Kenapa Warga Kulit Putih Afrika Selatan Mengungsi ke AS?

8 hours ago 2

Washington DC -

Presiden Amerika Serikat Donald Trump mencalonkan diri dengan janji untuk membatasi pengungsi. Tapi dia membuat pengecualian bagi warga kulit putih asal Afrika Selatan yang menurutnya sedang menghadapi "genosida". Kenapa demikian?

Mereka akhirnya menjejakkan kaki di kampung halaman baru, sebanyak 59 pengungsi kulit putih dari Afrika Selatan, yang terbang menggunakan pesawat jet sewaan, tiba di bandar udara Dulles di Washington, Amerika Serikat.

Melalui prosedur kilat, pemerintahan Donald Trump membuka jalur masuk ke AS bagi warga minoritas kulit putih dari Afrika Selatan. Pada Februari lalu, Presiden Trump mengklaim mereka merupakan korban kebijakan yang "berorientasi rasial."

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kebohongan tentang "genosida"

Trump merespons undang-undang baru yang ditandatangani Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa pada 20 Januari 2025 lalu. Di dalamnya diatur prosedur perampasan lahan pribadi dan skema kompensasinya.

"Di sana sedang terjadi genosida," ujar Trump dalam konferensi pers di Gedung Putih pada hari Senin (12/05).

Pernyataannya itu sontak memicu kekhawatiran di Afrika Selatan. Tessa Dooms, sosiolog dan direktur lembaga pemikir Rivonia Circle di Johannesburg, menyebut pemberian status pengungsi kepada warga kulit putih Afrika Selatan sebagai perkembangan yang sangat mengkhawatirkan.

"Kebijakan ini didasarkan pada kebohongan, narasi palsu, dan propaganda - semuanya fiksi," tegasnya kepada Deutsche Welle (DW).

Menurut Dooms, tidak ada perampasan tanah besar-besaran terhadap warga kulit putih. Narasi tentang "genosida terhadap orang kulit putih" telah lama beredar di komunitas Afrikaaner. Mereka adalah kelompok keturunan imigran Eropa, terutama Belanda, yang kini mewakili sekitar tujuh persen populasi Afrika Selatan. Narasi tersebut mengklaim bahwa para petani kulit putih dibunuh secara sistematis.

"Itu tidak benar," tegas Dooms.

Dia menambahkan, meski Afrika Selatan memiliki tingkat pembunuhan yang tinggi, korban terbanyak tetap berasal dari warga kulit hitam, terutama pria muda. Perempuan kulit hitam bahkan menghadapi risiko pembunuhan yang jauh lebih tinggi dibanding petani kulit putih, terutama akibat kekerasan berbasis gender.

Pemerintah Afrika Selatan bantah tuduhan persekusi

Menteri Hubungan Internasional Afrika Selatan, Ronald Lamola, juga membantah klaim Trump. "Tidak ada persekusi terhadap Afrikaaner kulit putih di Afrika Selatan," tegasnya. Dia merujuk pada berbagai statistik nasional dan laporan kepolisian yang tidak mendukung tuduhan persekusi berdasarkan ras.

Dooms turut menekankan bahwa tidak ada reformasi agraria besar-besaran yang terjadi saat ini, meskipun masyarakat kulit hitam selama berabad-abad telah kehilangan tanah akibat kolonialisme dan apartheid. Hingga hari ini, sekitar 80% lahan pertanian milik swasta masih dikuasai warga kulit putih. Sebagian besar lahan tersebut diperoleh selama era penjajahan dan rezim apartheid.

Namun, Trump dan penasihat dekatnya Elon Musk, yang juga lahir di Afrika Selatan, menggambarkan undang-undang baru itu sebagai upaya distribusi ulang yang tidak adil terhadap warga kulit putih.

Pemerintah di Pretoria menolak keras tudingan tersebut dan menegaskan bahwa undang-undang itu memberikan kerangka hukum untuk pengambilalihan tanah hanya jika diperlukan demi kepentingan umum yang besar - misalnya, pembangunan jalan. Undang-undang serupa, kata mereka, juga ada di banyak negara, termasuk Amerika Serikat.

Perlindungan dalam reformasi agraria

Meski dibungkus dalih perlindungan dari "persekusi rasial," para pakar kebijakan dan migrasi menyebut langkah ini sebagai bagian dari agenda politik berbasis narasi palsu dan kepentingan geopolitik.

Menurut Zainab Usman dan Anthony Carroll, pakar politik dari program Afrika lembaga think tank Carnegie Endowment, undang-undang redistribusi tanah yang baru di Afrika Selatan merupakan upaya untuk mengatasi ketimpangan historis.

"Namun, ada kritik bahwa pemerintah, yang kini dipimpin koalisi di bawah ANC, kurang melibatkan aktor politik lain dalam proses legislasi," kata Carroll kepada DW. Meski begitu, dia menegaskan bahwa "konstitusi Afrika Selatan tetap melindungi warga dari penyitaan sewenang-wenang."

Sejak pertengahan Maret, lebih dari 67.000 warga Afrika Selatan telah mendaftar untuk pindah ke AS, menurut data Kamar Dagang Afrika Selatan. Namun, Loren Landau, pakar migrasi dari Universitas Witwatersrand, meragukan bahwa ketakutan akan diskriminasi menjadi alasan utama.

"Bagi banyak Afrikaaner, ini adalah kesempatan untuk hidup lebih baik dan menyekolahkan anak-anak mereka di Amerika," katanya kepada The Citizen.

Trump dan narasi 'juru selamat'

Trump menyebut kebijakan pengambilalihan tanah sebagai bentuk "genosida terhadap orang kulit putih," tetapi Landau menyatakan bahwa tudingan itu jauh dari kenyataan di lapangan. Dalam wawancara dengan South Africa Today, dia mengatakan, "Trump tengah memosisikan dirinya sebagai pelindung keistimewaan kulit putih dan agama Kristen."

Sebagian warga Afrikaaner bahkan mengakui dalam wawancara bahwa mereka tidak mengalami persekusi. Freeman Bhengu, warga Afrika Selatan, menyebut langkah Trump sebagai "komplotan politik" bersama Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, merujuk pada gugatan genosida yang diajukan Afrika Selatan terhadap Israel di Mahkamah Internasional (IGH) akhir 2023.

"Ini tindakan balas dendam politik yang jahat, dirancang dengan rapi oleh AS dan Israel," kata Bhengu kepada DW. Dia menilai Afrikaaner hanya dijadikan pion dalam konflik geopolitik yang lebih besar.

"Biarkan mereka pergi. Kami bisa mengganti para petani ini. Ini bukan soal Afrikaaner, ini perang geopolitik."

Hubungan Pretoria - Washington di titik terendah

Hubungan AS dan Afrika Selatan telah lama meregang, terutama karena kedekatan Pretoria dengan negara-negara BRICS seperti China dan Rusia. Ketegangan meningkat usai gugatan ke IGH, dan mencapai titik nadir setelah Trump kembali menjabat. Dalam salah satu dekrit pertamanya, dia menangguhkan seluruh bantuan luar negeri untuk Afrika Selatan, termasuk dana penanggulangan AIDS.

Ironisnya, di saat yang sama, dia mengeluarkan pengecualian dari kebijakan migrasi ketatnya, khusus untuk Afrikaaner yang "melarikan diri dari persekusi rasial." Peran Elon Musk sebagai penasihat dekat Trump, dinilai turut mempengaruhi kebijakan ini. Musk yang lahir di Afrika Selatan dinilai punya pengaruh kuat dalam membentuk persepsi Trump.

"Bentuk pengaruh ini mencoreng nama baik Afrika Selatan dan merusak integritas masyarakat kami," kritik Tessa Dooms, analis sosial di Johannesburg.

Diskriminasi di AS

Langkah Donald Trump membuka pintu imigrasi khusus bagi warga kulit putih Afrika Selatan dinilai bukan semata bentuk kepedulian terhadap situasi di negeri tersebut. Di Amerika Serikat sendiri, banyak pihak melihat manuver ini sebagai upaya Trump untuk menarik simpati kelompok nasionalis kanan yang meyakini bahwa warga kulit putih di AS juga menjadi korban diskriminasi akibat ideologi progresif sayap kiri.

Pilihan Trump untuk menyoroti Afrika Selatan dianggap bukan kebetulan. Selain kedekatannya dengan Elon Musk, yang lahir di Pretoria, sejumlah tokoh penting dalam lingkaran politik dan bisnis konservatif AS juga memiliki ikatan kuat dengan negeri di ujung selatan benua Afrika.

David O. Sacks, pengusaha kelahiran Cape Town yang vokal mendukung kampanye Trump, dan Peter Thiel, miliarder teknologi yang sebagian besar masa kecilnya dihabiskan di Afrika Selatan, menjadi contoh nyata. Thiel, meskipun kini menjauh dari Partai Republik, merupakan penyumbang tunggal terbesar dalam kampanye pertama Trump.

Menurut sejarawan asal Kanada dan pengkritik kapitalisme, Quinn Slobodian dari Boston University, pengalaman para tokoh ini selama dan setelah era apartheid di Afrika Selatan membentuk narasi ideologis tersendiri. Dalam wawancaranya dengan Democracy Now!, dia menyebut bahwa Afrika bagian selatan memiliki makna simbolik yang sangat besar bagi kelompok kanan ekstrem dan neoliberalis global.

"Bagi Musk, Thiel, dan lainnya, pengalaman di Afrika Selatan seperti cerminan masa depan yang buruk dan mereka melakukan segala cara untuk melindungi diri dari bayang-bayang itu," ujarnya.

Dengan menjadikan Afrika Selatan sebagai panggung narasi global tentang 'diskriminasi terhadap kulit putih,' Trump tampaknya tak hanya sedang memainkan geopolitik luar negeri, tetapi juga mengatur bidak untuk memenangkan kembali kekuatan di dalam negeri.

Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Jerman

Diadaptasi oleh Rizki Nugraha

Editor: Yuniman Farid

Lihat juga Video 'PM Qatar Jawab Kritikan soal Hadiah Jet Mewah ke Trump':

Saksikan Live DetikSore:

(nvc/nvc)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial