Dilema Moral Perguruan Tinggi Badan Hukum

1 week ago 6

Jakarta -

Dalam beberapa tahun terakhir, Perguruan Tinggi Negeri khususnya yang berbadan Hukum (PTN BH) telah menjadi perbincangan dan kritik karena menerima mahasiswa baru melampaui kapasitasnya. Praktik ini telah menimbulkan banyak keresahan tentang integritas standar pendidikan, kesejahteraan mahasiswa, pertimbangan etika, dan nasib universitas swasta. Sebagai institusi yang awalnya didirikan dengan cita-cita untuk menyediakan pendidikan publik yang berkualitas tinggi, universitas-universitas ini sekarang menghadapi dilema moral dan etika demi tujuan pragmatis.

Meningkatnya tren PTN BH yang menerima mahasiswa di luar kapasitas fisik dan akademis adalah preseden buruk bagi pendidikan kita. Meskipun mungkin terkesan masuk akal untuk membuka pintu bagi lebih banyak mahasiswa untuk memenuhi permintaan yang tinggi, namun kenyataannya jauh lebih rumit. Universitas, bagaimanapun, bukan sekadar ruang belajar; mereka adalah ekosistem yang kompleks yang membutuhkan keseimbangan yang memadai antara fasilitas, staf pengajar, dan sumber daya untuk memenuhi standar akademik.

Menerima mahasiswa melampaui kapasitasnya seperti yang saya sebutkan di atas adalah mimpi buruk bagi pendidikan kita. Mengapa? Pertama, ruang kelas tidak memadai sehingga banyak pembelajaran dan pengajaran dialihkan ke daring bahkan dengan jumlah peserta kelas ratusan karena menggabungkan beberapa kelas. Fenomena ini adalah fakta yang sering saya lihat dan dengar dari beberapa dosen dan mahasiswa. Bahkan tak jarang menimbulkan protes mahasiswa.

Kedua, jumlah dosen yang tidak seimbang bahkan jauh sekali dari ideal sehingga menambah beban mengajar dosen yang sangat signifikan. Ketiga, layanan mahasiswa, seperti konseling dan bimbingan karier, menjadi terbatas. Kejenuhan ini menghasilkan lingkungan akademis yang rapuh di mana kualitas pengajaran pasti buruk dan akan berakibat pada kualitas lulusan.

Riset yang dilakukan Smith dan Jones (2020) menunjukkan bahwa kualitas pendidikan bergantung pada interaksi yang efektif antara mahasiswa dan pengajar, serta akses ke sumber daya, dan fasilitas yang memadai yang mendukung pembelajaran dan penelitian. Ketika universitas menerima mahasiswa melampaui kapasitasnya, pasti berefek pada kualitas secara keseluruhan secara fundamental mengancam pengalaman akademis dan prospek masa depan mahasiswa kemudian jelas berdampak pada sumber daya manusia di masa depan.

Selain itu, layanan siswa yang penting seperti bimbingan akademik, dukungan kesehatan mental, dan konseling karier menjadi terganggu dan rapuh. Lebih jauh, jumlah mahasiswa melebihi kapasitas sering mengakibatkan ketidakstabilan pembelajaran dan pengajaran, di mana mahasiswa dipaksa untuk menghadiri kelas pada jam-jam yang tidak biasa atau di luar kampus karena kurangnya ruang-ruang kelas yang memadai.

Hal tersebut tidak hanya mengganggu jadwal mahasiswa, tetapi juga memberikan beban yang tidak adil bagi mereka, dan melanggar hak mereka untuk mendapatkan lingkungan belajar yang stabil dan kondusif. Hal ini mengarah ke bentuk ketidakadilan sistemik. Janji pendidikan tinggi sebagai tangga menuju mobilitas sosial-ekonomi menjadi ilusi ketika kualitas pendidikan tersebut terganggu. Intinya, mahasiswa tidak mendapatkan apa yang mereka bayarkan dan bayangkan, yaitu pengalaman pendidikan yang ideal dan nyaman.

Pragmatisme di Atas Prinsip

Kecenderungan PTN BH untuk menerima mahasiswa secara berlebihan didorong oleh keberlanjutan finansial. Tidak seperti sebelumnya, PTN BH memiliki otonomi yang lebih besar dalam mengelola keuangan, yang menciptakan tekanan untuk menghasilkan pendapatan mandiri. Ketika pendanaan pemerintah menurun atau mandek, universitas ini semakin bergantung pada biaya kuliah sebagai sumber pendapatan utama mereka.

Pergeseran ke arah model bisnis dalam pendidikan tinggi ini menimbulkan masalah etika yang kritis. Universitas mulai beroperasi lebih sebagai entitas yang menghasilkan pendapatan daripada sebagai penjaga pertumbuhan intelektual. Memprioritaskan jumlah mahasiswa untuk keuntungan finansial mengorbankan misi inti universitas untuk memberikan pendidikan yang berkualitas, menumbuhkan pandangan transaksional tentang pembelajaran di mana kuantitas mengalahkan kualitas. Ini adalah kemunduran yang serius.

Seharusnya sebagai universitas yang berafiliasi dengan pemerintah wajib untuk menegakkan integritas akademis dan kesejahteraan mahasiswa. Menerima lebih banyak mahasiswa daripada kapasitas dan kewajaran mengkhianati kepercayaan publik, merusak pedoman etika dan kredibilitas akademik. Padahal universitas memiliki tanggung jawab moral kepada mahasiswa yang menginvestasikan waktu, uang, dan perjuangan mereka.

'Pembunuhan' terhadap Kampus SwastaEfek samping lain adalah terhadap perguruan tinggi swasta. Dalam perlombaan untuk menarik mahasiswa, PTN BH sering memanfaatkan reputasi atau image mereka untuk bersaing dengan universitas swasta. Banyak mahasiswa memilih universitas negeri karena menganggap mereka menawarkan pendidikan yang 'lebih baik' dan prestisius yang lebih tinggi. Meskipun, kenyataannya tidak; banyak kampus swasta yang justru memberikan pembelajaran, layanan, dan fasilitas yang lebih layak dan berkualitas tinggi.

Namun, ketika PTN BH menerima lebih banyak mahasiswa daripada kapasitasnya, secara tidak langsung 'membunuh' universitas swasta. Dengan berkurangnya jumlah calon mahasiswa, perguruan tinggi swasta harus berjuang super keras untuk mengisi ruang kelas dan mempertahankan kelangsungan hidup finansial mereka. Ketidakseimbangan ini dapat mengurangi keragaman dan aksesibilitas pilihan pendidikan tinggi.

Oleh karenanya, PTN BH harus menekan agresivitasnya untuk keadilan, dan pragmatisme tidak boleh meminggirkan tujuan utama pendidikan, yaitu mengembangkan pengetahuan, pemikiran kritis, keadilan sosial, dan pertumbuhan pribadi. Universitas harus menyelaraskan kembali prioritas mereka, dengan menempatkan kualitas pendidikan dan kesejahteraan mahasiswa sebagai prioritas utama. Demi keadilan, integritas, dan menjaga kualitas pendidikan tinggi, pemerintah harus menyikapi fenomena tersebut.

R. Mustofa dosen S2 Pendidikan Dasar Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya

(mmu/mmu)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial