Jakarta -
Mahkamah Agung (MA) menganulir vonis bebas mantan Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin dalam kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara. Namun tak ada restitusi atau ganti rugi ke korban dalam putusan kasasi itu.
"Mengabulkan permohonan kasasi penuntut umum," demikian putusan MA seperti dilihat dari situs MA, Selasa (26/11/2024).
MA menyatakan Terbit terbukti bersalah melanggar Pasal 2 ayat (2) juncto Pasal 11 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Selain dijatuhi hukuman penjara, Terbit dihukum membayar denda Rp 200 juta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pidana penjara 4 tahun, denda 200 juta subsider kurungan 2 bulan," demikian putusan yang diketok oleh majelis hakim yang diketuai Prim Haryadi dan anggota Yanto serta Jupriyadi.
Tuntutan Jaksa
Sebelumnya, jaksa menuntut Terbit dihukum 14 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Jaksa juga menuntut Terbit membayar restitusi Rp 2.377.805.493 (Rp 2,3 miliar) kepada para korban atau ahli warisnya.
Berikut ini rincian restitusi yang dituntut jaksa seperti dilihat dari situs SIPP PN Stabat:
1. Saksi Trinanda Ginting senilai Rp 198.591.212
2. Saksi Dana Ardianta Syahputra Sitepu diwakili Edi Suranta Sitepu senilai Rp 228.555.549
3. Saksi Heru Pratama Gurusinga senilai Rp 263.686.430
4. saksi Riko Sinulingga senilai Rp 124.898.574
5. Saksi Edo Saputra Tarigan senilai Rp 189.176.336
6. Saksi Dodi Santoso (Almarhum) diwakili Supriani senilai Rp 251.360.000
7. Saksi Suherman senilai Rp 355.694.395
8. Saksi Satria Sembiring Depari senilai Rp 299.742.099
9. Saksi Edi Kurniawan Sitepu senilai Rp 200.550.898
10. Saksi Sofhan Rafiq senilai Rp 133.200.000
11. Saksi Bambang Sumantri senilai Rp 132.350.000
"Apabila Terdakwa tidak mampu membayar restitusi tersebut paling lama 14 hari setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta kekayaannya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk pembayaran restitusi tersebut. Dalam hal Terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar restitusi tersebut maka diganti dengan pidana kurungan selama 1 tahun," ujar jaksa.
Kasus Kerangkeng Manusia
Kasus kerangkeng manusia ini terungkap saat KPK melakukan penggeledahan di kasus korupsi yang melibatkan Terbit. KPK menemukan kerangkeng manusia dan menyerahkan penyelidikan ke polisi.
Setelah diusut polisi, Terbit pun didakwa melakukan eksploitasi hingga menyebabkan sejumlah orang tewas pada tahun 2010 hingga 2022. Perbuatan itu dilakukan Terbit bersama Terang Ukur Sembiring, Junalista Surbakti, Suparman Perangin-angin, dan Rajisman Ginting yang diadili dalam perkara terpisah.
Jaksa, dalam dakwaannya, menyebutkan Terbit bersama ormas yang diketuainya membuat sel atau kerangkeng di halaman samping rumahnya di Langkat dengan tujuan melakukan pembinaan atau rehabilitasi anggota ormasnya. Jaksa mengatakan awalnya Terbit menyediakan makanan dan kebutuhan orang-orang yang dimasukkan ke kerangkeng itu atau disebut sebagai 'anak kereng'.
"Selanjutnya anak kereng yang baru tersebut wajib mengikuti masa orientasi dengan cara rambut digunduli/dibotak, dimasukkan ke dalam Kereng-1, menerima kekerasan dari penyelenggara kereng berupa pemukulan dan dicambuk menggunakan selang kompresor, tidak boleh keluar dari dalam kereng dalam kurun waktu yang ditentukan oleh Kalapas dengan waktu bervariasi minimal 1 bulan dan paling lama 6 bulan, tidak diperbolehkan untuk bertemu atau dikunjungi oleh keluarga, secara rutin melaksanakan gerakan fisik push up, menggantung di jeruji kereng dan tindakan fisik lainnya, apabila melarikan diri maka akan dicari oleh 'Kalapas' (orang yang bertanggung jawab membina) bersama dengan Anak Kandang dan jika ditemukan akan mendapat kekerasan," demikian isi dakwaan jaksa.
Anak kereng itu juga diwajibkan bekerja di pabrik sawit milik Terbit dengan dalih mengembangkan skill. Jaksa menyebutkan total ada 665 orang anak kereng selama 2010-2022. Anak kereng itu mengalami kekerasan hingga ada yang meninggal dunia.
"Bahwa sejak berdirinya kereng/sel/kerangkeng dari Tahun 2010 sampai dengan bulan Januari 2022 tersebut, telah menampung peserta pembinaan/anak kereng sebanyak sekira 665 orang, termasuk Korban anak kereng yang meninggal dunia, yaitu Abdul Sidik Isnur alias Bedul, korban Sarianto Ginting, korban Isal Kardi alias Ucok Nasution, dan korban Dodi Santosa," ujar jaksa.
(haf/dhn)