Jakarta -
Ada banyak sisi menarik Prabowo Subianto selain kisah kegigihannya berjuang hingga 20 tahun untuk menjadi Presiden Republik Indonesia dan jiwa kepemimpinannya yang dikenal sangat kuat karena berlatar belakang militer. Satu di antaranya adalah kegemaran Prabowo dalam membaca buku dan juga menulis.
Banyak kesaksian dari orang terdekatnya, maupun para tokoh, bahwa setiap kali Prabowo berkunjung ke luar negeri, pasti menyempatkan untuk membeli buku, dan pada waktu senggang banyak dihabiskan untuk membaca. Bahkan dalam wawancara dengan berbagai media, Prabowo juga mengaku di rumah perpustakaan adalah tempat favoritnya. Ia biasa membaca buku baik duduk atau sambil tiduran di sofa. Menurutnya dengan buku ia bisa pergi ke mana pun di dunia dan bisa belajar dari pengalaman manusia selama ratusan tahun.
Hal itu menunjukkan bagaimana buku dan membaca menjadi bagian penting dalam kehidupan Prabowo. Ia juga menyebut, jika tidak membaca buku nervous. Membaca buku baginya dapat menambah wawasan dan membuatnya menjadi bijaksana menghadapi dunia (detikcom, 6/2/2019).
Tidak hanya itu saja, di samping kegemarannya dalam membaca buku, Prabowo sekaligus gemar menuangkan gagasannya dalam bentuk tulisan. Setidaknya ada 7 buku yang telah ditulis oleh Prabowo, yaitu Komando: Mengabdi Kepada Negara dan Bangsa (1998), Kembalikan Indonesia: Haluan Baru Keluar dari Kemelut Bangsa (2004), Membangun Kembali Indonesia Raya: Haluan Baru Menuju Kemakmuran (2009), Paradoks Indonesia (2017), Indonesia Menang (2018), Kepemimpinan Militer Buku 1 dan 2 (2021 dan 2022), dan Paradoks Indonesia dan Solusinya (2022). Tentu tidak berlebihan jika Prabowo lantas dijuluki sebagai pemimpin negara yang bookaholic dan literat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para Pendiri Bangsa
Sejarah mencatat, para pendiri bangsa ini juga adalah orang-orang yang gemar membaca (bookaholic) dan literat. Dikatakan oleh banyak literatur bahwa buku menjadi salah satu teman baik Bung Karno dalam petualangan intelektualnya, selain berdiskusi dan berorganisasi. Sejak kecil Sukarno sudah gemar membaca. Ia banyak meminjam buku di perpustakaan sekolahnya. Di luar sekolah, ia mendapat bacaan dari perpustakaan teosofi, dengan memanfaatkan kartu anggota ayahnya untuk bebas membaca buku di sana. Banyak sumber yang menyebut, saat itu ia sudah membaca buku-buku berat, seputar pemikiran tokoh-tokoh dunia.
Kegemaran membaca Sukarno terus mewarnai perjalanannya ketika mulai terjun ke dunia pergerakan untuk kemerdekaan. Ia membaca buku bahkan dari berbagai bahasa, mulai Belanda, Jerman, Inggris, hingga Prancis. Waktu dipenjara di Sukamiskin pun ia tetap tekun membaca buku dari kiriman teman-temannya. Lalu biasanya hasil pengembangan dari pemikiran berbagai sumber bacaannya ia tuangkan dalam sebuah tulisan sebagai gagasan untuk pendirian bangsa ini, dan dikirimkan ke berbagai surat kabar.
Kegandrungan Sukarno dalam membaca buku tak terhenti sampai menjadi presiden. Yang unik sebagai gambaran betapa hari-hari Sukarno banyak dipakai membaca buku ketika waktu senggang, sampai di kamar mandinya, di toiletnya harus ada meja tempat meletakkan buku-buku yang ingin dibacanya. Bahkan Menteri Agama Syaifuddin Zuhri memberi kesaksian melihat langsung bagaimana kamar tidur Presiden Sukarno kala itu penuh dengan buku-buku, hanya menyisakan sedikit tempat untuk tidurnya.
Pernah suatu kali Bung Karno mengatakan, saat membaca buku seakan ia masuk ke dalam buku-buku itu. Bahkan di dalam alam pemikirannya, dia seakan berjumpa dengan para tokoh-tokoh besar seperti Karl Marx, Friederich Engel, Thomas Jefferson, hingga Mahatma Gandhi, seolah bisa berdiskusi dengan mereka. Tidak mengherankan jika lantas menjadikan Sukarno sebagai pemimpin besar dan berwawasan luas, bahkan menjadi salah satu pemimpin yang disegani di dunia. Kepemimpinan, gagasan pemikiran, dan buku karya-karyanya menjadi banyak inspirasi tokoh-tokoh di berbagai negara.
Bung Hatta juga sama-sama seorang bookaholic dan literat. Bahkan ia memiliki koleksi buku terbilang luar biasa dari segi jumlah maupun ragam temanya. Bung Hatta melahap buku berbagai disiplin ilmu pengetahuan, dari ekonomi, filsafat, sejarah, hingga politik, dan dari berbagai bahasa, mulai dari berbahasa Inggris, Prancis, Belanda, hingga Jerman. Putri tertua Bung Hatta sempat menggambarkan betapa banyaknya buku yang dimiliki beliau, hingga 16 peti dipindahkan saat diasingkan ke Banda Neira, lalu ke Boven Digul.
Sebagai gambaran betapa berartinya sebuah buku bagi Bung Hatta, ia sampai pernah bilang, "Aku rela dipenjara asalkan bersama buku, dengan buku aku bisa bebas." Dalam banyak literatur juga digambarkan, bagaimana betapa berharganya buku di mata Bung Hatta, sampai teman-temannya sering melontarkan candaan, "Buku adalah istri pertamanya, sedangkan Rahmi, istri sah Bung Hatta, adalah istri keduanya."
Sepanjang hidupnya, Bung Hatta juga sangat rajin menuliskan gagasan pemikirannya. Baik dalam bentuk artikel untuk surat kabar, maupun menjadi sebuah buku. Sepanjang hidupnya, Bung Hatta telah menghasilkan 163 karya, yang terdiri dari 159 buku (termasuk artikel-artikel yang dijadikan buku dan juga naskah pidatonya yang dibukukan), dan 4 artikel jurnal.
Jauh dari Harapan
Tidak dipungkiri, dalam kurun hampir 10 tahun terakhir kondisi literasi bangsa Indonesia bisa dikatakan tidak baik-baik saja. Dalam evaluasi kinerja Perpusnas 2024, terungkap bahwa skor literasi membaca masyarakat masih jauh dari harapan. Berdasarkan data Program for International Student Assessment (PISA) 2022, Indonesia berada di peringkat 10 terbawah dalam kategori literasi membaca. Indonesia kini menempati peringkat 70 dari 80 negara dengan skor literasi membaca hanya sebesar 359. Hasil skor PISA Indonesia periode 2022 turun cukup dalam. Bahkan, skor literasi membaca itu menjadi yang terendah di antara skor PISA tahun-tahun sebelumnya.
Lebih memprihatinkan lagi, berdasarkan data UNESCO 2023, minat baca masyarakat Indonesia tercatat hanya 0,001%. Artinya, dari 1.000 orang Indonesia, cuma satu orang yang rajin membaca. Itulah mengapa, tidak berlebihan jika kemudian bangsa ini dinyatakan sebagai darurat literasi.
Tentu ini tidak selaras dengan agenda besar Visi Indonesia Emas 2045. Karena salah satu bagian penting yang menjadi penopang terwujudnya visi itu, bermula dari peningkatan literasi generasi muda Indonesia. Itulah sebabnya, ada rasa syukur dan menjadi secercah harapan bagi para pustkawan, pegiat gerakan membaca, dan masyarakat yang peduli terhadap peningkatan literasi bangsa Indonesia, ketika Prabowo Subianto menjadi presiden terpilih 2024-2029. Karena Prabowo pribadi yang mencintai buku dan gemar membaca.
Terlebih ada pernyataan Prabowo kepada awak media, "Saya berharap, anak-anak muda Indonesia juga memiliki hobi membaca buku untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan. Itu juga sudah saya lakukan semenjak saya remaja." Hal itu menunjukkan ada kepedulian Prabowo kepada peningkatan literasi bangsa Indonesia.
Dalam pidato pelantikannya 20 Oktober 2024 lalu, Prabowo berkali-kali menekankan seorang pemimpin harus ing ngarso sung tulodo, menjadi seorang pemimpin yang ada di depan harus bisa memberikan contoh dan keteladanan. Dalam hal kapasitas sebagai seorang pemimpin negara, Prabowo sudah bisa menjadi teladan sebagai seorang literat dan pecinta buku. Tinggal bagaimana menggerakkan keteladanan itu menjadi visi dan misi di kabinet pemerintahannya. Lalu bisa diaksikan dengan gerakan-gerakan nyata. Karena tentu, ini salah satu gebrakan yang ditunggu-tunggu oleh publik dari Prabowo. Jangan sampai hanya sebatas menjadi visi tanpa eksekusi. Karena visi tanpa eksekusi seperti kata Thomas Alva Edison, adalah halusinasi.
Rochmad Widodo founder Penerbit Biografii Indonesia, pegiat literasi, aktif sebagai penulis biografi tokoh-tokoh nasional
(mmu/mmu)