menurut sumber diplomatik yang memiliki posisi tinggi, Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel Aljubeir dan Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi memanfaatkan hubungan historis negara mereka dengan kedua negara untuk menengahi.
Beberapa pihak di India berpendapat bahwa peristiwa terbaru menunjukkan besarnya kekuasaan militer Pakistan dalam sistem pemerintahan negara itu.
Deepa Gopalan Wadhwa, mantan diplomat, mengatakan kepada DW: "Peristiwa ini menunjukkan militer Pakistan sebagai aktor 'liar' dan mencerminkan ketidaksinkronan internal dengan pemerintahan sipil. Masih tampak ada perbedaan antara kepemimpinan sipil dan militer di sana dalam hal menghentikan permusuhan. Mereka harus menyelesaikan hal ini."
Wadhwa juga mengatakan bahwa interaksi baru-baru ini antara Direktur Jenderal Operasi Militer (DGMO) India dan Pakistan penting untuk mengelola ketegangan.
"Eskalasi yang terjadi meskipun ada gencatan senjata yang dimediasi oleh DGMO menunjukkan rapuhnya kesepakatan semacam itu dalam konteks ketidakpercayaan mendalam dan dinamika kompleks hubungan sipil-militer, khususnya di Pakistan," tambahnya.
Para DGMO dijadwalkan akan berbicara lagi pada 12 Mei.
Apakah perdamaian dapat bertahan?
Strategis pertahanan India, Brigadir S K Chatterji, memperingatkan bahwa kesepakatan ini bukan jaminan stabilitas di masa depan. "Terlepas dari keterlibatan AS, mediasi pihak ketiga yang diterima sebagai norma oleh India kemungkinan tidak akan terulang di masa depan," katanya kepada DW.
Para analis percaya, meskipun ada tuduhan pelanggaran dari kedua pihak, gencatan senjata kemungkinan akan bertahan dalam jangka pendek, terutama karena tekanan internasional dan kesadaran kedua negara akan besarnya biaya dari eskalasi.
"Saya berharap gencatan senjata ini stabil dan tetap berlangsung," kata Meera Shankar. "Tidak ada keuntungan bagi kedua negara atau bagi perdamaian dan stabilitas kawasan jika terjadi konflik militer yang lebih besar. Hubungan dengan Pakistan kemungkinan akan tetap menantang."
Mantan komisaris tinggi India untuk Pakistan, Bisaria, memperingatkan bahwa berbagai isu seperti terorisme dan keamanan air masih menjadi tantangan jangka panjang. "Penangguhan Perjanjian Air Indus oleh India dan pelarangan perdagangan, ditambah dengan kendala ekonomi Pakistan, akan terus membuat hubungan tetap tegang."
Namun, ia menambahkan, "stabilisasi dalam jangka menengah masih mungkin terjadi."
Untuk saat ini, kedua militer tetap dalam siaga tinggi, tetapi risiko konflik lanjutan—misalnya akibat salah tafsir terhadap aktivitas drone atau tembakan artileri—tetap tinggi, terutama di wilayah-wilayah sengketa sepanjang Garis Kendali (LoC).
"Gencatan senjata ini tidak akan bertahan selamanya. Pakistan juga akan melawan penangguhan Perjanjian Air Indus oleh India dengan sekuat tenaga," kata Chatterji.
"Namun, infrastruktur yang dibutuhkan untuk mengalihkan aliran air secara signifikan ke India akan membutuhkan waktu. Jika India dapat mengkalibrasi aliran tersebut sebagai hadiah bagi Pakistan seiring dengan eliminasi bertahap terhadap jaringan jihadis, itu akan menjadi ideal."
Elizabeth Threlkeld, direktur departemen Asia Selatan di Stimson Center, Washington, mengatakan kepada DW: "Yang paling penting menurut saya adalah bahwa kesepakatan telah tercapai dan kedua pihak harus tetap berkomitmen untuk mencegah pelanggaran. Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan agar krisis semacam ini tidak terulang kembali, dan itu harus menjadi fokus utama bagi kedua negara, AS, serta mitra internasional lainnya yang mendukung upaya ini."
Artikel ini terbit pertama kali dalam Bahasa Inggris
Diadaptasi oleh Rahka Susanto
Editor:- Prihardani Purba
Simak juga video "PM Pakistan: Gencatan Senjata Demi Perdamaian Kawasan" di sini:
(nvc/nvc)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini