Menyorot Kinerja Awal Kabinet Merah Putih

1 month ago 22

Jakarta -

Tidak jauh berbeda dari para pendahulunya, Presiden Republik Indonesia 2024-2029, Prabowo Subianto, berupaya untuk memadukan orang-orang yang berasal dari latar belakang profesional dan politik sekaligus untuk membantunya menjalankan pemerintahan di dalam Kabinet Merah Putih (KMP). Orang-orang dengan latar belakang profesional dibutuhkan karena urusan-urusan yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak perlu dikelola oleh para ahli, sementara tokoh-tokoh politik perlu diakomodasi karena kabinet adalah ejawantah dari penyelenggaraan kekuasaan.

Namun demikian, alih-alih melakukan substitusi, Presiden Prabowo memilih untuk melakukan komplementasi terhadap dua jenis latar belakang tersebut. Dampaknya, terutama setelah hampir dua bulan berjalan, kabinet gemuk tersebut mulai terlihat melahirkan beberapa konsekuensi praktikal. Dilihat dari kuantitasnya, kabinet ini benar-benar gemuk karena melibatkan lebih dari seratus orang di dalamnya. Rinciannya, terdapat 48 Menteri Negara dan 7 (tujuh) pejabat setingkat Menteri sebagai pembantu utama Presiden. Adapun komposisi Wakil Menteri (Wamen) -yang juga dilantik oleh Presiden- mencapai 56 orang.

Padahal, orang-orang yang duduk di kabinet tersebut diberi keleluasaan oleh Undang-Undang (UU), khususnya UU Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 yang kemudian diubah melalui UU Nomor 61 Tahun 2004 mengenai Kementerian Negara, untuk membidangi urusan-urusan pemerintahan yang tentu saja mempengaruhi kehidupan masyarakat secara umum. Oleh karenanya, jika tidak dengan baik diantisipasi, jumlah orang yang demikian banyak tersebut justru akan melahirkan persoalan-persoalan organisasi klasik semacam kompleksitas koordinasi dan potensi perbedaan kepentingan dari masing-masing decision maker.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Koordinasi yang tidak mudah tersebut bisa dilihat dari kerangka organisasional Kementerian yang, sebagai contoh, memiliki lebih dari satu Wamen. Tak cukup dua, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bahkan masing-masing memiliki tiga Wamen. Memang, jika merujuk pada pernyataan para menteri, pembagian kerja para Wamen tampak telah diputuskan. Namun demikian, secara operasional, realisasinya tetap tidak akan sederhana.

Peran Wamen sendiri, jika tidak diantisipasi dengan seksama, bisa menjadi bagian dari kompleksitas koordinasi itu sendiri. Menurut PP Nomor 60 Tahun 2012, kecuali ada tugas khusus langsung dari Presiden, secara umum Wamen hanya bertugas untuk membantu Menteri dalam menjalankan urusan-urusan pemerintahan. Dengan demikian, jelas bahwa Wamen tidak memiliki cukup ruang by law untuk membuat keputusan strategis Kementerian selagi Menteri bersangkutan masih aktif. Akhirnya, prosedur komunikasi, juga koordinasi antar lini baik antara para pejabat politik (Menteri-Wamen) maupun pejabat karier (eselon) jadi perlu diperkuat. Jangan sampai, program kerja terlalu lama berada di dalam kantor dan tidak segera menyentuh masyarakat.

Konflik kepentingan juga bisa saja terjadi mengingat Menteri, pejabat setingkat Menteri, Wamen, dan/atau Kepala Badan yang saat ini berada di dalam kabinet berasal dari latar belakang entitas politik yang bervariasi. Airlangga Hartarto (Menko Bidang Perekonomian) dan Zulkifli Hasan (Menko Bidang Pangan) adalah contoh anggota kabinet yang berasal dari partai politik (parpol) yang memang dari awal mendukung pasangan Prabowo-Gibran untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden (Wapres). Sementara itu, Immanuel Ebenezer yang menjadi Wamen Tenaga Kerja dan Budi Arie Setiadi (Menteri Koperasi) berangkat dari jaringan aktivis meski tetap terafiliasi dengan parpol tertentu. Uniknya, terdapat pula sebagian elite yang tetap bisa menjadi anggota kabinet meski saat pemilihan lalu berada di pihak yang berseberangan dengan Prabowo-Gibran.

Memang benar bahwa Menteri dipilih oleh Presiden melalui sebuah hak prerogatif. Namun demikian, konteks politik akan tetap menjadi pertimbangan. Pada Pemilu 2029 nanti, para parpol tentu berkepentingan untuk menjual kinerja kadernya yang menjadi Menteri/Wamen tersebut sebagai bahan kampanye. Tak cukup sampai di situ, sebagai penentu kebijakan, Menteri/Wamen tentu akan terus menerus disorot oleh media. Parpol yang berada di belakang mereka jadi ikut diberitakan terus menerus sehingga menaikkan popularitas organisasi. Di sinilah potensi konflik kepentingan terjadi. Menteri dan Wamen mesti tetap fokus untuk menjadi pembantu Presiden meski keuntungan-keuntungan elektoral untuk parpol akan datang dengan demikian derasnya.

Dilihat Secara Positif

Di sisi lain, kabinet gemuk ini juga bisa dilihat secara positif. Selain karena kongruensi eksekutif-legislatif yang relatif bisa terjaga setidaknya hingga saat ini karena struktur kabinet yang memang kokoh secara politik, pemecahan nomenklatur Kementerian juga mendorong para stakeholder untuk lebih fokus menyelesaikan persoalan-persoalan di dalamnya secara lebih terperinci.

Dalam konteks ini, stabilitas politik relatif terjaga karena sebagian besar ketua umum parpol parlemen mendapat mandat untuk menjadi Menteri/Wamen yang berarti bertugas untuk mengelola urusan-urusan eksekutif, sementara anggota partainya sebagian besar duduk sebagai anggota fraksi di DPR yang berarti mengelola urusan-urusan legislatif. Oleh karenanya, pelaksanaan rapat-rapat strategis antara Menteri dan Komisi tertentu di DPR bisa dilakukan secara lebih tenang karena para anggota fraksi tidak akan sampai menjatuhkan anggota sesama partainya, apalagi ketua umumnya, yang sedang mewakili pemerintah.

Hubungan organisasional antara legislatif dan eksekutif, dengan demikian, jadi relatif kondusif. Tugas rakyat untuk mengawal proses tersebut agar menjadi semakin substansial. Tidak berhenti di situ, di tingkat organisasi yang lebih luas, blok politik Merah Putih yang secara parlementarian pada awalnya hanya beranggotakan Gerindra, Golkar, PAN dan Demokrat mendapat amunisi tambahan dari PKB dan PKS. Memang, di banyak kesempatan, PKB dan PKS akan selalu berkilah secara normatif bahwa mereka akan tetap menjalankan fungsi pengawasan legislatif kepada eksekutif secara proporsional. Namun demikian, fakta bahwa kader/tokoh yang mereka ajukan telah berada di kabinet tentu membuat mereka berpikir dua kali untuk berada di pihak yang berseberangan dengan pemerintah.

Harapan positif lainnya datang dari pemecahan nomenklatur Kementerian ke dalam urusan-urusan yang lebih kecil. Kementerian Hukum dan HAM yang dipecah menjadi Kementerian Hukum dan Kementerian HAM, juga Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) yang dipecah menjadi Kementerian Pariwisata dan Kementerian Ekonomi Kreatif adalah contohnya. Tentu, Keputusan ini akan memproduksi dampak teknis yang cukup signifikan. Namun besar harapan, dilihat dari substansinya, tidak lagi terjadi simplifikasi atas berbagai persoalan di lapangan.

Tak cukup sampai di situ, pemecahan nomenklatur Kementerian ini juga berdampak pada reaktivasi beberapa Kementerian yang sempat vakum, meski sebenarnya penting. Kementerian yang menangani persoalan pangan misalnya, hidup kembali setelah terakhir kali eksis pada 1999. Reaktivasi ini tentu mesti dilihat sebagai momentum untuk merespons persoalan pangan global secara lebih cepat.

Memang, masih terlalu dini untuk menilai hasil kerja KMP Prabowo-Gibran. Namun demikian, rakyat sebagai penerima kebijakan yang akan/sedang dibuat tentu diizinkan untuk mengawasi jalannya pemerintahan sedini mungkin. Adapun salah satu dari sekian banyak hal yang bisa dikritisi dari kabinet ini adalah kerangkanya yang tampak terlalu akomodatif terhadap kekuatan politik dan tokoh profesional sekaligus.

Secara umum, setidaknya hingga saat ini, meskipun berpotensi memproduksi kompleksitas proses koordinasi dan konflik kepentingan sebagai pejabat negara atau petugas parpol, namun demikian kerangka politik kabinet yang kokoh dan pemecahan nomenklatur Kementerian ke dalam bidang yang lebih kecil cukup memberi harapan.

Aprilianto Satria Pratama Kepala Divisi Politik Lokal dan Otonomi Daerah Swasaba Research Initiative

(mmu/mmu)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial