Jakarta -
Saya cukup dalam merenungkan fakta ketika salah satu keponakan saya yang alumnus Pascasarjana Jurusan Fisika akhirnya bekerja sebagai AI Engineer. Sertifikat pendamping ijazah keahlian koding dari sebuah lembaga kursus daring justru menjadi penentu debutnya di dunia kerja. Kursus dan sertifikasi berbasis Learning Management System (LMS) mampu memenuhi kebutuhannya untuk bersaing di pasar kerja.
Tentu saya tidak berpretensi bahwa bangku kuliah dan ijazah sarjana atau pascasarjana sudah tidak diperlukan lagi. Namun keahlian khusus sesuai kebutuhan pemberi kerja dan pencari kerja tidak dipungkiri banyak dipenuhi oleh berbagai macam kursus dan sertifikasi. Dan, banyak lembaga kursus daring yang lebih fleksibel dalam penyelenggaraan program pembelajaran dibanding perguruan tinggi atau sekolah.
Kembali ke kasus keponakan saya di atas, saya tidak akan membahas kesesuaian antara keilmuan yang ditekuni seseorang dengan jenis pekerjaan yang kelak ditekuninya. Saya ingin mengupas bagaimana peran LMS dewasa ini dan potensi perkembangannya pada masa depan --terlepas dari kebutuhan peserta didik untuk bersosialisasi dan berinteraksi secara langsung secara luring. Terutama pengaruh Kecerdasan Buatan (AI) yang membuat LMS lebih efektif sebagai alat bantu dan pendukung proses belajar-mengajar yang saat ini banyak dilakukan secara hybrid bahkan sepenuhnya daring.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melalui sebuah kursus daring terbukti keponakan saya 'perform' atau memiliki kapasitas dan kompetensi untuk bekerja di bidang baru yang berbeda dengan keilmuan yang sebelumnya ditekuni di kampus. Kursus yang diselenggarakan lembaga seperti Udemy, Coursera, dan TensorFlow menjadi contoh keberhasilan pembelajaran. Tentu hal itu berlaku pada lembaga sejenis.
Pendamping yang Cerdas
Pembelajaran berbasis AI dalam LMS merupakan inovasi yang mengubah cara kita memahami pendidikan. Dengan integrasi AI, LMS tidak hanya berfungsi sebagai platform penyedia materi dan alat komunikasi, tetapi juga sebagai pendamping yang cerdas dan adaptif dalam proses belajar-mengajar. Teknologi ini mampu menganalisis data yang dihasilkan oleh setiap interaksi siswa di dalam sistem, termasuk waktu yang dihabiskan untuk mempelajari materi tertentu, hasil dari kuis atau ujian, serta pola kesalahan yang sering terjadi.
AI mampu melakukan personalisasi. Salah satunya dalam hal mendeteksi siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami suatu topik. Ketika ada siswa yang berulang gagal dalam kuis atau tidak aktif dalam forum diskusi terkait suatu materi, sistem AI dapat memberikan peringatan kepada guru dan menyarankan materi tambahan untuk siswa tersebut. Misalnya, jika seorang siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep matematika tertentu, AI akan memberikan rekomendasi video penjelasan lebih lanjut, latihan tambahan, atau bahkan modul interaktif yang dirancang khusus untuk memperdalam pemahaman mereka.
Sebaliknya, bagi siswa yang menunjukkan performa baik dan cepat menyelesaikan materi, AI juga dapat merekomendasikan tantangan baru, seperti tugas lebih lanjut atau materi yang lebih kompleks. Dengan demikian, siswa yang lebih cepat dalam memahami materi tidak akan merasa bosan atau terbatas dengan kecepatan kelas secara keseluruhan, sementara siswa yang memerlukan bantuan tambahan bisa mendapatkan dukungan yang lebih intensif.
Salah satu contoh implementasi AI yang efektif dapat ditemukan di platform pembelajaran daring seperti Duolingo. Platform ini menggunakan AI untuk mempersonalisasi pengalaman belajar bahasa setiap pengguna. Berdasarkan performa siswa, AI akan menyesuaikan tingkat kesulitan latihan, memberikan koreksi otomatis, dan mengulang topik-topik yang belum dikuasai oleh pengguna. Selain itu, Duolingo juga memberikan masukan langsung mengenai kesalahan tata bahasa atau penggunaan kata yang salah, yang semuanya dilakukan secara otomatis dan real-time oleh sistem AI.
AI juga mulai diterapkan dalam platform LMS di tingkat pendidikan formal. Sebagai contoh, beberapa universitas di dunia telah mengintegrasikan AI untuk membantu dosen dalam memberikan umpan balik pada tugas dan esai yang dikumpulkan oleh mahasiswa. Dengan memanfaatkan teknologi Natural Language Processing (NLP), sistem dapat membaca dan mengevaluasi esai, memberikan saran perbaikan, serta mengidentifikasi area di mana siswa mungkin memerlukan bantuan tambahan. Penggunaan AI dalam penilaian ini tidak hanya mempercepat proses penilaian, tetapi juga memberikan masukan yang lebih spesifik dan personal bagi setiap siswa.
Pembelajaran Adaptif
Salah satu kekuatan utama AI dalam LMS adalah kemampuannya untuk mendukung personalisasi dan pembelajaran adaptif. Dalam kelas konvensional, guru sering kesulitan memberikan perhatian yang sama kepada setiap siswa, terutama dalam kelas dengan jumlah siswa yang banyak. Namun, dengan AI, LMS dapat mengumpulkan data dari setiap interaksi siswa dan menyesuaikan materi sesuai dengan kebutuhan mereka.
Contohnya, siswa yang belajar matematika melalui platform berbasis AI dapat menghadapi set latihan yang berbeda tergantung pada kemampuan mereka. Siswa yang lebih cepat dalam memahami konsep akan diberikan soal dengan tingkat kesulitan yang meningkat, sementara siswa yang membutuhkan lebih banyak waktu dapat mengulang latihan dengan variasi soal yang lebih sederhana. Hal ini memastikan bahwa setiap siswa mendapatkan materi yang tepat sesuai dengan kecepatan dan kemampuan mereka masing-masing, yang secara signifikan meningkatkan efektivitas pembelajaran.
Meskipun AI menawarkan banyak manfaat, ada beberapa tantangan yang harus diatasi dalam penerapannya. Salah satu tantangan terbesar adalah masalah privasi dan keamanan data. Penggunaan AI dalam LMS memerlukan pengumpulan data pribadi dan akademis siswa dalam jumlah besar. Data ini mencakup riwayat pembelajaran, preferensi, dan bahkan hasil evaluasi siswa, yang semuanya dapat sangat sensitif jika tidak dikelola dengan benar. Oleh karena itu, penting bagi institusi pendidikan untuk memastikan bahwa LMS berbasis AI yang mereka gunakan memiliki protokol keamanan yang kuat, termasuk enkripsi data dan kebijakan privasi yang ketat.
Selain itu, ada juga tantangan terkait keterbatasan infrastruktur di beberapa wilayah, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Penerapan AI membutuhkan konektivitas internet yang stabil serta perangkat keras yang memadai, yang mungkin belum tersedia di seluruh daerah. Ini menjadi kendala dalam penerapan LMS berbasis AI secara merata, terutama di sekolah-sekolah yang berada di wilayah terpencil. Sebagai solusinya, pemerintah dan sektor swasta perlu bekerja sama dalam meningkatkan akses infrastruktur teknologi di seluruh negeri, sehingga semua siswa dapat menikmati manfaat dari teknologi AI dalam pendidikan.
AI dalam LMS menawarkan pendekatan baru yang lebih personal, adaptif, dan interaktif dalam proses pembelajaran. Dengan kemampuan menganalisis data siswa, memberikan rekomendasi yang disesuaikan, dan mendukung pembelajaran adaptif, AI membuka peluang besar untuk meningkatkan kualitas pendidikan di berbagai tingkatan. Seiring dengan berkembangnya teknologi AI, masa depan pendidikan yang lebih inklusif dan efektif pun semakin mendekat.
Kita tidak perlu khawatir bahwa AI dan LMS akan menggantikan posisi guru sepenuhnya. Keduanya adalah alat bantu atau asisten yang akan membuat pembelajaran lebih efektif dan menarik. Tentu jika digunakan dengan benar dan bijak.
M Taufan Agasta digital media enthusiast
(mmu/mmu)