Jakarta -
Pada era ketika kecerdasan buatan semakin berkembang, The Wild Robot hadir sebagai sebuah refleksi yang menarik tentang makna keluarga dan persahabatan dalam keberagaman. Studio DreamWorks sekali lagi berhasil menghadirkan tontonan yang penuh emosi, menggugah hati, dan meninggalkan kesan mendalam di hati para penonton. The Wild Robot bukan sekadar film animasi biasa, ini adalah sebuah karya yang dibuat dengan hati dan cinta.
Film ini mengisahkan perjalanan 'seorang' robot yang harus beradaptasi di lingkungan baru, yang kemudian dihadapkan pada berbagai momen yang menguras emosi, mulai dari persahabatan, pencarian jati diri, hingga kasih sayang dan kekeluargaan. Lewat gaya animasi yang khas dan musik yang magis, saya percaya bahwa The Wild Robot merupakan salah satu kandidat kuat pemenang Best Animated Feature di Piala Oscar 2025.
Ibu adalah sosok yang merawat, memberikan kasih sayang, dan memastikan anaknya tumbuh dengan baik. Namun, sosok ibu tidak terbatas pada ibu kandung saja, siapa pun bisa menjadi ibu dalam arti memberikan perhatian dan cinta yang tulus. Itulah tema yang ingin disampaikan oleh film ini.
Dalam The Wild Robot, 'seorang' robot bernama Roz (Lupita Nyong'o) terdampar di sebuah pulau tak berpenghuni. Meski Roz tidak dirancang untuk berkomunikasi atau memahami perilaku hewan, dan biasanya hanya bekerja atas perintah, ia dihadapkan pada situasi yang menuntutnya untuk merawat seekor anak angsa yatim piatu bernama Brightbill (Kit Connor).
Roz memiliki tiga misi utama dalam perannya menjadi sosok "ibu" bagi Brightbill, yaitu memberikan makanan, mengajarkan cara berenang, dan memastikan Brightbill dapat terbang bersama kawanannya untuk bermigrasi saat musim dingin tiba. Sepanjang perjalanannya, Roz mengalami berbagai tantangan, namun justru melalui proses tersebut ia belajar tentang arti kasih sayang, kepedulian, dan tanggung jawab.
Hanya dengan sekali tonton dapat membuat saya jatuh cinta pada skrip film ini, bahkan rasanya ingin segera berbagi kepada teman-teman saya tentang betapa luar biasanya film ini dan bagaimana film ini terasa sangat personal bagi saya. Kualitas skrip yang ditulis oleh Chris Sanders benar-benar salah satu yang terbaik.
Penggambaran 'seorang' robot yang mampu beradaptasi dan merangkul makhluk-makhluk di sekitarnya yang tentunya memiliki banyak perbedaan adalah langkah yang sangat brilian. Di dunia nyata, adaptasi dan inklusivitas merupakan hal penting bagi kehidupan bersama, terutama di lingkungan yang multikultural.
Sama halnya dengan bagaimana Roz, yang pada awalnya asing di antara hewan-hewan di pulau tersebut dan belajar untuk memahami mereka, manusia juga dihadapkan dengan tantangan untuk merangkul orang-orang yang berbeda. Penggambaran ini menjadi metafora untuk pentingnya empati dan keterbukaan dalam menghadapi berbagai macam latar belakang.
Dialognya terasa natural dan mengalir, ringan namun tetap mampu meninggalkan kesan mendalam. Terbanglah dengan caramu sendiri, bukan dengan cara mereka serta, Apa yang menimpa keluargaku bukanlah salahmu sama sekali, namun apa yang kau lakukan untuk mencoba memperbaikinya adalah segalanya bagiku adalah dua dialog favorit saya.
Film ini mengajarkan bahwa kita semua memiliki kemampuan dan keinginan yang berbeda dengan orang lain, namun penting bagi kita untuk menjadi diri sendiri. Semua kekurangan dan kelebihan yang kita miliki adalah bagian dari keunikan yang membentuk siapa diri kita sebenarnya. Kita dapat bersinar terang dengan keunikan dan usaha kita sendiri.
Menurut saya, film ini tidak hanya ditujukan untuk anak-anak, tapi juga untuk orang dewasa. Saya rasa dialog dan penulisan ceritanya justru akan lebih bermakna dan berkesan bagi orang dewasa.
Saat menonton film ini, hal yang langsung mencuri perhatian adalah sinematografi dan visualnya. Gaya animasinya terasa segar dan berbeda dari kebanyakan film DreamWorks lainnya. Desain Roz yang mekanis terlihat keren dan menyatu sempurna dengan alam serta hewan-hewan di sekitarnya. Penggambaran alamnya luar biasa megah, mulai dari pepohonan, air, hingga langitnya terlihat sangat hidup.
Gerakan animasinya yang halus juga membuat setiap adegan terasa unik dan ikonik. Setiap detail, mulai dari angin yang menerpa dedaunan hingga gelombang air di lautan, semuanya digambarkan dengan teliti, sehingga menambah dimensi emosional film ini dan menggugah kesadaran penonton akan keindahan alamnya.
Musik merupakan komponen penting dalam sebuah film, begitu pula dengan film ini. Kris Bowers sukses menyalurkan emosi dari setiap adegan yang ada kepada penonton melalui scoring musiknya yang jempolan. Musik dalam The Wild Robot mampu memberikan kesan magis alam dan ketegangan yang solid lewat nada-nada melankolisnya. Dengan score yang menusuk dan memuncakkan emosi, penonton akan merasakan euforia menonton yang lebih imersif.
Saya pribadi merasakan sentuhan emosional ketika menonton film ini. Momen favorit saya adalah ketika Roz dan Fink (Pedro Pascal) mendampingi Brightbill saat berusaha belajar terbang. Adegan tersebut semakin mendalam berkat musik latar berjudul Kiss the Sky oleh Maren Morris, yang memberikan kesan luar biasa yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.
Selain itu, momen ketika Brightbill terbang bermigrasi untuk pertama kalinya berhasil menyentil hati saya. Saya dapat merasakan ketulusan dan kasih sayang Roz kepada Brightbill dengan sangat mendalam.
Film ini jelas akan masuk ke jajaran nominasi film animasi terbaik di berbagai ajang kontestasi film, saya sangat yakin. Sangat luar biasa melihat bagaimana sebuah film animasi mampu memeras air mata penonton lewat ceritanya yang sederhana namun mengena dengan gaya penceritaannya yang jelas.
Dengan visual yang memukau, cerita yang menyentuh, dan pesan yang universal, The Wild Robot adalah sebuah karya animasi yang tidak hanya menghibur, tetapi juga menginspirasi kita untuk menghargai perbedaan, mencurahkan kasih sayang kepada orang terdekat, dan menjadi diri sendiri. The Wild Robot adalah salah satu film animasi yang tidak boleh dilewatkan tahun ini. Jika Roz bertanya, How would you rate this service on a scale of 1 to 10? maka jawaban saya adalah angka sepuluh.
Thomas Safik Zakaria pengemar film
(mmu/mmu)