Efisiensi Ongkos Haji Lewat Investasi di Saudi

Jakarta -

"IPHI Ingin Biaya Haji Digratiskan di Masa Depan". Kalimat tersebut merupakan judul berita detikcom yang merujuk pernyataan saya sebagai Ketua Umum Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) di sela Rapat Kerja Wilayah dan pengukuhan pengurus IPHI Provinsi Bali pada 10 Mei 2025.

Itu pernyataan spontan. Tentu tidak mungkin dan tidak ideal bila ongkos ibadah haji sampai digratiskan, kecuali bagi warga negara Saudi sendiri. Poin logis yang ingin saya sampaikan sesungguhnya adalah bagaimana agar ongkos haji kita dapat terus dibuat lebih efisien. Hal ini yang menjadi harapan segenap masyarakat kita seperti juga disampaikan Presiden Prabowo Subianto pada 4 Mei 2025. Secara khusus beliau merujuk Malaysia yang kerap dianggap ongkos hajinya lebih murah.

Tak berlebihan dan bukan mustahil diwujudkan. Juga tak ada salahnya membandingkannya dengan 'negeri jiran' itu. Hanya saja perlu dipahami bersama bahwa Malaysia telah menginvestasikan dana haji masyarakatnya sejak 1963. Tak cuma di dalam negeri, investasikan yang dilakukan juga kini sudah merambah ke sejumlah negara, seperti Australia, Singapura, Hong Kong, Korea, dan Indonesia.

Lembaga Tabung Haji Malaysia menyasar investasi ke sektor-sektor yang menguntungkan, berkelanjutan, kompetitif, dan memiliki tingkat risiko yang wajar dilihat dari kondisi pasar. Dana haji diinvestasikan ke sektor perkebunan, kelistrikan, hingga perumahan.

Bagaimana dengan di Indonesia? Kita baru membentuk Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) pada Juni 2017 sesuai UU No 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. IPHI termasuk salah satu yang ikut membidani kelahiran BPKH. Di usianya yang masih tergolong belia, BPKH menghadapi sejumlah tantangan. Berbagai isu politik diembuskan terutama di momen-momen tahun politik.

Pernah diributkan dana haji yang dikelola BPKH untuk membayar utang pemerintah, membiayai proyek-proyek infrastruktur, dan lain-lain. Hal-hal semacam itu tentu mengganggu fokus kerja BPKH. Energi mereka terkuras hanya untuk merespons hoaks. Di sisi lain sejumlah pihak menuntut agar BPKH melakukan berbagai investasi yang progresif dan menghasilkan keuntungan besar dengan cepat. BPKH dikritik terlalu bermain aman dengan investasi secara konservatif, yakni 70% masuk ke SBSN, dan 28% Deposito perbankan syariah serta kurang dari 2% di investasi langsung.

Padahal BPKH memang sengaja dibentuk untuk mengurusi dana haji dengan orientasi kehalalan dan keamanan, bukan hasil atau nilai manfaat sebagai orientasi utama. BPKH juga sengaja dibentuk dengan melihat fakta sebelumnya betapa praktek korupsi dalam memanfaatkan dana tersebut sangat liar.

Sekarang mari kita simak rekam jejak BPKH dan anak usahanya, BPKH Limited dalam beberapa waktu terakhir ini. Dari pemberitaan yang saya ikuti, sejak pekan pertama Agustus 2024, pemerintah Indonesia melalui Syarikah BPKH Limited secara resmi menjadi pengelola dua hotel di Arab Saudi. Hotel dimaksud adalah Anshar Golden Tulip Hotel di Madinah dan hotel bintang lima, Hilton Convention Makkah. Anshar merupakan hotel bintang tiga yang memiliki 725 kamar dengan kapasitas 2.800 orang.

Untuk tahap awal, BPKH Limited akan mengelola hotel ini selama tiga tahun. Untuk Hilton yang sangat dekat dengan kawasan Masjidil Haram, BPKH Limited mendapatkan allotment atau penjatahan 200 kamar dengan daya tampung 600-700 orang.

Sejak 2023, BPKH Limited telah menjalin kerja sama dengan belasan hotel di Madinah dan Mekkah, tapi bukan dalam bentuk kamar seperti dengan Anshar dan Hilton. Kerja sama lebih kepada pemanfaatan ruang-ruang lain di sekitar gedung, seperti lobi atau ruang strategis lainnya untuk disewakan kepada pelaku UMKM diaspora. Semua itu dalam rangka efisiensi dari komponen biaya akomodasi pelaksanaan haji.

Investasi pada akomodasi hotel disadari betul menjadi prioritas BPKH Limited agar Indonesia tidak hanya menjadi konsumen. Sebab jumlah Jemaah haji maupun umrah diperkirakan akan terus meningkat dari waktu ke waktu. Mengikuti hukum ekonomi tentunya tarif yang ditawarkan para pengelola pun akan terus meningkat.

Kita maklumi bersama situasi dan kondisi global sedang tidak baik-baik saja dan berpotensi kian memburuk. Dampaknya, tentu saja tarif berbagai produk dan pelayanan terkait haji dan umrah juga akan melambung. Kalau pemerintah tidak sejak dini memiliki investasi pada hotel akan sangat rentan bagi keberlanjutan keuangan haji.

Dalam lima tahun ke depan, proyeksi dana dalam pengelolaan BPKH sudah akan mencapai Rp 200 triliun. Dari investasi sebesar Rp 30 triliun secara progresif selama lima tahun, BPKH dapat menuai nilai manfaat sekitar Rp 24,78 triliun. Nilai manfaat yang dihasilkan bersifat progresif atas investasi yang sudah dilakukan dengan agregat nilai manfaat tahunan dalam USD dan SAR di atas 18% per tahun.

Jika rencana strategis BPKH lewat BPKH Limited bisa terealisasikan, dipastikan akan mampu menekan menekan biaya overhead penyelenggaraan haji. Jika berjalan optimal, bukan tidak mungkin akan mampu menghasilkan tingkat return yang nantinya juga akan mampu menekan tingkat biaya penyelenggaraan ibadah haji yang harus ditanggung tiap jemaah. Karena itu BPKH perlu diberi ruang lebih luwes untuk melakukan investasi lebih besar dan mendapatkan nilai manfaat lebih besar pula.

Erman Suparno
Ketua Umum IPHI (2021-2026) dan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2005-2009)

Lihat Video 'Jemaah Haji RI Ketahuan Bawa 100 Slop Rokok, Berujung Disita Petugas':

(jbr/jat)