Jakarta -
Mahkamah Konstitusi (MK) tidak melanjutkan 270 perkara perselisihan hasil pilkada (PHP) 2024 ke sidang pembuktian. Ratusan gugatan itu gugur gara-gara tak jelas hingga diajukan melewati batas yang diatur undang-undang alias telat diajukan.
Mulanya, terdapat terdapat 310 gugatan hasil Pilkada 2024 yang teregistrasi di MK. Dari 310 perkara itu, 270 perkara tidak dilanjutkan dan 40 perkara akan berlanjut ke sidang pembuktian.
"Total ada 270 perkara yang diputus. Rinciannya itu ada 227 perkara yang tidak diterima. Lalu kemudian 29 perkara ditarik kembali, delapan perkara dinyatakan gugur dan enam perkara diputus bukan kewenangan Mahkamah Konstitusi. Jadi ada 40 perkara yang lanjut dalam sidang pemeriksaan untuk agenda pembuktian," kata Kabiro Humas dan Protokol MK Pan Mohammad Faiz di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (6/2/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada beragam penyebab gugatan gugur. Misalnya gugatan Pilwalkot Banjarbaru dengan nomor perkara 09/PHPU.WAKO-XXIII/2025 yang gugur karena MK menilai pemohon tidak memiliki kedudukan hukum.
Hakim MK Arief Hidayat mengatakan Said Abdullah mengajukan gugatan hanya atas nama calon Wakil Walikota Banjarbaru. Arief mengatakan Said tidak mengajukan gugatan bersama calon Walikota Muhammad Aditya Mufti Ariffin.
"Setelah mencermati secara saksama permohonan Pemohon, telah ternyata Pemohon dalam mengajukan permohonan a quo mengklasifikasikan dirinya sebagai calon wakil walikota dalam Pemilukada Kota Banjarbaru Tahun 2024, yang secara faktual mengajukan pemohonan tanpa mengikutsertakan calon walikota yang menjadi pasangannya sebagai satu kesatuan pasangan calon nomor urut 2 sebagaimana telah ditetapkan oleh Termohon," ujar Arief.
Padahal, kata Arief, pasal 4 ayat (1) PMK nomor 3 tahun 2024 mengatur syarat pemohon mengajukan gugatan hasil pilkada ialah pasangan calon atau pemantau pemilih. Arief mengatakan Said tidak memiliki kedudukan hukum.
"Pemohon tidak dapat mengajukan permohonan tanpa mengikutsertakan calon walikota sebagai satu kesatuan pasangan calon, karena segala kepentingan hukum berkenaan dengan hasil pemilukada termasuk kepada siapa pemilih memberikan hak pilihnya adalah melekat kepada pasangan calon selaku peserta pemilihan, bukan secara individu kepada seorang calon kepala daerah ataupun kepada seorang wakil calon kepala daerah," ujarnya.
Penyebab lainnya ialah gugatan diajukan melebihi batas waktu yang ditentukan UU. Salah satunya terjadi pada perkara Pilbup Pemalang dengan nomor 115/PHPU.BUP-XXIII/2025 yang diajukan pasangan Vicky Prasetyo-Suwendi.
Ketua MK Suhartoyo mengatakan MK memiliki kewenangan untuk mengadili perkara yang diajukan Vicky-Suwendi tersebut. Namun, dalam pertimbangannya, perkara itu diajukan melebihi batas waktu sesuai peraturan perundang-undangan.
"Menimbang oleh karena permohonan pemohon diajukan melewati tenggang waktu pengajuan permohonan, yang telah ditentukan oleh undang-undang 10/2016 dan PMK 3/2024, maka eksepsi mengenai tenggang waktu pengajuan permohonan adalah beralasan menurut hukum," ujar Suhartoyo.
"Oleh karena itu berkenaan dengan eksepsi lain, beserta kedudukan hukum serta pokok permohonan pemohon, serta hal-hal lain tidak dipertimbangkan karena dinilai tidak ada relevansinya," sambungnya.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Ada pula gugatan yang gugur karena permohonannya tidak jelas. Misalnya pemohon salah menuliskan objek sengketa atau nama daerah yang bersengketa. Salah satunya, terjadi pada perkara Pilbup Halmahera Tengah dengan nomor 216/PHPU.BUP-XXIII/2025.
Dalam pertimbangannya, MK menilai gugatan tersebut tidak memenuhi syarat formil sehingga dinyatakan tidak jelas atau kabur. MK menemukan kesalahan dalam pencantuman nama daerah yang menjadi objek sengketa, yaitu Kota Subulussalam menjadikan alternatif pertama petitum Pemohon.
MK mengaku tidak bisa memahami kesalahan tersebut. Sebab, sengketa yang didalilkan pemohon terjadi di Kabupaten Halmahera Tengah. Sementara, pasangan calon Edi Langkara dan Abd Rahim Odeyani dimohonkan kepada MK untuk ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih dalam Pilwalkot Subulussalam yang berada di Aceh.
Ada pula permohonan perkara yang tidak beralasan menurut hukum. Seperti, perkara Pilgub Maluku Utara dengan nomor 258/PHPU.GUB-XXIII/2025.
MK menilai prosedur pemeriksaan kesehatan yang dilakukan KPU kepada cagub nomor urut 4 Sherly Tjoanda telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. MK menyatakan pemeriksaan kesehatan terhadap Sherly di RSPAD Gatot Subroto Jakarta tidak termasuk dalam pelanggaran TSM.
MK juga menyatakan tidak menemukan bukti jika KPU melakukan verifikasi pencalonan Sherly Tjoanda secara tidak benar. MK meyakini proses pengusulan Sherly Tjoanda sebagai calon pengganti dari suaminya, Benny Laos yang meninggal dunia, dilakukan KPU telah sesuai dengan mekanisme.
"Terbukti bahwa Termohon dalam proses pergantian pasangan calon Gubernur yang digantikan oleh Pinak Terkait (Sherly Tioanda) telah dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan seningga menurut Mahkamah pengusulan bakal calon pengganti, pemeriksaan bakal calon pengganti, hingga penetapan calon pengganti, telah dilaksanakan sesuai dengan mekanisme, tata cara dan prosedur yang benar," kata Hakim Konstitusi Arief Hidayat.
Selain alasan-alasan tersebut, ada pula gugatan yang telah dicabut. Seperti gugatan Pilkada Jawa Tengah yang diajukan Andika Perkasa-Hendrar Prihadi (Hendi) dan Pilkada Depok yang diajukan Imam Budi Hartono-Ririn.
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu