Jakarta - Harus diakui mengurus jabatan akademik bagi seorang dosen adalah hal tidak mudah. Ketentuan kenaikan jabatan akademik dosen masih mengacu Pedoman Operasional Penilaian Angka Kredit (PO PAK) 2019. Ketentuan atau aturan tersebut harus dikuasai, baik secara substansi, teknis, bahkan terkadang sangat administratif. Apalagi kalau mengusulkan ke Lektor Kepala atau Profesor, si pengusul harus cermat dan detail melengkapi semua persyaratan dengan benar, lengkap, dan dapat diakses.
Sekalipun ke depan ini proses kenaikan jabatan akademik tampak lebih mudah, yakni melalui Sister --sistem yang dikembangkan Dirjen Dikti, Riset, dan Teknologi untuk monitor dan evaluasi kinerja dosen-- namun tetap saja tidak sederhana. Butuh energi besar untuk fokus dan telaten mengerjakan proses usulan jabatan akademik.
Profesor adalah jabatan akademik tertinggi bagi seorang dosen. Tidak semua dosen mampu menjadi profesor, karena memang harus memenuhi syarat dan ketentuan tertentu. Seperti halnya tentara atau polisi tidak semuanya akan menjadi jenderal.
Menjadi profesor itu sekilas mirip seperti haji bagi seorang muslim. Haji adalah rukun Islam terakhir (ke-5), diawali dengan syahadat, alat, zakat, dan puasa. Seorang yang berhaji sesuai syariat mendapatkan predikat haji mabrur. Haji mabrur adalah seseorang yang kehidupannya selalu berbuat baik, suka bersedekah dan memiliki tutur kata yang baik. Seorang haji mabrur adalah orang yang telah selesai dengan dirinya sendiri, sehingga kehidupannya adalah untuk manfaat bagi orang lain dan sosial kemasyarakatan.
Seorang profesor, juga demikian. Seorang profesor hendaknya telah selesai dengan dirinya; artinya ia telah mampu menyelesaikan kehidupan akademiknya, mampu bekerja mandiri ,dan menulis untuk publikasi. Ia mempunyai kompetensi akademik dan menggunakannya untuk kemanfaatan bagi sivitas akademika dan masyarakat lainnya. Karena itu, seorang profesor menjadi role model atau teladan akademik bagi mahasiswa dan dosen lainnya.
Role model memiliki sedikitnya dua ciri. Pertama, menunjukkan rasa hormat dan kesadaran diri. Role model adalah sosok panutan yang memiliki sikap positif, penuh hormat, menunjukkan kesadaran diri, serta mempengaruhi tindakan dan perilaku orang lain.
Kedua, menunjukkan komitmen terhadap nilai dan tujuan. Role model adalah seseorang yang teguh dalam hal etika, dan bersemangat dalam menyelesaikan pekerjaannya dengan baik serta membantu orang lain mengembangkan etos kerja dan kepercayaan diri yang kuat.
Membentuk seorang profesor yang menjadi role model adalah keinginan semua pihak, khususnya Dirjen Dikti. Profesor role model inilah yang ditunggu oleh para dosen dan mahasiswa, yang siap mendampingi, mengajari, dan menginspirasi untuk membentuk lingkungan akademik, meningkatkan produktivitas keilmuan perguruan tinggi.
Membentuk profesor role model tersebut bukanlah hal mudah. Tidak semua profesor bisa menjadi role model. Dan, inilah yang kemudian menjadi masalah saat ini. Kriteria profesor role model dalam aturan jabatan akademik dapat didekati dari integritas dan kinerja akademik (khususnya publikasi). Dua hal itu sekarang dilihat kepada seorang calon profesor atau profesor.
Integritas merujuk kepada bagaimana kinerja profesor memenuhi kaidah, nilai, dan etika akademik sebelum dan sesudah menjadi profesor. Sebagaimana diketahui, proses pengusulan jabatan profesor adalah proses pada sisi muara atau hilir. Proses ini cenderung administratif semata, yang tampak mata.
Namun, penilaian integritas sesungguhnya cermin keseluruhan proses dan kehidupan profil profesor (sejak menjadi asisten dosen), bisa terkait karakter, leadership, social relation, trust, dan keterbukaan sebagaimana ciri role model di atas.
Kinerja akademik profesor dapat dilihat dari output akademik berupa tridarma perguruan tinggi. Dalam usulan profesor, hal yang kritikal adalah pemenuhan kinerja penelitian dan syarat khusus. Syarat khusus usulan profesor adalah kemampuan menulis artikel di jurnal internasional bereputasi. Sederhananya, si calon profesor seyogianya mampu menulis sendiri artikel yang bermutu dan terbit di jurnal internasional bereputasi.
Menulis sendiri diberi garis bawah; maknanya profesor harus mampu membuktikan karyanya ditulis sendiri (bukan ditulis oleh tukang atau makelar) dan dilengkapi bukti korespondensi dengan editor jurnal tempat artikelnya diterbitkan. Semakin banyak jumlah artikel yang memenuhi syarat khusus, maka memberikan nilai positif dalam proses penilaian usulan.
Karena itu, profesor hendaknya mempersiapkan jurnal internasional bereputasi sebanyak mungkin. Mengapa? Karena itu menunjukkan track record publikasi sebagai dosen yang konsisten menulis dan meneliti, dengan substansi yang riset yang membentuk road map sesuai kompetensi keilmuan dan sesuai dengan keilmuan program studi.
Dengan track record publikasi tersebut, kepakarannya diakui, ditunjukkan dengan penghargaan atau pengakuan koleganya, dengan jumlah sitasi dan H-indeks yang berkualitas. Demikianlah, seorang calon guru besar hendaknya punya H-indeks. Menjadi aneh calon guru besar menunjukkan H-indeks 0 atau 1, ini menunjukkan yang bersangkutan belum punya track record publikasi, dan terkesan memaksakan diri menjadi guru besar.
Dalam proses penilaian usulan profesor itu, dalam kasus tertentu, si calon profesor diundang untuk bertemu penilai, untuk klarifikasi dan memastikan artikelnya itu memenuhi syarat, bermutu, dan berintegritas. Penilai akan sangat mengapresiasi calon profesor dengan kinerja dan produktivitas publikasi yang bermutu dan konsisten. Penilai adalah para profesor dengan kinerja publikasi yang luar biasa. Mereka dengan pengalamannya mampu menilai kelayakan usulan profesor.
Hal yang menggembirakan, saat ini banyak dosen berusia muda menjadi profesor, karena memiliki track record publikasi artikel di jurnal internasional bereputasi. Mereka ini mempersiapkan dan memperjuangkan kariernya dengan sungguh-sungguh, dengan studi doktor pada usia muda. Selesai studi S3 bukan merasa puas, tetap konsisten produktif menulis.
Setelah mendapatkan jabatan guru besar atau profesor, ia makin produktif menulis dengan berkolaborasi dengan mahasiswa atau peneliti lain, dan menghasilkan temuan-temuan ilmiah baru. Karyanya disitasi banyak peneliti lain sehingga memiliki H indeks tinggi, mencerminkan pengakuan oleh kolega dan komunitas akademik dari berbagai negara. Mereka telah selesai dengan dirinya sendiri, dan memberi manfaat bagi orang lain.
Beruntung Dirjen Dikti sudah membangun Sinta, suatu sistem online untuk mengukur kinerja sains dan teknologi seorang dosen atau peneliti, program studi, atau lembaga/perguruan tinggi. Dari Sinta itu, kinerja dosen, calon profesor, atau profesor dapat dilihat dan dinilai.
Sinta menampilkan kinerja publikasi seseorang sepanjang kariernya, jumlah artikel, di jurnal mana saja terbit, dengan siapa berkolaborasi, jumlah sitasi, H indeks, dan luaran lainnya. Sinta kini sudah terhubung dengan Sister, dan digunakan untuk proses pengusulan jabatan akademik oleh Dirjen Dikti.
Ramainya pemberitaan tentang profesor saat ini adalah akibat tidak terpenuhinya integritas dan kinerja publikasi calon profesor atau profesor. Mereka ini mungkin terlalu memaksakan diri mengusulkan jabatan profesor, sementara kinerja publikasi tidak mendukung, dengan jumlah publikasi artikel dan sitasi rendah. Jelasnya, menjadi profesor itu bukan hal sulit, namun harus disiapkan dengan track record publikasi.
Iwan Nugroho Guru Besar, Ketua Tim PAK Universitas Widyagama Malang (mmu/mmu)