Jakarta -
Israel pada Kamis (29/5) mengumumkan rencana pendirian 22 permukiman Yahudi baru di wilayah pendudukan Tepi Barat, Palestina.
Keputusan tersebut diambil oleh kabinet keamanan Israel dan diumumkan oleh Menteri Keuangan sayap kanan, Bezalel Smotrich, yang juga seorang pemukim, serta Menteri Pertahanan Israel Katz, yang mengawasi pemukiman Yahudi di wilayah Palestina.
Ekspansi nantinya dibarengi jaminan legalisasi bagi pos-pos permukiman ilegal yang sudah dibangun tanpa izin pemerintah. Sementara pada saat yang sama, serangan udara Israel ke Jalur Gaza menewaskan sedikitnya 13 orang dalam semalam, menurut pejabat kesehatan setempat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Israel merebut Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem Timur dalam Perang Enam Hari pada tahun 1967. Palestina ingin menjadikan ketiga wilayah tersebut sebagai bagian dari negara masa depan. Sebabnya, komunitas internasional menganggap permukiman Israel di wilayah pendudukan sebagai ilegal dan sebagai hambatan utama bagi penyelesaian konflik di Timur Tengah.
Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, menyatakan bahwa keputusan pembangunan permukiman Yahudi "memperkuat cengkeraman kita di Yudea dan Samaria", ujarnya merujuk kepada istilah Alkitab untuk wilayah Tepi Barat.
Dia menambahkan bahwa ekspansi pemukiman di daerah pendudukan "menegaskan hak historis bangsa Yahudi atas Tanah Israel, sekaligus menjadi jawaban telak terhadap terorisme Palestina." Menurutnya, pembangunan permukiman juga merupakan "langkah strategis untuk mencegah pembentukan negara Palestina yang bisa membahayakan Israel."
Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Ekspansi terbesar sejak Kesepakatan Oslo
Kelompok pengawas anti-permukiman Israel, Peace Now, menyebut langkah tersebut sebagai ekspansi permukiman terbesar sejak Perjanjian Oslo tahun 1993, yang kala itu membuka jalan bagi proses perdamaian. Menurut mereka, pendirian permukiman baru di jantung wilayah pendudukan akan "mengubah wajah Tepi Barat secara dramatis dan memperdalam pendudukan lebih jauh."
Israel telah membangun lebih dari 100 permukiman di Tepi Barat yang kini dihuni sekitar 500.000 warga Israel. Bentuk permukiman Yahudi ini bervariasi, mulai dari pos kecil di atas bukit hingga komunitas lengkap dengan blok apartemen, pusat perbelanjaan, pabrik, dan taman. Kebanyakan pemukiman dihuni kaum Yahudi garis keras yang membenarkan praktik pendudukan. Militer Israel berkewajiban melindungi setiap pemukiman, meski artinya membatasi ruang gerak sekitar tiga juta warga Palestina di kampung halamannya sendiri.
Di Tepi Barat, warga sipil Palestina secara umum hidup di bawah kekuasaan militer Israel. Adapun Otoritas Palestina hanya menguasai kota-kota besar. Sementara warga Israel yang hidup di wilayah pendudukan menikmati status kewarganegaraan penuh.
Peace Now menyebutkan, rencana pemerintah mencakup legalisasi 12 pos permukiman ilegal, pembangunan 9 permukiman baru, serta pengklasifikasian ulang zona pemukiman untuk dimekarkan.
"Pemerintah secara terang-terangan menunjukkan bahwa mereka lebih memilih memperkuat pendudukan dan melakukan aneksasi de facto ketimbang mengupayakan perdamaian," kata Peace Now.
Minimnya tekanan dari AS
Sejak beberapa tahun terakhir, Israel sudah mempercepat pembangunan permukiman Yahudi, bahkan sebelum serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang memicu perang di Gaza. Perluasan ini semakin membatasi ruang gerak warga Palestina dan menjauhkan kemungkinan terbentuknya negara Palestina yang layak dan merdeka.
Pada masa kepemimpinan Presiden Donald Trump, AS untuk pertama kalinya mendukung klaim Israel atas wilayah yang direbut melalui perang, serta mengambil langkah-langkah yang melegitimasi permukiman. Adapun Presiden Joe Biden, yang secara resmi menentang permukiman, juga tidak banyak menekan Israel untuk menghentikan ekspansi.
Mahkamah Internasional (ICJ) tahun lalu menyatakan bahwa keberadaan pemukim Israel di wilayah pendudukan Palestina adalah ilegal. Majelis di Den Haag itu menuntut dihentikannya segala bentuk pembangunan atau peresmian permukiman.
Israel menolak opini non-mengikat dari ke15 hakim tersebut, dengan menyatakan bahwa wilayah Tepi Barat Yordan adalah bagian dari tanah historis bangsa Yahudi.
Permukiman Israel di Gaza
Israel sebenarnya telah menarik semua pasukan dan membubarkan seluruh permukiman di Jalur Gaza saat hengkang pada tahun 2005. Kini, sejumlah pejabat pemerintah menyerukan agar warga Israel bisa kembali bermukim secara permanen di wilayah tersebut.
Mereka meminta sebagian besar warga Palestina di Gaza dipindahkan ke tempat lain secara sukarela. Oleh banyak pihak, rencana ini dianggap sebagai bentuk pengusiran paksa dan melanggar hukum internasional.
Saat ini, Israel menguasai lebih dari 70 persen wilayah Jalur Gaza, menurut Profesor Yaakov Garb dari Universitas Ben Gurion yang telah lama meneliti penggunaan lahan di wilayah Israel-Palestina. Area ini mencakup zona penyangga di sepanjang perbatasan Israel serta Kota Rafah di selatan yang kini nyaris kosong, dan wilayah-wilayah lain yang telah diperintahkan Israel untuk dievakuasi.
Kritik dan kecaman
Rencana Israel memicu kritik tajam dari sejumlah negara, termasuk sekutu di Barat. Pemerintah Inggris, misalnya, menyebut tindakan itu sebagai "rintangan yang disengaja" bagi negara Palestina, sementara juru bicara kepala PBB Antonio Guterres mengatakan langkah Israel mendorong upaya menuju solusi dua negara "ke arah yang salah".
Menteri Inggris untuk Timur Tengah, Hamish Falconer, mengatakan rencana pemerintahan Benjamin Netanyahu membahayakan "solusi dua negara" dan tidak melindungi Israel.
Sementara Yordania menyebut langah Israel Ilegal, dan "merusak prospek perdamaian dengan memperkuat pendudukan".
"Kami menentang semua" perluasan permukiman, kata juru bicara PBB Stephane Dujarric, mengulangi seruan agar Israel menghentikan kegiatan yang menghalangi perdamaian dan pembangunan ekonomi.
"Pemerintah Israel tidak lagi berpura-pura. Pencaplokan wilayah pendudukan dan perluasan permukiman adalah tujuan utamanya," tulis organisasi HAM Peace Now.
Dalam pengumumannya, Menteri Keuangan Bezalel Smotrich memberikan pembelaan awal, saat mengatakan: "Kami tidak mengambil tanah asing, tetapi warisan leluhur kami."
Editor: Yuniman Farid
(ita/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini