Jakarta -
Diskursus mengenai Ibu Kota Nusantara (IKN) masih menjadi pajangan menarik di berbagai platform media massa maupun media sosial. Bahkan, pemerintah terkesan ingin menjaga agar pembicaraan tentang IKN tetap menjadi pembahasan di ruang publik, termasuk dengan sengaja menciptakan kontroversi misalnya riding dan makan malam bersama para influencer nasional.
Paling mutahir, Presiden Jokowi sesumber menyatakan bahwa pemindakan ibu kota negara ke IKN merupakan keputusan seluruh rakyat Indonesia. Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa ada penurunan kepercayaan diri Presiden Jokowi atas masa depan IKN. Hal tersebut tentu saja dapan menambah keraguan publik atas masa depan IKN, selain masih minimnya minat investor asing.
Ternyata, megahnya Istana Garuda, meriahnya Upacara Hari Kemerdekaan dan masifnya gimik yang diciptakan pemerintah, belum mampu menarik minat investor asing berinvestasi di IKN. Sepinya investasi asing di IKN bukanlah perkara yang sepele, namun ada hal yang lebih fundamental. Pasalnya, kegiatan ekonomi era ini banyak dipengaruhi oleh prinsip-prinsip yang mendasar yang berlaku secara global, yaitu ikwal keberlanjutan (sustainability) dan inklusivitas (inclusivity).
Perubahan Paradigma Kegiatan Ekonomi
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kontrol terhadap perubahan iklim dan emisi gas rumah kaca menjadi faktor pendorong utama terjadinya perubahan paradigma kegiatan ekonomi secara universal. Hal tersebut telah dilegitimasi melalui kesepakatan internasional, misalnya Perjanjian Paris 2015 dan Kebijakan European Union (EU) Green Deal 2019. Meskipun berasal dari latar belakang yang berbeda, namun keduanya mempunyai latar depan yang sama, salah satunya adalah anti alih fungsi hutan (deforestasi-free) untuk beberapa tahun ke depan demi tercipta dunia yang lebih berkelanjutan.
Regulasi tersebut menyiratkan sekumpulan kewajiban yang kuat terhadap perusahaan agar menempatkan uangnya di tempat yang benar, yang konsisten dengan etika lingkungan (environment ethics). Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan yang berasal dari negara-negara yang taat aturan dan peduli terhadap keberlanjutan akan berpikir panjang untuk menanamkan modalnya di IKN. Pasalnya, IKN dibangun di atas lahan yang berstatus hutan dan rumah bagi ekosistem khas daerah tersebut.
Meskipun pemerintah telah berkilah bahwa IKN akan dibangun dengan konsep forest city, namun tidak serta merta hal itu dapat menghilangkan tindakan deforestasi yang sudah dilakukan. Selain itu, pemerintah masih gamang dan inkonsisten dalam menerjemahkan semangat ekonomi yang berkelanjutan.
Secara hukum, pemerintah memang menyatakan dengan tegas komitmennya dalam melaksanakan perjanjian-perjanjian internasional yang mensyaratkan keberlanjutan dalam aspek lingkungan dan ekonomi. Di sisi yang lain, faktanya, pemerintah masih mengandalkan ekonomi ekstraktif untuk meningkatkan investasi, seperti tambang dan alih fungsi lahan. Sehingga, wajar saja bila Presiden Jokowi mengeluh bahwa negara maju tidak berani investasi ekonomi hijau di Indonesia.
Selain keberlanjutan, perjanjian-perjanjian internasional di atas juga mendorong agar proyek-proyek yang diproyeksikan untuk pertumbuhan ekonomi suatu negara dilakukan dengan prinsip inklusivitas. Era ini, negara-negara sepakat untuk berpegang teguh pada green growth, yaitu mensyaratkan pertumbuhan yang memperhatikan lingkungan hidup. Sementara itu, secara bersamaan harus memberikan perhatian khusus pada masa depan masyarakat lokal dan masyarakat adat. Sehingga, tercapai pertumbuhan ekonomi untuk semua, tidak ada yang ditinggalkan (no one left behind) dan tidak ada yang dimarjinalkan.
IKN Cenderung Bersifat Eksklusif
Alih-alih konsisten dengan semangat universal, IKN malah cenderung dibangun dengan konsep eksklusivitas. Secara eksklusif, Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan Ibu Kota Nusantara disahkan untuk menjamin investor memiliki hak atas tanah di IKN hingga 190 tahun. Otorita IKN berdalih bahwa hal tersebut dilakukan untuk memberikan kepastian (certainty) dan kejelasan (clarity) kepada calon investor di IKN. Namun, apakah sudah ada jaminan atas certainty dan clarity terhadap kondisi masyarakat lokal dan masyarakat adat yang terkena dampak pembangunan IKN?
Selain itu, Undang-Undang No 21 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara menyiratkan bahwa IKN berfungsi secara eksklusif sebagai tempat beraktivitas pejabat lembaga negara, aparatur sipil negara, perwakilan negara asing dan perwakilan organisasi/lembaga internasional. Sehingga, dapat disebutkan bahwa IKN memang dibuat khusus untuk para elit.
Dari UU IKN memang terlihat bahwa dari awal pembangunan IKN tidak dilakukan dengan prinsip inklusivitas. Oleh karena itu, klaim bahwa pembangunan IKN dilakukan demi pemerataan terkesan hanya ilusi belaka. Sehingga, kondisi demikian berpengaruh terhadap peningkatan keraguan para investor dari negara maju untuk berinvestasi di IKN.
Berharap pada Investor Domestik
Melalui dua faktor di atas, maka pembangunan IKN memang belum konsisten terhadap prinsip pembangunan universal. Sehingga, hal tersebut juga berpotensi besar menjadi sebab masih absennya investor asing di IKN hingga saat ini. Namun, meskipun masih sepi investasi asing, pembangunan IKN harus terus berlanjut, sejak Rp 71,8 triliun uang rakyat sudah telanjur ditanamkan di IKN dan berpotensi bertambah lagi.
Selain itu, rakyat yang diklaim ikut memutuskan pemindahan ibu kota negara terancam oleh pungutan-pungutan baru oleh pemerintah. Bahkan, masyarakat lokal harus berhadapan dengan aparat hukum akibat upaya menuntut haknya di atas lahan IKN. Oleh karena itu, perilaku pemerintah dan investor domestik dipertaruhkan demi masa depan pembangunan IKN ini.
Pembangunan IKN saat ini dapat bergantung pada investor domestik, sejak sepinya investor asing. Namun, pemerintah dan investor domestik yang berinvestasi di IKN harus tetap menunjukkan penghargaan yang setingginya pada lingkungan hidup, termasuk menghormati hak-hak masyarakat lokal dan masyarakat adat. Pembangun IKN dengan prinsip sustainability dan inclusivity akan menjadi bukti yang kuat bahwa Indonesia merupakan rumah yang tepat untuk ekonomi hijau dunia. Sehingga, IKN berpotensi menjadi simbol pembangunan yang berkelanjutan.
Muhammad Insan Tarigan pegiat hukum internasional
(mmu/mmu)