Nusantara, Ambisi, Strategi

1 week ago 7

Jakarta - Megaproyek adalah proyek skala raksasa yang biasanya bernilai di atas USD 1 miliar dan berpengaruh pada keuangan makro sebuah negara. Bentuknya beragam, dari pengadaan infrastruktur keras maupun lunak, peralatan senjata, hingga peperangan. Hampir semua megaproyek di dunia gagal karena biaya yang membengkak, keterlambatan penyelesaian, dan manfaat yang tidak tepat guna.

Ketiga hal itu dilandasi oleh bias optimisme yang membuat asumsi berlebihan akan hasil dan pembohongan secara sengaja akan biaya proyek yang direndah-rendahkan ataupun melebih-lebihkan manfaat demi persetujuan anggaran. Hal ini sangat berbahaya karena generasi berikutnya yang akan menanggung beban keuangan negara yang dibuat atas ambisi yang fana.

Profesor Bent Flyvbjerg dari Universitas Oxford mendedikasikan dirinya untuk meneliti persoalan ini. Kontribusi dia, khususnya melalui konsep Iron Law of Megaprojects, memberikan kerangka berpikir yang kuat untuk menganalisis proyek-proyek besar seperti Ibu Kota Nusantara (IKN), atau disebut Nusantara saja. Dengan menerapkan lensa ini, kita dapat mengeksplorasi tidak hanya risiko yang melekat, tetapi juga mengajukan solusi kreatif yang dapat menginspirasi megaproyek ini menuju kesuksesan.

Nusantara adalah salah satu pengembangan perkotaan paling ambisius pada abad ke-21. Keputusan untuk memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur didorong oleh berbagai faktor: penurunan tanah di Jakarta akibat eksploitasi air tanah yang berlebihan, kemacetan yang luar biasa, dan kerusakan lingkungan. Nusantara bertujuan untuk meringankan tekanan-tekanan ini sambil berfungsi sebagai model pembangunan perkotaan berkelanjutan di Asia Tenggara. Proyek ini diperkirakan akan menelan biaya sekitar USD 30 miliar, selesai pada 2045.

Mengantisipasi Risiko

Pokok analisis Profesor Flyvbjerg tentang megaproyek adalah pengakuan bahwa upaya besar-besaran seperti Nusantara cenderung rentan terhadap berbagai persoalan. Sebagai proyek yang bertujuan membangun ibu kota baru di wilayah yang relatif kurang berkembang, ada risiko signifikan bahwa biaya infrastruktur akan jauh melampaui perkiraan awal.

Mengembangkan jalan, jaringan listrik, sistem air, dan perumahan di Kalimantan Timur yang sulit bisa menimbulkan tantangan logistik yang memperbesar anggaran. Selain itu, relokasi fungsi pemerintahan dari Jakarta ke Nusantara memperkenalkan kompleksitas terkait pemindahan pegawai, membangun sistem birokrasi baru, dan memastikan bahwa transisi ini tidak mengganggu pemerintahan nasional.

Resiko lainnya adalah keterlambatan waktu. Target ambisius pada 2045, meski secara simbolis sejalan dengan peringatan 100 tahun kemerdekaan Indonesia, mungkin sulit dicapai. Proses akuisisi lahan, mitigasi dampak lingkungan, dan koordinasi konstruksi di wilayah yang luas bisa menyebabkan penundaan. Apalagi, dengan Nusantara yang terletak di kawasan yang sensitif secara lingkungan, proyek ini kemungkinan besar akan menghadapi rintangan regulasi tambahan terkait deforestasi dan perlindungan habitat yang bisa memperlambat kemajuan proyek.

Elemen paling penting dari Iron Law Flyvbjerg adalah gagasan bahwa megaproyek memiliki kecenderungan untuk gagal memenuhi manfaat yang dijanjikan. Dalam kasus Nusantara, janji pertumbuhan ekonomi dan pengembangan wilayah Kalimantan mungkin terlalu optimistis. Tanpa investasi besar dalam infrastruktur dan industri lokal, manfaat pemindahan ibu kota mungkin tidak akan tersebar secara merata di seluruh wilayah tersebut. Selain itu, meskipun ibu kota dipindahkan, Jakarta kemungkinan besar tetap akan menjadi pusat komersial utama Indonesia, sehingga tekanan pada infrastrukturnya mungkin tidak sepenuhnya teratasi.

Meskipun Iron Law Flyvbjerg menyoroti risiko-risiko yang melekat pada megaproyek, solusi yang diajukan seperti Reference Class Forecasting (RCF) dapat diterapkan. RCF adalah metode yang dikembangkan oleh Flyvbjerg untuk mengatasi bias optimisme dan mis-representasi strategis dalam peramalan biaya dan waktu penyelesaian proyek. Setiap fase dapat dibandingkan dengan proyek serupa, memungkinkan penyesuaian pada tahap-tahap berikutnya berdasarkan pelajaran yang diperoleh. Pendekatan ini juga membantu mengurangi risiko kelebihan anggaran skala besar, karena perencana dapat menyesuaikan biaya berdasarkan data dari fase-fase awal.

Solusi untuk menghindari kelebihan anggaran dan penundaan adalah dengan mengadopsi pendekatan pengembangan modular untuk Nusantara. Alih-alih berkomitmen pada satu proyek skala besar, Nusantara bisa dibangun dalam tahapan, dengan setiap modul berfungsi secara independen begitu selesai. Model infrastruktur yang agile ini memungkinkan kota mulai beroperasi dan menghasilkan pendapatan bahkan sebelum seluruh proyek selesai.

Desentralisasi dan Pusat Pendidikan

Alih-alih hanya berfokus pada pembangunan satu megaproyek perkotaan, Nusantara bisa menjadi bagian dari jaringan kota-kota kecil yang terdesentralisasi, yang terhubung oleh sistem transportasi cepat atau otonom. Hal ini akan mendistribusikan perkembangan ekonomi ke berbagai wilayah, mengurangi tekanan pada Nusantara sambil mendorong pertumbuhan regional.

Sentralisasi berlebihan adalah kekhawatiran Flyvbjerg. Sentralisasi sering menyebabkan kemacetan dan inefisiensi. Dengan desentralisasi, proyek ini dapat menghindari ketergantungan berlebihan pada satu pusat dan menyebarkan manfaat lebih merata di seluruh wilayah.

Untuk memastikan transparansi dan efisiensi, Nusantara bisa memelopori model tata kelola terdesentralisasi yang memanfaatkan artificial intelligence (AI) dan teknologi blockchain. Teknologi ini bisa mengelola layanan kota, perpajakan, dan alokasi sumber daya melalui kontrak pintar, yang menyediakan data real-time yang dapat diverifikasi tentang bagaimana sumber daya digunakan.

Karena itulah mendirikan pusat pendidikan dan tenaga kerja yang berfokus pada keberlanjutan dan teknologi menjadi mutlak diperlukan. Pusat-pusat ini bisa melayani talenta lokal dan internasional, menciptakan tenaga kerja yang adaptif dan siap menghadapi tuntutan ekonomi global yang terus berkembang.

Dengan menerapkan RCF, pusat-pusat pendidikan ini bisa dimodelkan berdasarkan keberhasilan proyek serupa, seperti distrik inovasi di Boston atau Singapura. Pusat-pusat pendidikan ini tidak hanya akan berkontribusi pada keberlanjutan ekonomi jangka panjang, tetapi juga membantu Nusantara menjadi tujuan bagi penelitian dan pelatihan berteknologi tinggi.

Pada akhirnya, Nusantara berdiri di persimpangan ambisi besar dan perencanaan hati-hati. Perlu ada strategi cermat dan tepat sasaran untuk mewujudkannya agar tidak mangkrak. Dengan bimbingan prinsip-prinsip Bent Flyvbjerg, serta pemikiran inovatif, Nusantara memiliki potensi mengatasi tantangan-tantangan yang telah menggagalkan megaproyek di masa lalu dan menetapkan standar baru untuk apa yang mungkin dalam pembangunan perkotaan skala besar.

Joseph Rio Jovian Haminoto pengamat kebijakan publik, mantan mahasiswa Profesor Bent Flyvbjerg dari Universitas Oxford di Program Pascasarjana Major Programme Management (mmu/mmu)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial