Jakarta - Pada Minggu, 20 Oktober 2024 Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dilantik di depan Sidang MPR di Jakarta. Kita bersyukur Indonesia Kembali memiliki pemimpin baru yang akan menahkodai bangsa ini 2024-2029. Pelantikan ini menandai pergantian kekuasaan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Maruf Amin kepada Prabowo-Gibran.
Setelah melalui proses pemilu yang damai kini tanggung jawab atas negeri ini ada di tangan Prabowo. Sosok yang sudah tidak asing lagi dalam kancah politik nasional mengingat beliau maju baik sebagai presiden/wakil presiden sejak 2004 pada era Susilo Bambang Yudhoyono dan kemudian pada 2014 melawan Jokowi dan pada 2024 baru memenangi kontestasi pemilihan.
Kehadiran Prabowo-Gibran tentu saja memberikan ekspektasi yang tinggi akan berbagai perbaikan bangsa ke depan. Poltracking memberikan approval rate Prabowo dalam surveinya di angka 83 persen. Publik sangat percaya dengan Prabowo. Aproval rate yang tinggi ditengarai karena partai-partai lawan politik yang semula berseberangan dalam pilpres ikut merapat ke pemerintahan. Tinggal menyisakan PDIP yang hingga kini gelagatnya tidak tegas menjadi oposisi.
Apakah sikap ragu-ragu PDIP ini disebabkan oleh rasa dendam Megawati kepada Jokowi karena ditelikung dari belakang dengan tidak mendukung Ganjar-Mahfud? Namun kalau hanya alasan dendam politik, akan membawa kerugian besar pada PDIP di masa depan. Prabowo harus belajar dari Jokowi dalam mengelola negeri ini selama 10 tahun terakhir. Ada banyak aspek yang perlu mendapatkan perhatian serius dari pasangan ini untuk lima tahun ke depan. Bagaimanapun meski proses politik hingga ke pemilihan umum berlangsung dengan damai, ada hal-hal yang dirasa kurang tepat dan perlu perbaikan di masa depan.
Sumber belajar itu antara lain di bidang infrastruktur pembangunan yang sangat masif pada era Jokowi, mulai jalan tol, pelabuhan, bandara, jalan nasional, sekolah, perkantoran termasuk IKN tidaklah diragukan. Rakyat sangat menikmati pembangunan-pembangunan itu. Hanya Soeharto yang dapat menyamai rekor pembangunan yang dibangun Jokowi. Rakyat sudah merasakan jalan mulus, jembatan bagus, bandara yang indah, transportasi yang andal. Fotonya dulu bersepeda di bandara banyak dipergunakan untuk foto pengagumnya dan di-upload di media sosial.
Pada era Jokowi pula dapat melalui cobaan bangsa pandemi Covid-19 sejak 2020-2022 yang krisis kesehatan ini dapat dilalui denga naman. Bahu-membahu rakyat dapat dilalui dengan tanpa menyalahkan pemerintah. Pandemi pun dapat dilalui dengan baik. Jokowi dikenal lincah dan tanggap dalam merespons Covid-19 termasuk melakukan diplomasi sana-sini ke berbagai negara di dunia untuk mendapatkan vaksin yang hasilnya kita nikmati bersama.
Namun begitu dalam demokrasi dan pemberantasan korupsi, Jokowi kerap dikenal sebagai presiden yang membuat demokrasi kita berjalan mundur ke belakang. Peristiwa pencalonan anak sulungnya, Gibran, yang menurut penilaian publik "dibantu" oleh Anwar Usman adik iparnya yang juga Ketua Mahkamah Konstitusi cukup mengurangi legacy dan nama besar Jokowi. Begitu pun dengan upayanya memenangkan Bobby Nasution dan campur tangan dalam pembegalan UU Pilkada bersama DPR sungguh melukai publik karena ingin memajukan anak bungsunya Kaesang Pangarep.
Dalam pemberantasan korupsi ada kesan jika ada elite politik terduga kasus korupsi dan merapat ke kubu Jokowi maka kasusnya akan "diselesaikan". Begitu juga penegak hukum diduga dipergunakan sebagai alat untuk menghalangi rival-rival politiknya dengan ditersangkakan dalam kasus hukum. Pembegalan partai Golkar adalah contoh konkret bagaimana ketua umum yang sah dipaksa berhenti di tengah jalan dan digantikan orang lain sesuai selera Istana. Ini semua tidak boleh terjadi pada era Prabowo-Gibran karena kerap kepentingan sendiri atau partai kalau tidak dikendalikan akan mengalahkan kepentingan umum, bangsa, dan negara.
Meski koalisi Menteri Prabowo-Gibran kali ini sangat gemuk, ditengarai ada 59 orang, sudah seharusnya Prabowo menjadikan kabinet sebagai ajang balas budi dan ucapan terima kasih. Betul bahwa kabinet ini mengutamakan persatuan nasional sebagaimana Prabowo dengungkan namun tak berarti dengan mengakomodasi memasukkan semua orang masuk dalam kabinetnya. Kegedean Menteri juga membuat kabinet kian gendut. Anggaran yang diperlukan juga kian tidak sedikit. Lebih dari itu, kecil peluang menghasilkan kabinet yang lincah karena semakin banyak meja menyebabkan rantai birokrasi kian panjang.
Namun kita bersyukur pascapilpres tidak menghasilkan riak-riak berarti yang mengganggu kepentingan nasional. Bandingkan dengan tahun 2014 dan 2019 ketika riak-riak itu sangat terasa mengganggu. Kita bersyukur dan berdoa semoga transisi politik berlangsung damai dan aman. Selamat buat Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka Presiden Republik Indonesia 2024-2029.
Paulus Mujiran Ketua Pelaksana Yayasan Kesejahteraan Keluarga Soegijapranata Semarang (mmu/mmu)