Melihat Kembali Otak-Atik Aturan Elpiji 3 Kg

3 hours ago 2

Jakarta -

Upaya pemerintah menghentikan penjualan liquefied petroleum gas (LPG) atau "elpiji" 3 kg untuk pengecer membuat masyarakat kewalahan. Masyarakat kita tidak terbiasa membeli "gas melon" itu di pangkalan resmi milik Pertamina. Mereka terbiasa membeli di pengecer baik itu warung atau toko kelontong yang memiliki jarak tidak terlalu jauh dari pemukiman tempat mereka tinggal dengan ketersediaan hampir mencapai 24 jam.

Namun belakangan ini, publik dihebohkan dengan pemandangan antrean yang cukup panjang dilakukan oleh masyarakat untuk membeli gas elpiji 3 kg di pangkalan resmi milik Pertamina. Mulai 1 Februari 2025, LPG tidak lagi dijual di pengecer. Masyarakat hanya bisa membeli di pangkalan resmi milik Pertamina dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang sudah ditetapkan. Kebijakan ini memiliki tujuan yang mulia untuk memastikan distribusi lebih tepat sasaran serta menghindari margin keuntungan yang tinggi di tingkat pengecer. Namun sayang, masyarakat belum teredukasi secara masif tentang kebijakan ini.

Tiga hari berselang, Presiden Prabowo Subianto turun tangan mengatasi kesulitan masyarakat dalam membeli gas elpiji. Melalui Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, Presiden menginstruksikan kepada Menteri ESDM untuk mengaktifkan kembali pengecer-pengecer yang ada untuk berjualan seperti biasa.

Penyuluhan, Uji Coba, EvaluasiSeharusnya pemerintah melakukan penyuluhan terlebih dahulu kepada masyarakat agar terbiasa dan mengetahui di mana saja pangkalan resmi untuk pembelian LPG 3 kg tersebut.

Jika merujuk kepada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik khususnya Pasal 8 ayat (3), penyelenggara dan seluruh bagian organisasi penyelenggara bertanggung jawab atas ketidakmampuan, pelanggaran, dan kegagalan penyelenggaraan pelayanan. Dalam hal ini pemerintah dinilai gagal dalam memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai pembelian LPG 3 kg di pangkalan resmi Pertamina.

Andai saja lokasi pangkalan terdekat tersebut disosialisasikan secara masif kepada masyarakat jauh-jauh hari sebelum diimplementasikan, kejadian mengantre panjang mungkin dapat diminimalisasi.

Dalam kebijakan pelayanan publik, dikenal istilah evidence based policy atau kebijakan yang diambil berbasis data, analisis, dan pertimbangan matang para ahli. Hal ini bertujuan agar kebijakan yang diambil efektif, adaptif, dan tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Selama dua dekade terakhir, evidence based policy telah diterapkan di berbagai bidang seperti ekonomi, pencegahan kejahatan, dan perumahan. Negara-negara maju seperti AS, Inggris dan Uni Eropa adalah penganut konsep ini.

Kita bersepakat bahwa kebijakan pelayanan publik, untuk aturan yang sangat sensitif, sebaiknya jangan dilakukan tiba-tiba. Alangkah baiknya dilakukan uji coba terlebih dahulu. Pertanyaannya, apakah penjualan gas elpiji langsung di pangkalan ini sudah pernah diujicobakan di beberapa tempat dan apakah sudah dievaluasi pelaksanaannya? Jika belum dilakukan, itu bisa jadi pangkal masalahnya.

Seharusnya setiap kebijakan diuji coba dahulu dan dievaluasi dengan mempertimbangkan data, analisis, dan pertimbangan matang para ahli. Dari segi data misalnya, apakah dengan data pangkalan yang ada saat ini mampu menyentuh pelosok negeri dan dijangkau mudah masyarakat, kemudian apakah sudah dianalisis jarak pangkalan dengan tempat tinggal mereka, serta apakah pembelian lewat pangkalan ini telah mendengar masukan dari para ahli.

Terkesan Buru-Buru

Kebijakan pembatasan pembelian elpiji 3 kg juga terkesan terburu-buru di tengah belum banyak dan tersebarnya jumlah pangkalan resmi milik Pertamina di beberapa daerah. Selama ini masyarakat lebih mengandalkan pembelian lewat pengecer karena jarak tempuh yang relatif dekat dengan mereka tinggal.

Pengecer memiliki peran penting dalam membantu pendistribusian karena lebih dekat dengan kelompok rumah tangga. Jika pengecer ini dihilangkan dari rantai pemasok LPG 3 kg, justru menyebabkan masalah baru berupa jarak tempuh yang jauh dan antrean yang cukup panjang di pangkalan.

Pemerintah semestinya memberikan pelayanan konsultasi terlebih dahulu kepada pengecer untuk beralih menjadi pangkalan. Hal tersebut guna memberikan kesempatan kepada pengecer untuk naik level menjadi pangkalan. Edukasi dan konsultasi kepada pengecer atau warung kelontong juga penting diselenggarakan sebelum kebijakan pembelian LPG di pangkalan dijalankan, sehingga jumlah pangkalan tersebut dapat bertambah banyak dan terdistribusi secara merata serta dekat dengan kelompok yang berhak menerima subsidi LPG 3 kg ini.

Lantas, siapa sebetulnya yang berhak menerima subsidi LPG 3 kg ini? Ketentuan peraturan perundang-undangan telah mengatur sasaran pengguna LPG 3 kg antara lain kelompok rumah tangga, usaha mikro, nelayan sasaran, dan petani sasaran. Mereka yang beranggapan LPG 3 kg hanya untuk rakyat miskin itu adalah pembodohan publik.

Jika ditelisik lebih jauh, pemerintah menganjurkan menggunakan LPG secara masif dan serentak di Indonesia mulai 2007 silam. Hal itu tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2007 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Penetapan Harga Liquefied Petroleum Gas Tabung 3 Kilogram.

Optimalisasi Pengawasan

Di lain sisi, pemerintah perlu melakukan optimalisasi pengawasan dan penegakan sanksi tegas terhadap berbagai bentuk penyimpangan penyalahgunaan LPG 3 kg agar penyaluran lebih tepat sasaran. Setiap pangkalan harus memasang biaya/tarif yang jelas. Dibutuhkan juga penanganan pengaduan, saran, dan masukan agar masyarakat yang menemukan penyimpangan dapat melaporkan kepada pihak yang berwenang.

Pertamina selaku badan usaha yang ditugaskan untuk menyediakan dan mendistribusikan LPG 3 kg juga harus rutin untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBE)/Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE), Penyalur, dan Sub Penyalur dalam pelaksanaan Pendistribusian Isi Ulang. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 37.K/MG.05/MEM.M/2023 tentang Petunjuk Teknis Pendistribusian Isi Ulang Liquefied Petroleum Gas Tertentu Sesuai Sasaran.

Menjaga Subsidi Tepat Sasaran

Menjaga subsidi LPG 3 kg tepat sasaran memang tidaklah mudah; ada beberapa kendala yang dihadapi. Pertama, jumlah pangkalan tidak tersebar secara merata. Kedua, masyarakat yang berhak menerima subsidi belum terbiasa membeli di pangkalan. Ketiga, masyarakat belum mengetahui lokasi pangkalan terdekat. Keempat, pengecer yang ingin beralih menjadi pangkalan belum mengetahui tata cara pendaftaran. Kelima, potensi penyalahgunaan subsidi marak terjadi.

Oleh karena itu beberapa hal yang dapat dilakukan pemerintah; pertama, memetakan jumlah pangkalan agar tersebar secara merata dan dapat dijangkau dengan mudah oleh penerima subsidi. Perlu evaluasi secara komprehensif jumlah dan sebaran pangkalan di tiap kabupaten/kota di Indonesia.

Kedua, lakukan edukasi bagi kelompok penerima subsidi mengenai tata cara pendaftaran pembelian LPG 3 kg di pangkalan. Edukasi ini meliputi dasar hukum, persyaratan, sistem, mekanisme dan prosedur, biaya/tarif, dan nomor pengaduan.

Ketiga, lakukan sosialisasi secara masif mengenai lokasi pangkalan terdekat kepada masyarakat. Ini penting agar masyarakat dapat menemukan titik pangkalan di sekitar lokasi tempat tinggal yang mudah dijangkau apabila terjadi antrean pembelian ataupun kehabisan stok elpiji 3 kg.

Keempat, lakukan pendampingan dan konsultasi kepada pengecer untuk mendaftar menjadi pangkalan. Aturan mengenai pendaftaran menjadi pangkalan ini juga harus dipermudah dan tidak memberatkan; jangan sampai ada penyimpangan prosedur dan permintaan imbalan di luar ketentuan yang justru memberatkan bagi pengecer.

Kelima, optimalkan pembinaan dan pengawasan oleh Pertamina kepada Penyalur dan Sub Penyalur serta pemberian sanksi jika terdapat pelanggaran atas ketentuan pendistribusian LPG 3 kg. Langkah ini penting dilakukan guna meminimalisasi dan mencegah terjadinya penyalahgunaan LPG 3 kg seperti penyuntikan tabung, pengomplosan Gas LPG 3 kg ke LPG non subsidi, penjualan LPG 3 kg kepada bukan penerima subsidi, dan penjualan melebih HET.

Dengan demikian, penyalahgunaan subsidi LPG 3 kg dapat dicegah. Pelaksanaan kebijakan pun diharapkan dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas.

Fathurrahman Jamil Asisten Ombudsman RI

(mmu/mmu)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial