Jakarta -
Presiden Prabowo Subianto baru saja menandatangani Peraturan Presiden Nomor 193 tahun 2024 tentang Kementerian Kelautan dan Perikanan. Perpres tersebut membawa perubahan fundamental yang memisahkan Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut, menjadi 2 (dua) Eselon I yaitu Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Direktorat Jenderal Penataan Ruang Laut.
Pemisahan tersebut, baik dalam perspektif filosofis maupun teknokratis, menunjukkan semangat dan komitmen pemerintah melaksanakan tata kelola laut yang efektif dan efisien. Secara khusus, pemisahan ini juga menunjukkan standing position pemerintah baru terhadap kebijakan ekonomi biru.
Dengan pemisahan tersebut, Direktorat Jenderal Penataan Ruang Laut sebagaimana diatur dalam Pasal 12, melaksanakan tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penataan ruang laut. Tugas tentu tentu akan berkaitan erat dengan fungsi perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang laut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 15 mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan kelautan dan pelindungan lingkungan laut. Hal tersebut mencakup fungsi pengelolaan, pelestarian, rehabilitasi, restorasi, pengusahaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan sumber daya kelautan, pesisir, dan pulau-pulau kecil, konservasi ekosistem dan biota perairan, adaptasi dan mitigasi bencana laut, serta perlindungan dan pemberdayaan petambak garam.
Secara filosofis, pemisahan ini tentu memberikan pesan yang jelas bahwa pengelolaan laut dan penataan ruang laut memerlukan fokus dan pendekatan yang berbeda. Kacamata pengelolaan harus menempatkan kedua elemen tersebut bukan hanya sebagai objek eksploitasi ekonomi tetapi juga perlu dilihat sebagai sebuah sistem ekologi, sosial, dan budaya.
Dengan demikian, laut harus dilihat bukan hanya sebagai sumber daya alam, namun sebagai sebuah kesatuan sistem yang perlu dikelola dengan pendekatan yang holistik agar keberlanjutan ekosistem laut, manfaat ekonomi, kesejahteraan sosial dan warisan budaya maritim dapat kita jaga dan lanjutkan untuk generasi mendatang.
Sedangkan dari sisi teknokratis, pemisahan ini diharapkan dapat menjadi langkah akselerasi pengelolaan laut yang berkelanjutan. Dengan adanya spesialisasi fungsi dan tugas pada masing-masing Direktorat Jenderal tersebut, diharapkan akan menghadirkan efektifitas dan efisiensi operasional. Hal tersebut dapat dilaksanakan melalui strategi pengembangan program, kebijakan, dan anggaran secara optimal.
Pemisahan ini juga tentu saja akan membuka ruang pengembangan kompetensi teknis yang lebih luas, peningkatan koordinasi lintas pemangku kepentingan, serta kemampuan yang lebih responsif, fokus dan terukur. Pemecahan ini juga tentu akan mencegah terjadinya wooden bucket syndrome akibat tidak berimbangnya kapasitas institusional unit kerja dengan beban pekerjaan yang diemban. Pada akhirnya, harapannya tentu pemisahan ini dapat menghasilkan tata kelola laut yang modern, profesional dan akuntabel.
Tentu saja sejumlah pekerjaan rumah dan tantangan pengelolaan laut telah menunggu di depan mata. Ada beberapa hal yang perlu menjadi prioritas. Pertama, perlunya mendorong penyelenggaraan perencanaan ruang laut pada berbagai tingkatan dan mengintegrasikannya dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), serta Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional (RTR KSN). Hal ini tentu penting karena menjadi basis bagi pelaksanaan pemanfaatan ruang laut.
Koordinasi yang lebih intensif dengan pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya perlu untuk terus dilakukan. Perencanaan ruang laut ini juga menjadi penting untuk menghindari sengketa pemanfaatan ruang laut, mengingat beragamnya kepentingan pemanfaatan ruang laut baik yang terkait dengan masyarakat, dunia usaha, maupun pemerintah.Selain itu, perencanaan ruang laut juga akan menjawab persoalan urbanisation of the sea yang tentu saja dapat menjadi ancaman bagi daya dukung pesisir.
Kedua, penataan ruang laut akan menjadi kebijakan strategis dalam mendukung program Asta Cita. Dukungan penataan ruang laut untuk menjamin kecukupan ruang laut dan legalitas pemanfaatan ruang laut untuk mewujudkan kebijakan ketahanan pangan, ketahanan energi, dan ketahanan air. Penataan ruang laut diperlukan untuk percepatan program Food Estate dan Fish Estate, melalui dukungan perencanaan, pemaanfaatan dan pengendalian ruang laut.
Ketiga, implementasi pemanfaatan ruang laut dalam bentuk penerbitan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) tentu harus menjadi perhatian ke depan. Dokumen ini memiliki arti penting dalam memberikan kepastian hukum dan legalitas pemanfaatan ruang laut baik untuk kegiatan berusaha, maupun non berusaha. Masih banyak pemanfaatan ruang laut yang belum memiliki KKPRL.
Pengendalian pemanfaatan ruang laut terhadap kepatuhan dan ketaatan kewajiban KKPRL masih rendah. Termasuk pelanggaran terhadap KKPRL ini masih cukup tinggi. Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menangani 87 kasus pelanggaran akibat tidak dipenuhinya ketentuan perizinan dasar pemanfaatan ruang laut sepanjang Semester I tahun 2024. Oleh karenanya, upaya peningkatan kesadaran pentingnya KKPRL tentu harus terus dilakukan.
Ketiga, menghadapi berbagai praktik perusakan laut dan ekosistemnya. Ada sejumlah aktivitas yang dapat mengancam kesehatan laut Indonesia, di antaranya: penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing), pencemaran laut, dan sampah plastik, serta aktivitas eksploitatif lainnya.
Secara khusus, kita perlu melakukan pengendalian terhadap berbagai aktivitas di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil juga perlu dikendalikan yang berpotensi mengancam keberlanjutan ekosistem laut dan pesisir. Ini tentu bukan pekerjaan mudah karena melibatkan berbagai pemangku kepentingan baik pemerintah, bisnis maupun masyarakat.
Sebagai catatan akhir, tentu saja kita sepakat, baik secara eksplisit maupun implisit, pemisahan ini menunjukkan keberpihakan terhadap program ekonomi biru. Ada lima program prioritas yaitu perluasan kawasan konservasi laut, penangkapan ikan terukur berbasis kuota, pembangunan perikanan budidaya laut, pesisir dan darat secara berkelanjutan.
Kemudian, pengawasan dan pengendalian kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, serta pembersihan sampah plastik di laut melalui Gerakan partisipasi Nelayan. Pemisahan ini, adalah bagian penting dalam mengawal dan memastikan upaya kita bersama untuk menjaga keberlanjutan ekologi, dan manfaat sosial ekonomi.
Didik Agus Suwarsono, Senior Analis Pusat Kajian dan Pemberdayaan Kelautan dan Perikanan (PUSARAN) dan PhD Candidate Australia Awards Scholarship
(prf/ega)