Makan Siang Bergizi dan Langkah Awal Generasi Sehat

1 month ago 44

Jakarta -

Di tengah pro-kontra program makan siang gratis, Presiden Prabowo Subianto telah meluncurkan program ambisius untuk meningkatkan nutrisi anak-anak Indonesia melalui Program Makan Bergizi Gratis. Program ini akan menyasar anak-anak dari PAUD hingga SMA dan ibu hamil dan menyusui mulai 2 Januari 2025 yang tengah diujicobakan mekanisme pelaksanaannya. Program ini menelan anggaran sebanyak Rp 71 triliun, yang akan digunakan untuk pembiayaan makanan, distribusi, dan operasi organisasi yang mengelola program.

Terlepas dari banyaknya nada sumbang yang mengkritik pelaksanaan program ini, banyak peluang yang bisa diambil dari pelaksanaan kebijakan ini, salah satunya untuk untuk mengatasi masalah gizi yang dihadapi Indonesia. Program ini diharapkan dapat meningkatkan kesehatan dan perkembangan anak-anak karena prevalensi stunting masih tinggi. Tidak hanya stunting, Indonesia juga menghadapi tantangan obesitas yang semakin meningkat secara signifikan yang tidak hanya terjadi pada usia dewasa namun anak-anak dan remaja.

Menurut data UNICEF, pada 2018, 20% atau satu dari 5 anak usia sekolah di Indonesia mengalami kelebihan berat badan atau obesitas, yang berarti ada 7,6 juta anak yang mengalami masalah ini. Selain itu, 14,8% remaja di Indonesia, atau sekitar 3,3 juta, juga mengalami kelebihan berat badan atau obesitas. Ini menjadi perhatian yang serius karena dapat berdampak pada kesehatan mereka dalam jangka panjang, termasuk memperbesar risiko diabetes dan penyakit jantung yang berkaitan dengan perkembangan Generasi Emas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mengatasi masalah ini memerlukan pendekatan yang holistik, yang mencakup edukasi gizi dan nutrisi, promosi aktivitas fisik, dan lingkungan yang mendukung pola hidup sehat melalui kebijakan yang tepat, salah satunya via program makan siang bergizi gratis.

Status Gizi Masyarakat

Indonesia menghadapi tantangan besar dalam hal status gizi masyarakatnya. Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, prevalensi stunting di Indonesia masih mencapai 21,6%. Pemerintah menargetkan untuk menurunkan angka ini menjadi 14% pada akhir 2024. Namun, tantangan yang dihadapi tidak hanya terbatas pada stunting, tetapi juga mencakup masalah obesitas dan kurangnya konsumsi serat secara umum di Indonesia.

Lingkungan modern yang obesogenik di Indonesia menjadi salah satu faktor utama yang mempengaruhi peningkatan prevalensi obesitas. Lingkungan obesogenik adalah kondisi di mana lingkungan sekitar mendorong perilaku yang tidak sehat, seperti banyaknya konsumsi makanan tinggi gula dan lemak serta kurangnya aktivitas fisik.

Teknologi yang memudahkan segala aktivitas tanpa perlu bergerak aktif juga berkontribusi pada masalah ini selain minimnya infrastruktur untuk mempromosikan aktivitas fisik. Selain itu, produk pangan ultra proses yang mudah didapat dan semakin ekonomis mendukung peningkatan prevalensi obesitas di Indonesia.

Konsumsi serat di Indonesia juga masih sangat rendah. Data dari Kementerian Kesehatan Indonesia menunjukkan bahwa 95% penduduk Indonesia tidak memenuhi kebutuhan serat harian yang direkomendasikan oleh WHO. Kurangnya kesadaran akan pentingnya serat dalam pola makan sehari-hari menjadi salah satu penyebab utama masalah ini.

Solusi yang Holistik

Indonesia memerlukan solusi gizi yang holistik dan terintegrasi. Pemerintah perlu mendorong program pendidikan gizi dan kesehatan serta mempromosikan untuk mengadopsi pola makan yang lebih sehat salah satunya melalui program makan siang bergizi gratis. Selain itu, perlu ada regulasi yang lebih ketat terhadap produk pangan ultraproses.

Kolaborasi antara pemerintah, industri pangan, UMKM, dan masyarakat sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan. Program-program seperti penyediaan makanan siang bergizi gratis di sekolah dan kampanye kesadaran gizi dapat menjadi langkah awal yang efektif untuk permasalahan status gizi di Indonesia.

Secara keseluruhan, upaya untuk meningkatkan status gizi di Indonesia harus dilakukan secara berkelanjutan dan melibatkan semua pihak. Dengan pelaksanaan program Makan Siang Bergizi Gratis, Indonesia dapat mencapai target gizi yang lebih baik dan menciptakan generasi yang lebih sehat dan produktif.

Potensi Besar

Dengan memulai program makan siang bergizi gratis pada 2025, Presiden Prabowo memiliki potensi besar untuk mengatasi berbagai masalah gizi di Indonesia, termasuk obesitas, stunting, dan kurangnya konsumsi serat. Peluang yang dapat dihasilkan dari program ini adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan Status Gizi Anak: Dengan menyediakan makanan bergizi secara gratis kepada anak-anak di sekolah, program ini dapat membantu meningkatkan status gizi anak-anak. Anak-anak yang mendapatkan asupan gizi yang cukup cenderung memiliki tumbuh kembang yang lebih baik.

2. Penurunan Angka Stunting: Program ini dapat berkontribusi dalam mengurangi prevalensi stunting di Indonesia.

3. Pengurangan Obesitas: Program ini dapat membantu mengurangi prevalensi obesitas pada anak-anak dengan menyediakan makanan yang sarat nutrisi sesuai panduan gizi.

4. Peningkatan Konsumsi Serat: Program ini dapat membantu anak-anak makan lebih banyak serat. Anak-anak dapat memenuhi kebutuhan serat harian mereka dengan memasukkan biji-bijian, buah-buahan, dan sayuran ke dalam menu makan siang bergizi gratis.

5. Edukasi Gizi: Program ini dapat membantu orangtua dan anak-anak belajar tentang nutrisi. Dengan memahami pentingnya gizi seimbang, masyarakat dapat lebih sadar akan pentingnya mengadopsi pola makan sehat.

6. Dukungan Ekonomi Lokal: Dengan memberdayakan UMKM dan pengusaha lokal, program ini dapat membantu petani dan produsen makanan lokal dalam pertumbuhan ekonomi.

Secara keseluruhan, program makan siang sehat gratis ini memiliki potensi besar untuk memperbaiki status gizi masyarakat Indonesia secara positif dan meningkatkan ekonomi lokal. Program ini dapat menjadi langkah penting menuju generasi berikutnya yang lebih sehat dan produktif dengan perencanaan dan pelaksanaan yang tepat.

Hapsari Kusumaningdyah pengusaha, alumnus Master of Economic Psychology dari Universitas Paris 1 Pantheon Sorbonne dan Paris Descartes, pemerhati kebijakan pangan dan isu kesehatan masyarakat

(mmu/mmu)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial