Ilustrasi : Edi Wahyono
Rabu, 20 November 2024
Sudah nyaris pukul 12 malam, Juki belum juga pulang. Dia masih duduk di bawah pohon pongpong dan membiarkan pakaiannya kuyup terkena tampias hujan. Matanya awas memandangi sisa delapan motor yang ada di hadapannya.
“Kalau sudah habis, baru bisa pulang. Kadang sampai jam 2 pagi,” kata Juki—bukan nama sebenarnya—kepada reporter detikX pada Selasa malam, 12 November lalu.
Sebagai juru parkir, Juki merasa punya tanggung jawab menjaga motor-motor di lahan parkir yang dikelolanya. Cuma itu yang bisa dilakukan Juki untuk meyakinkan para pengguna parkirnya bahwa motor mereka akan selalu aman.
Lokasi parkir tempat Juki bekerja itu berada di bahu jalan salah satu kompleks mal dan perkantoran di Jakarta Barat. Bukan parkir resmi. Juki sadar itu dan tahu risikonya. Bisa jadi, suatu hari, parkir itu akan ditertibkan. Apalagi sekarang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah gencar-gencarnya menertibkan parkir liar yang dianggap sebagai biang keladi kemacetan di sejumlah titik.
Penertiban dilakukan mulai razia terhadap kendaraan dengan menggemboskan ban atau mengangkut kendaraan yang diparkir hingga penjaringan terhadap juru parkir. Pada Juni lalu, Dinas Perhubungan DKI Jakarta menjaring 702 juru parkir liar di Jakarta.
Juki tahu, suatu hari, bisa saja dia yang ‘dibawa’ Dishub. Namun saat ini Juki tidak punya pilihan. Parkir adalah satu-satunya sumber penghasilan yang bisa dia andalkan.
“Saya cuma lulusan SD (sekolah dasar). Mau kerja apa lagi kalau bukan begini?” ungkap Juki.
Bersama Juki, ada 80 orang lainnya yang juga bergantung hidup pada lahan parkir tersebut. Mereka tergabung dalam dua organisasi kemasyarakatan (ormas) yang terbilang cukup besar di Jakarta dan satu grup pemuda karang taruna setempat. Wilayah parkir dibagi rata di antara ketiga kelompok tersebut. Masing-masing ormas maupun karang taruna menaungi sekitar 20-30 juru parkir.
Satpol PP dan Dishub DKI Jakarta menertibkan juru parkir liar minimarket di kawasan Pasar Senen dan Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (15/5/2024).
Foto : Pradita Utama/detikcom
Jamal—bukan nama sebenarnya—mengaku sudah lebih dari satu dekade mengelola parkir di kawasan tersebut. Dari masih sebagai anggota ormas hingga menjadi ketua wilayah dan ditunjuk sebagai koordinator juru parkir liar.
Selama itu, kata Jamal, sudah banyak orang yang terbantu hidupnya dari parkir liar. Bukan hanya juru parkir, tapi juga warga sekitar dan anak yatim. Jamal mengaku ormas yang dipimpinnya selalu menyisihkan penghasilan parkir untuk santunan anak yatim. Santunan itu diberikan setiap enam bulan sekali.
Karyawan mal dan perkantoran di kawasan tersebut, Jamal mengklaim, juga terbantu oleh adanya parkir liar lantaran mal dan perkantoran tidak menyediakan lahan parkir kendaraan roda dua. Adapun lokasi parkir resmi disediakan mal lain yang jaraknya cukup jauh dan ongkosnya mahal, sekitar Rp 30-35 ribu per hari. Sementara itu, di lokasi parkir yang Jamal kelola, ongkosnya hanya Rp 5.000 seharian penuh.
“Kalau nggak ada parkir liar, karyawan parkir di mana? Mereka kasihan,” tutur Jamal pada Kamis, 14 Maret 2024.
Pernyataan Jamal itu diamini oleh Sukma, salah satu konsumen parkir. Sukma mengaku bekerja di kawasan mal Jakarta Barat ini sejak 2016. Sejak itu, Sukma selalu menaruh motornya di parkiran Jamal.
Opsi ini menjadi yang paling terjangkau bagi Sukma. Dengan gajinya yang hanya Rp 5 juta per bulan, menitip motor di parkir liar cukup membantu untuk setidaknya Sukma bisa punya sedikit tabungan dari sisa gajinya.
“Hitungannya berat juga. Ibaratnya gaji kita (kalau menggunakan transportasi umum dan parkir resmi) belum apa-apa sudah habis duluan,” ucap Sukma.
Satpol PP dan Dishub DKI Jakarta menertibkan juru parkir liar minimarket di kawasan Pasar Senen dan Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (15/5/2024).
Foto : Pradita Utama/detikcom
Ketua rumah tangga setempat, Sutriatmoko, memandang rencana Pemprov DKI Jakarta menertibkan parkir liar bisa berdampak luas pada warganya. Problemnya, kata Sutriatmoko, bukan cuma para juru parkir yang bergantung hidup terhadap lahan parkir liar di wilayahnya, tapi juga para pedagang.
Lahan parkir liar di kawasan mal dan perkantoran ini menghidupkan aktivitas ekonomi masyarakat sekitar. Beberapa orang memanfaatkannya sebagai juru parkir, beberapa lainnya mencari penghasilan dari berdagang kepada konsumen parkir.
“UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) ini kan program pemerintah juga. Kalau ditertibin semua, eh buset, yang ada mah didemo,” tutur Sutriatmoko pekan lalu.
Sutriatmoko menyadari parkir liar adalah pelanggaran. Namun dia menyarankan, kalaupun parkir liar akan ditertibkan, setidaknya pemerintah punya solusi untuk kembali memberdayakan warga yang saat ini bergantung hidup pada pekerjaan tersebut. Tanpa solusi, kata Sutriatmoko, penertiban parkir liar di wilayahnya hanya akan menimbulkan masalah baru, yaitu kemarahan warga.
“Kita nggak bisa bayangin dah kalau emang ditertibin karena kan kehidupan mereka juga,” ungkapnya.
Kabid Kewaspadaan Bakesbangpol Provinsi DKI Jakarta Tri Kurnia Prihartono mengungkapkan penertiban parkir liar memang bukan perkara mudah. Kerap terjadi konflik sosial saat Dinas Perhubungan atau Kesbangpol berupaya menertibkan parkir liar karena menyangkut periuk nasi banyak orang. Apalagi jika wilayah parkir liar yang dikelola ormas.
Teguh mengatakan upaya penertiban parkir liar ini perlu dilakukan secara halus. Misalnya, kata Teguh, dengan upaya pembinaan.
Parkir liar di daerah Jakarta Pusat, Selasa (28/5/2024).
Foto : Rifkianto Nugroho/detikcom
“Melakukan peneguran ataupun pembinaan secara langsung kepada ormas tersebut untuk memberikan pengertian bahwa juru parkir ini sebenarnya sudah ada aturannya,” ungkap Teguh.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan sejauh ini upaya penertiban parkir liar sudah dilakukan dengan sangat hati-hati. Mulai upaya sosialisasi, pembinaan, teguran, pidana ringan, hingga pemberian pelatihan kerja. Penertiban dilakukan secara holistik dan komprehensif dengan sinergisitas bersama organisasi perangkat daerah (OPD), termasuk Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi Pemprov DKI Jakarta.
Pada Mei-Juni lalu, Dishub bahkan sudah bekerja sama dengan Disnakertrans dan Energi Jakarta untuk memberikan pembinaan sekaligus pelatihan kepada para juru parkir liar.
“Pelatihan agar si jukir ini siap menjadi tenaga kerja terampil dan dia bisa disalurkan, karena sayang, begitu banyak misalnya potensi peluang untuk dia (jukir) masuk menjadi tenaga kerja tetap di satu kegiatan, misalnya pabrik dan lain sebagainya,” jelas Syafrin saat berbincang dengan reporter detikX pekan lalu.
Meski begitu, upaya pelatihan kepada juru parkir liar ini juga bukan tanpa hambatan. Kepala Disnakertrans dan Energi Provinsi DKI Jakarta Hari Nugroho mengatakan salah satu syarat mengikuti pelatihan harus memiliki kartu tanda penduduk (KTP) Jakarta. Sedangkan kebanyakan juru parkir di Jakarta tidak memiliki KTP Jakarta.
Di sisi lain, kebanyakan mereka yang menjadi juru parkir liar juga sudah berusia lanjut. Rata-rata berusia 50 tahun. Secara usia, agak sulit bagi perusahaan menerima karyawan dengan rentang usia yang nyaris sudah produktif tersebut.
“Nggak mungkin orang di atas 50 tahun itu yang biasa, mohon maaf, hidup di jalanan, kami buat pelatihan di kelas selama 20 hari, nggak mungkin bisa,” tuturnya di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta pada Agustus silam.
Reporter: Fajar Yusuf Rasdianto, Ahmad Thovan Sugandi, Ani Mardatila, Natasya Oktavia Raymond (magang)
Penulis: Fajar Yusuf Rasdianto
Editor: Dieqy Hasbi Widhana
Desainer: Fuad Hasim