Reformulasi Program Perbaikan Gizi Balita

3 hours ago 2

Jakarta - Dalam acara penganugerahan APBD Award dan Rakornas Keuangan Daerah 2024 di Jakarta (18/12/2024), Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengkritik pengelolaan anggaran program pencegahan stunting di daerah yang dinilai tidak efisien. Sebab, sebagian besar anggaran digunakan untuk kegiatan administratif, bukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara langsung.

Mendagri mencontohkan adanya program stunting yang memiliki total anggaran Rp 10 miliar. Namun, hanya Rp 2 miliar yang benar-benar dialokasikan untuk makanan ibu hamil dan anak di bawah usia dua tahun yang terindikasi stunting.

Kinerja birokrasi dalam implementasi program-program kerakyatan pantas dipertanyakan. Apakah kinerja yang asal-asalan menyebabkan stunting turun hanya 0,1 persen dari 21,6 persen (2022) menjadi 21,5 persen (2023). Apakah belum cukup jelas juklak-juknis tata laksana perbaikan gizi masyarakat utamanya dalam pengentasan stunting?

Kita perlu mereformulasikan kembali program-program stunting yang mempunyai daya ungkit maksimal, sehingga penerima manfaat dapat merasakan program ini dan problem stunting dapat diatasi lebih cepat. Di dalam mendata persoalan stunting saat ini hampir setiap pemda sudah dapat mengidentifikasi faktor determinan penyebab stunting di masing-masing daerah. Faktor-faktor determinan penyebab stunting ini yang kemudian harus ditindaklanjuti sebagai program unggulan untuk mengatasi stunting.

Program intervensi sensitif dan spesifik pada dasarnya sudah tepat dan masih terus dapat dilanjutkan. Dan, dengan semakin baiknya identifikasi by name by address balita penderita stunting serta identifikasi keluarga-keluarga miskin yang terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), maka program bantuan langsung untuk mengatasi stunting dapat lebih tepat sasaran.

DTKS adalah data induk masyarakat yang memerlukan pelayanan kesejahteraan sosial, pemberdayaan, dan penerima bantuan sosial (bansos). DTKS menjadi landasan pemerintah untuk menyalurkan berbagai bantuan untuk masyarakat miskin. Diharapkan tidak lagi terjadi misklasifikasi orang miskin, dan oleh sebab itu validasi data kemiskinan harus selalu di-update.

Kesadaran aparat desa dituntut untuk melakukan validasi DTKS dengan benar dan jujur, sehingga masyarakat calon penerima manfaat tidak dirugikan. Ketika Budiman Sudjatmiko dilantik Presiden Prabowo Subianto sebagai Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan, dirinya bertekad untuk memperbaiki data orang miskin di Indonesia dan juga ingin membenahi perihal kategori orang miskin.

Peraturan Presiden Republik Indonesia No 83 Tahun 2024 tentang Badan Gizi Nasional pada Pasal 5 Ayat 1 menyebutkan bahwa pemenuhan gizi yang menjadi tugas dan fungsi Badan Gizi Nasional ditujukan kepada: (a) peserta didik pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah di lingkungan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan keagamaan, pendidikan khusus, pendidikan layanan khusus, dan pendidikan pesantren; (b) anak usia di bawah lima tahun; (c) ibu hamil; dan (d) ibu menyusui.

Hal ini menegaskan bahwa ada pekerjaan rumah bagi Badan Gizi Nasional untuk juga berperan dalam program-program penanggulangan stunting khususnya dalam penyediaan makan bergizi gratis (MBG) untuk balita. Revisi besaran dana MBG yang semula Rp 15.000 per porsi per anak menjadi Rp 10.000 jangan membuat kendor pelaksanaan program ini di lapangan. Apabila MBG diberikan setiap hari, maka dalam satu bulan setiap balita di Indonesia akan mendapatkan bantuan makanan senilai Rp 300.000.

Implementasi program MBG dalam bentuk makanan matang (meals) untuk seluruh balita di Indonesia mengharuskan adanya tim pemasak makanan di desa, dan ini sedikit banyak akan merepotkan berbagai pihak yang dilibatkan. Mengapa? Di seluruh Indonesia populasi balita adalah 30,2 juta anak (2023). Mereka tinggal di perkotaan dan perdesaan, di wilayah yang mudah dijangkau transportasi dan di wilayah yang terpencil dengan sarana-prasarana serba terbatas.

Program pemberian meals untuk balita yang dilaksanakan oleh Badan Pangan Nasional tahun 2023/2024 menunjukkan adanya kerumitan distribusi meals pada penerima manfaat. Banyak ibu balita yang enggan mengambil meals di sentra pemasakan (balai desa) karena jarak rumah yang jauh. Akhirnya, kader-kader posyandulah yang harus bersusah payah mengantarkan meals tersebut ke balita yang membutuhkan.

Dana bantuan Rp 300.000 per bulan sebaiknya difokuskan pada balita dari keluarga-keluarga miskin, bukan untuk populasi 30,2 juta balita se-Indonesia, agar tidak membenani APBN kita. Dana bantuan ini juga akan lebih sederhana bila dialokasikan dalam bentuk voucer, yang kemudian dapat ditukarkan dengan bahan makanan berprotein tinggi (susu, telur, ikan, daging ayam) di warung-warung desa yang ditunjuk atau minimarket terdekat. Pada 2016 pemerintah telah menginisiasi e-warong yang melayani pembelian kebutuhan pangan pokok dari bantuan sosial.

Amerika Serikat sebagai negara maju dan jauh lebih kaya dari Indonesia ternyata mengalokasikan bantuan voucer senilai Rp 1.000.000 setiap bulan untu balita dari keluarga miskin. Keluarga-keluarga miskin di AS dengan mudah dapat menukarkan voucer dari program Perempuan, Bayi, dan Anak-anak (WIC) di berbagai food grocery store (toko makanan mirip minimarket atau swalayan di Indonesia) dengan jenis-jenis makanan yang sudah ditentukan (susu, telur, keju, peanut butter, sereal, sayuran).

Kita bisa mengadopsi bantuan pangan seperti program WIC untuk perbaikan gizi balita di Indonesia. Ini akan lebih memudahkan implementasinya di tingkat lapangan. Yang perlu ditekankan adalah bahwa dana dalam bentuk voucer ini bukan untuk membeli rokok, pulsa, dan keperluan lain di luar pangan bergizi yang sudah ditetapkan untuk anak balita. Nutrition awareness harus ditanamkan dalam setiap keluarga sehingga mereka ikut bertanggung jawab dalam menjaga kesehatan dan gizi anak-anaknya.

Prof. Dr. Ali Khomsan Guru Besar Departemen Gizi Masyarakat IPB, Wakil Ketua Klaster Kesehatan Asosiasi Profesor Indonesia (API)

(mmu/mmu)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial