Jakarta -
Mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) yang juga dikenal makelar kasus, Zarof Ricar, mengakui menerima duit Rp 200 miliar dari hasil pengurusan perkara. Zarof mengatakan uang itu diberikan dalam bentuk mata uang asing.
Hal itu disampaikan Zarof Ricar saat diperiksa sebagai terdakwa kasus dugaan vonis bebas Ronald Tannur di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Jakarta Pusat, Senin (19/5/2025). Zarof mengaku tidak ingat detail rincian perolehan Rp 200 miliar dari hasil pengurusan perkara tersebut.
"Dari Rp 900 (miliar) sekian itu yang untuk pengurusan itu berapa?" tanya jaksa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya waktu itu di penyidik saya asal nyebut aja, itu hampir sekitar Rp 200 (miliar) saya bilang," jawab Zarof.
"Rinciannya tahu nggak?" tanya jaksa.
"Nggak hafal, nilai uang segitu aja di dalam itu aja saya nggak tahu jumlahnya," jawab Zarof.
Zarof mengatakan uang itu diterima sekitar tahun 2015 atau 2016. Dia mengaku hanya asal menaruh uang itu ke brankas di rumahnya yang kemudian ditemukan jaksa saat penggeledahan.
"Karena saking banyaknya?
"Ya bukan saking banyaknya, saya taruh-taruh aja," jawab Zarof.
"Mulai kapan?" tanya jaksa.
"Sekitar 2015 an atau 2016," jawab Zarof.
Jaksa lalu mendalami jabatan Zarof saat menerima uang tersebut. Dia mengatakan uang itu diterima saat menjabat Sekretaris Ditjen Peradilan Umum (Badilum) MA.
"Dari waktu jabatan apa, Direktur Pidana?
"Bukan, Direktur Pidana nggak masuk hitungan itu pak," jawab Zarof.
"Sejak kapan?" tanya jaksa.
"Dari waktu jadi Ses (Sekretaris Ditjen Peradilan Umum MA) itu saya itu, itu dari bisnis bisnisnya mulai dari Ses," jawab Zarof.
"Kalau direktur pidana belum?" tanya jaksa.
"Ya itu saya terus terang dikasih Rp 500 ribu, Rp 300 ribu," jawab Zarof.
Tugas Zarof saat menjabat Sekretaris Ditjen Peradilan Umum MA (Ses Badilum) juga dicecar jaksa. Zarof mengatakan saat itu bertugas memilah administrasi berkas perkara yang masuk.
"Terkait dengan direktur pidana ataupun Ses Badilum itu memang tupoksi terdakwa kaitannya dengan perkara apa?" tanya jaksa.
"Tidak ada, hanya administrasi," jawab Zarof.
"Artinya administrasi itu terdakwa mengetahui perkara perkara itu lagi jalan prosesnya di mana, bukan teknis pokok perkaranya?" tanya jaksa.
"Iya," jawab Zarof.
"Artinya apakah administrasinya berjalan waktu penanganan perkara itu terdakwa bisa mantau?" tanya jaksa.
"Ya bisa, artinya bisa mantaunya gini, berkas itu masuk saya memilah tugas saya hanya memilah kalau tidak lengkap dikembalikan ke pengadilan pengaju, kalau lengkap ke Panmud setelah itu kita nggak ikutin lagi," jawab Zarof.
Jaksa terus mencecar soal cara Zarof memanfaatkan jabatan itu dalam pengurusan perkara. Dia menyebut semua bermula ketika ada orang beperkara mendatanginya untuk meminta dipercepat.
"Jadi gini, biasanya dia datang orang itu 'Pak perkara saya sudah putus', 'terus?', 'saya minta dipercepat Pak'. Wah nanti dulu berkasnya sudah kembali ke tempat kita belum, tapi itu berjalannya waktu hanya 2 tahun atau apa sudah tidak lagi, modelnya sudah berubah, semua perkara langsung dari Panmud," jawab Zarof.
"Berati ada proses yang tadinya belum online masih bisa di keep secara manual ya?" tanya jaksa.
"Iya itu keep secara manual hanya sebatas kalau perkara itu sudah putus minta dipercepat pengiriman putusannya," jawab Zarof.
Dalam kasus ini, Zarof Ricar didakwa menerima gratifikasi Rp 915 miliar dan 51 kg emas selama 10 tahun menjadi pejabat MA. Selain itu, Zarof didakwa terlibat menjadi makelar perkara dalam vonis bebas Ronald Tannur.
Ronald telah dihukum 5 tahun penjara dalam tingkat kasasi. Dia sedang menjalani hukuman penjara.
(mib/whn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini