Ketika Remaja-Dewasa Bermain di Playground

6 days ago 10

Foto: Dua pengunjung playground untuk remaja-dewasa di kawasan SCBD (Pradita Utama/detikcom) 

Minggu, 10 November 2024

Perjalanan di bawah terik matahari hari menemaniku mengarungi lalu lintas padat Jakarta Selatan, menuju kawasan Sudirman Central Business District atau populer disebut SCBD. Kunjunganku ke salah satu pusat perbelanjaan elit ini dalam rangka mencoba wahana di KidZania, wisata edukatif dengan konsep bermain sambil belajar yang kerap dikunjungi anak di bawah 16 tahun.

Saat berdiri di depan pintu lift, aku mengantre bersama rombongan anak TK. Rupanya kami sama-sama ingin bermain di KidZania yang terletak di lantai 6. Melihat mereka dengan seragam nan lucu, perasaan nostalgia sesaat menyelimuti pikiran. Aku jadi mengingat kembali kenangan manis saat mengunjungi KidZania bersama teman-teman sekolah 13 tahun lalu, saat itu aku masih berusia 9 tahun.

Kini kedatanganku ke Kidzania terasa begitu berbeda. Di usia yang sudah menginjak kepala dua, aku ingin menyusuri kembali perasaan dan suasana yang kurasakan. Saat membeli tiket di loket, aku melihat banyak pengunjung yang usianya sebaya denganku. Rupanya sejak tahun 2021, KidZania Jakarta sudah membuka program khusus remaja, yaitu TeenZania.

Lewat program ini remaja dan Gen Z usia 16-25 tahun seperti kami bisa ikut bermain. Kebanyakan dari kami datang untuk ber-nostalgia atau sekedar merawat ‘inner child’, menyembuhkan luka masa kecil dengan beragam cara, termasuk bermain di KidZania.

Setelah membeli tiket, petugas loket memberiku gelang berwarna biru sebagai penanda bahwa aku adalah pengunjung remaja. Kami tidak diperkenankan menaiki kendaraan seperti bus, taksi, dan beberapa jenis wahana kendaraan lainnya di kota KidZania. Sementara adikku, Kaira, 12 tahun, yang menemani hari itu mengenakan gelang hijau.

Berperan sebagai penyiar radio

Foto: Pradita Utama/detikcom

Menjadi hakim di persidangan

Foto: Pradita Utama/detikcom

Pasukan pemadam kebakaran

Foto: Pradita Utama/detikcom

Aku juga mendapatkan cek bernominal 50 Kidzos, jumlah yang cukup besar dalam mata uang KidZania. Uang ini diberikan petugas loket sebagai modal bekerja yang dapat aku tukarkan di Bank KidZania.

Di wahana ini semua pengujung bisa melakukan permainan role play berbagai profesi. Kita bisa bermain peran sebagai pilot, polisi, pemadam kebakaran, reporter, pembalap dan masih banyak lagi. Aku cukup kebingungan saat harus memilih profesi pertama yang ingin dilakoni. Aku mencoba mengingat kembali, profesi apa yang dulu akan menarik minatku saat berumur 9 tahun itu jika kembali lagi ke sini.

Setelah berjalan tak jauh dari bank, aku melihat sebuah booth kecil bertuliskan Animator. Profesi ini membangkitkan rasa penasaranku. Saat datang ke sini tahun 2013, seingatku, belum ada pekerjaan ini sebelumnya. Penjaga booth lantas mempersilakan kami masuk. Perempuan dengan baju putih berlogo KidZania itu mulai menjelaskan pekerjaan seorang animator dan memberikan arahan terkait tugas yang akan dilakukan

Jadi kayak berasa kerja di pabrik beneran. Wow, sampai se-detail itu."

Melalui properti yang tersedia, kami diminta untuk membuat stop motion dari karakter yang ada. Prosesnya dimulai dari memotret scene karakter satu-persatu, hingga pengeditann yang dilakukan dalam memasukan hasil foto, musik, dan credit scene hingga membentuk satu kesatuan animasi. Pekerjaan animator adalah pengalaman baru bagiku yang sedang menempuh pendidikan S1 Ilmu Politik di Universitas Nasional Veteran Jakarta.

Setelah menyelesaikan pekerjaan sebagai animator, aku memutuskan untuk membuat Surat Izin Mengemudi (SIM) karena adikku ingin mencoba menjadi pembalap. Kami harus melalui tahapan pemeriksaan dokter dan tes mengemudi terlebih dahulu untuk mendapatkannya.

Namun, alih-alih langsung menjadi pembalap, setelah SIM jadi, kami justru berbelok untuk mendaftar pekerjaan sebagai polisi. Untuk profesi ini, kami diberikan atribut polisi, termasuk seragam dan topi. Sebelum mulai bertugas, kami diminta menonton video yang menjelaskan bahwa terjadi pencurian di KidZania. Maling yang mengenakan baju bergaris hitam-putih itu telah mencuri sebuah barang.

Menjadi polisi

Foto: Pradita Utama/detikcom

Menjadi pekerja di pabrik mie instan

Foto: Pradita Utama/detikcom

Setelah melakukan interogasi, kami mencatat ciri-ciri pelaku dan menjebloskannya ke penjara. Tak lama setelahnya, kami mendapat kabar bahwa maling tersebut kabur dari tahanan. Sirene yang berbunyi menandakan tugas kami sebagai polisi untuk mengejar maling dimulai.

Bersama rombongan polisi cilik lainnya, aku dan adikku mengejar maling ke seluruh penjurukota dan akhirnya memasukkannya kembali ke penjara, melewati ruang persidangan yang juga tengah berlangsung.

Lagi-lagi ini menjadi pengalaman yang tak biasa bagiku, mahasiswi yang sedang magang di detikX. Alih-alih menulis berita tentang pencurian, aku malah diminta menangkap malingnya sendiri. Meski menjadi polisi bohongan menyenangkan, pekerjaan ini cukup melelahkan dan membuat napas terengah-engah.

Saat mendaftar menjadi penyiar radio, aku bertemu dengan dua pengunjung lainnya yang sepantaran denganku. Fara Darojati, perempuan berusia 22 tahun yang baru saja mendapatkan gelar sarjana Industri Pertanian di Universitas Brawijaya. Fara sedang melakukan persiapan untuk melanjutkan studi di jurusan yang sama dengan program UB ke Itaewon, Korea Selatan. Hari itu Fara sedang mengisi waktu luang bersama adiknya Luna yang berusia 18 tahun.

Meski wahana KidZania identik dengan permainan anak-anak, selera Fara rupanya awet muda. “Seorang remaja ternyata juga butuh main di wahana atau permainan yang seharusnya dikhususkan untuk anak kecil. Untuk menghibur inner child kita karena mainan ini dulunya kerasa mahal atau nggak bisa dijangkau gitu,” kata Fara.

Merasakan menjadi petugas medis
Foto: Pradita Utama/detikcom

Fara yang sehari-hari berkutat dengan Industri Pertanian dan kerap keluar masuk pabrik ini terkesima dengan profesi yang disediakan di KidZania. Salah satunya bekerja di pabrik mie instan. Setelah menonton video proses pembuatan mie instan dan mendapatkan penjelasan perihal bahan baku, Fara dipersilahkan terlibat dalam proses produksi.

“Karena kebetulan aku juga di industri kan, udah pernah langsung ke industri yang beneran industri gitu, jadi kayak, ini ternyata edukasinya se-detail itu. Jadi kayak dia jelasin, kalau adonan itu kalau suhunya terlalu panas nggak boleh dimasukin ke packaging, itu bakal bahaya. Jadi kayak berasa kerja di pabrik beneran. Wow sampai se-detail itu,” ucap Fara yang merasa sangat puas setelah menghabiskan waktu bermain dari jam 12 siang hingga 4 sore.

Di penghujung aku pun berniat untuk mengakhiri kunjungan dengan mencoba bekerja sebagai pilot. Sayangnya booth tersebut penuh, sedang ada pilot lain yang bekerja.

Enggan membuang waktu, kami menggunakan SIM yang telah kami buat untuk menjadi pembalap. Di sirkuit yang melingkar, kami mengendarai mobil dengan jaket dan helm bernuansa merah selama beberapa putaran.

Setelah asyik berswafoto di podium juara dengan piala yang disediakan. Kami bergegas berjalan ke arah pintu keluar. Jam sudah menunjukan pukul 19.00 dan dunia KidZania sudah berhenti beroperasi. Kami disambut keluar dengan perasaan hangat dan kesan yang mendalam.

Reporter: Natasya Oktavia
Redaktur: Melisa Mailoa
Editor: Irwan Nugroho

[Widget:Baca Juga]

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial