Jakarta -
Hingga kini, stunting masih menjadi salah satu permasalahan serius di Indonesia. Hal tersebut ditandai dengan tingginya angka prevalensi stunting. Prevalensi stunting adalah persentase anak di bawah usia lima tahun yang tinggi badannya terhadap usia lebih dari dua standar deviasi (SD) di bawah median populasi referensi internasional usia 0-59 bulan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 20 Tahun 2020, penentuan status gizi balita mengacu pada WHO Child Growth Standards, di mana perancangan grafik standar pertumbuhannya berdasarkan sampel balita dari enam negara, yaitu USA, Brazil, Norwa, Ghana, India, Oman.
Sejak tahun 2012, penulis sudah melakukan penelitian untuk merancang grafik pertumbuhan balita berdasarkan berat badan menurut usia (BB/U) dan tinggi badan menurut usia (TB/U) menggunakan pemodelan regresi nonparametrik multirespons berdasarkan estimator polinomial lokal. Alasan penulis mengembangkan pemodelan multirespons karena ada korelasi yang signifikan antara BB dan TB balita sehingga lebih realistis jika dimodelkan secara simultan yang melibatkan korelasi antar respons daripada pemodelan sendiri-sendiri (unirespon).
Pertumbuhan balita dari 0 sampai 59 bulan kurang sesuai jika dimodelkan secara global karena awal pertumbuhan sampai usia satu tahun kecepatan pertumbuhan balita sangat pesat. Namun, kecepatan pertumbuhannya melambat seiring bertambahnya usia balita sehingga pemodelan secara lokal akan lebih sesuai. Pada tahun 2016 penulis mengembangkan grafik pertumbuhan balita berdasarkan BB/U dan TB/U yang telah membedakan antara pertumbuhan balita balita laki-laki dan balita perempuan menggunakan model semiparametrik bi-respons yaitu BB dan TB dengan memasukan variabel jenis kelamin dalam model.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perancangan grafik standar pertumbuhan balita yang telah dibuat tersebut didasarkan pada sampel balita Surabaya dengan hasil pada median pertumbuhan (0-SD) grafik standar pertumbuhan balita Surabaya hampir berimpit dengan grafik standar WHO yang saat ini menjadi acuan penentuan status gizi balita di Indonesia. Namun pada posisi -2 SD sampai -3SD grafik standar pertumbuhan balita dengan sampel balita Surabaya di bawah grafik standar WHO terutama yang selisihnya cukup besar pada grafik pertumbuhan TB/U.
Pada tahun 2018, penulis memperluas penelitian dengan merancang grafik standar pertumbuhan balita yang didasarkan pada sampel balita di Jawa Timur dan memperoleh kesimpulan yang sama dengan penelitian sebelumnya. Hasil penelitian penulis dan tim peneliti sudah dipublikasikan pada seminar dan jurnal internasional bereputasi. Selain itu, penulis juga mendiseminasikan hasil penelitian dalam bentuk kegiatan pengabdian kepada masyarakat (Pengmas) yaitu "Pemanfaatan Teknologi Informasi Program OSS-R-Shiny Berbasis Aplikasi Android dan WEB Untuk Pendidikan dan Penentuan Status Gizi Balita Dalam Rangka Pencapaian Keluarga Sadar Gizi" yang dipublikasikan pada media massa online nasional dan televisi dalam satu program acara.
Program aplikasi berbasis web dan android tersebut dapat digunakan masyarakat terutama ibu kader posyandu dan ibu yang mempunyai balita untuk mengetahui status gizi balitanya terutama status gizi berdasarkan TB/U yaitu stunting yang bisa diakses secara mudah (user friendly), secara real time di mana pun dan kapan pun sebagai upaya deteksi dini stunting. Hasil penelitian yang terintegrasi dengan kegiatan pengmas ini sudah dilakukan sejak tahun 2020 dan selalu mendapat sambutan yang baik dan antusias berdasarkan hasil kuisioner umpan balik peserta.
Dalam aplikasi tersebut menawarkan dua pilihan yaitu penentuan status gizi balita menggunakan WHO Child Growth Standards atau grafik standar lokal Jawa Timur yang merupakan hasil penelitian penulis dan tim peneliti. Ibu yang datang ke posyandu setelah mendapatkan hasil pengukuran berat dan tinggi badan, dengan mudah mengetahui status gizi balitanya melalui gadget dengan memasukkan nama, usia, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan balita, memilih menu standar pertumbuhan yang digunakan, memilih status gizi BB/U atau TB/U.
Kemudian ada pilihan menu status gizi dan grafik, jika dipilih status gizi akan muncul hasil status gizi balita, jika dipilih grafik akan muncul grafik pertumbuhan pertumbuhannya dan titik merah pada grafik yang menunjukkan posisi berat badan atau tinggi badan balita berdasarkan usianya seperti grafik KMS balita. (Program aplikasi dapat diakses pada link: https://nurchamidahunair.shinyapps.io/PenentuanStatusGiziBalitaJawaTimur)
Foto: Istimewa
Foto: Istimewa
Video tutorial penggunaan program aplikasi penentuan status gizi balita dapat diakses pada Link YouTube: https://www.youtube.com/watch?v=RIJR5of8tkY
Secara fisik, sampel balita dari enam negara yaitu Canada, USA, Brazil, Norwegia, Oman dan India yang digunakan untuk merancang WHO Child Growth Standards sangat berbeda dengan karakteristik fisik balita Indonesia. Walaupun dari median pertumbuhan (0SD) hampir berimpit dengan grafik pertumbuhan lokal dengan sampel balita Jawa Timur, namun pada posisi grafik -2SD sampai -3SD, WHO Child Growth Standards lebih tinggi dibandingkan grafik standar pertumbuhan balita lokal.
Menurut Cameron and Hawley peneliti dari United Kingdom menyarankan untuk menggunakan grafik standr pertumbuhan lokal jika tersedia karena dapat menyesuaikan dengan lingkungan sosial-ekonomi balita lokal. Sebaiknya Indonesia mempunyai grafik standar pertumbuhan balita yang dirancang berdasarkan sampel balita Indonesia yang sesuai dengan kondisi/karakteristik fisik, lingkungan soial dan ekonomi balita Indonesia berdasarkan pemodelan regresi semiparametrik multirespons sebagai acuan penentuan status gizi balita Indonesia.
Prof Dr Nur Chamidah SSi MSi, Guru Besar Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga
(akd/akd)