Jakarta -
Terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan timah, Helena Lim, mengaku ingin membuka toko barang bermerek atau branded. Namun keinginan itu batal karena dia terseret kasus korupsi timah.
Hal itu disampaikan Helena Lim saat dihadirkan sebagai saksi untuk Terdakwa Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku mantan Direktur Utama PT Timah Tbk 2016-2021. Mulanya, hakim bertanya apa saja perusahaan yang dimiliki Helena selain money changer PT Quantum Skyline Exchange.
"Apakah Saudara punya perusahaan lain?" tanya ketua majelis hakim Rianto Adam Pontoh di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (28/11/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada, Yang Mulia," jawab Helena.
Helena mengaku memiliki perusahaan yang bergerak di bidang jual beli barang branded. Perusahaan itu bernama PT Harmoni Langgeng Nusantara (PT HLN).
"Itu di bidang jual barang barang branded, Yang Mulia," jawab Helena.
"Seperti apa saja?" tanya hakim.
"Tas, jam tangan," jawab Helena.
"Merek apa?" tanya hakim.
"Hermes, LV, Chanel, banyak, Yang Mulia," jawab Helena.
Helena mengaku menjual barang branded itu secara daring. Dia mengaku ingin membuka toko offline, namun batal karena terseret kasus korupsi timah ini.
"Saudara punya toko sendiri?" tanya hakim
"Kemarin mau buka toko, tapi kena kasus ini, Yang Mulia," jawab Helena.
Helena juga mengaku tertarik menjadi broker di bidang jual beli properti. Dia mengaku tak tahu terkait usaha pertambangan.
"Yang ada hubungannya dengan pertambangan ada nggak?" tanya hakim.
"Tidak pernah, Yang Mulia, saya tidak pernah," jawab Helena.
"Saudara mengetahui tentang pertambangan?" tanya hakim.
"Tidak pernah mengetahui tambang," jawab Helena.
Sebelumnya, Helena Lim didakwa terlibat kasus korupsi pengelolaan timah yang merugikan keuangan negara Rp 300 triliun. Jaksa mengatakan Helena memberikan sarana money changer miliknya untuk menampung uang korupsi pengelolaan timah yang diperoleh pengusaha Harvey Moeis.
Jaksa mengatakan Helena selaku pemilik PT Quantum Skyline Exchange (PT QSE) menampung uang 'pengamanan' dari Harvey Moeis terkait kegiatan kerja sama smelter swasta dengan PT Timah Tbk. Uang pengamanan seolah-olah dana CSR senilai USD 30 juta atau Rp 420 miliar itu ditampung Helena melalui PT QSE dan dicatat sebagai penukaran valuta asing. Helena merupakan pemilik PT QSE namun tak tercatat dalam akta pendirian perusahaan money changer tersebut.
Jaksa mengatakan Helena mendapatkan keuntungan Rp 900 juta. Keuntungan itu diperoleh Helena melalui penukaran valuta asing yang dilakukan di PT QSE. Uang yang diterima Harvey melalui Helena dari PT QSE pada 2018-2023 berlangsung dalam beberapa kali transfer.
"Telah mengakibatkan keuangan negara sebesar Rp 300.003.263.938.131,14 atau setidaknya sebesar jumlah tersebut berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah Di Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah, Tbk Tahun 2015 sampai dengan Tahun 2022 Nomor PE.04.03/S-522/D5/03/2024," kata jaksa.
Helena juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Jaksa mengatakan Helena menyamarkan transaksi terkait uang pengamanan seolah-olah dana CSR dari Harvey Moeis.
Helena Lim didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 56 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 serta Pasal 4 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 56 ke-1 KUHP.
(mib/haf)