Dari Masalah Keamanan-Iklim, Kemenangan Trump Mimpi Buruk Bagi Jerman

1 week ago 8

Jakarta -

Pemerintah Jerman menggantungkan harapan bahwa Kamala Harris akan mengikuti jejak Joe Biden dan melanjutkan tradisi transatlantik dan multilateralisme. Namun, semuanya berubah ketika Donald Trump memenangkan pemilu .

Sekarang pemerintah Jerman tidak siap, kata Henning Hoff dari Dewan Hubungan Luar Negeri Jerman: "Adalah sebuah kesalahan untuk bergantung sepenuhnya kepada Partai Demokrat," kata Hoff kepada DW. "Hubungan khusus yang dibina oleh Kanselir dengan Presiden Biden mungkin sedikit terlalu timpang. Fakta bahwa tidak ada kontak sama sekali di kubu Trump akan membawa masalah baginya."

Di Jerman, kenangan tentang masa kepresidenan Trump yang pertama, dari tahun 2017 hingga 2021, masih tergambar jelas. Pada saat itu, Trump meragukan NATO dan mengancam akan menarik pasukan AS dari Jerman. Dia mengkritik Jerman dan negara-negara anggota NATO lainnya karena mendapat keuntungan dari perlindungan militer AS tanpa memberikan kontribusi yang cukup untuk pertahanan mereka sendiri.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Oleh karena itu, Henning Hoff percaya bahwa sekarang penting bagi pemerintah Jerman untuk "menebus kegagalannya."

"Sinyal yang jauh lebih kuat diperlukan untuk menunjukkan bahwa Eropa, terutama Jerman, benar-benar siap untuk memikul beban pertahanan yang lebih besar. Jika kita terus meraba-raba dan berdebat bahwa kita punya dana khusus (untuk Bundeswehr) sehingga anggaran pertahanan hanya perlu ditingkatkan secara minimal, maka kita tidak akan bisa membuat siapa pun di Washington terkesan, tidak sekarang, apalagi di bawah pemerintahan Trump," jelasnya.

Apakah Trump akan mendikte perdamaian bagi Ukraina?

Di tingkat internasional, perang di Ukraina juga menjadi pertanyaan krusial bagi pemerintah Jerman. AS sejauh ini adalah pemasok senjata dan pendukung keuangan terpenting Ukraina, diikuti oleh Jerman. Namun, dengan bergantinya kepemimpinan AS dari Joe Biden ke Donald Trump, apa yang akan terjadi dengan dukungan untuk Ukraina?

Sementara Joe Biden menjanjikan dukungan untuk Ukraina "selama diperlukan," Donald Trump justru ingin segera mengakhiri perang. Setidaknya itulah yang dia katakan. Ini mungkin berarti bahwa Ukraina akan dipaksa menyerahkan sebagian besar wilayah yang diduduki Rusia.

Namun, seperti apa kebijakan AS terhadap Ukraina di bawah Trump, "kita tidak tahu," kata pakar keamanan Nico Lange sebelum pemilu. "Kita tidak bisa mengatakan jika Donald Trump menang, dia akan menjual Ukraina. Hal yang menarik dari Donald Trump adalah dia tidak bisa diprediksi," ujarnya.

Jika Trump mencoba mencapai kesepakatan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin - tanpa melibatkan Ukraina dan para pendukungnya - untuk mengakhiri perang dengan mengorbankan Ukraina, Henning Hoff melihat ada potensi Jerman akan tergoda menggunakan hal ini sebagai alasan dengan mengatakan: "Kami ingin berbuat lebih banyak, tetapi, yah, Amerika!"

Tarif ekspor Jerman ke AS

Jerman adalah salah satu mitra dagang terpenting AS. Ini berarti kebijakan ekonomi yang diadopsi oleh AS berdampak langsung pada Jerman.

Selama kampanye, Trump mengumumkan bahwa ia akan memberlakukan tarif 60% untuk impor AS dari Cina dan tarif 20% untuk impor dari seluruh dunia. Hal ini akan membuat produk Jerman menjadi jauh lebih mahal di AS. Industri otomotif dan farmasi akan sangat terpukul. "Ini akan menjadi beban yang besar bagi industri ekspor Jerman," kata Henning Hoff memperingatkan.

Akibatnya, banyak perusahaan manufaktur Jerman khawatir. Sebuah survei yang dilakukan oleh ifo Institute for Economic Research dua minggu sebelum pemilu mengungkap, 44% perusahaan khawatir kepresidenan Trump akan membawa dampak buruk. Hanya 5% yang mengantisipasi konsekuensi positif, sementara 51% lainnya merasa tidak akan ada perbedaan. Sebuah studi ifo sebelumnya memperkirakan ekspor Jerman ke AS akan turun hampir 15% akibat tarif yang direncanakan Trump.

Tidak hanya konsekuensi langsung, Andreas Baur dari ifo Institute juga was-was bahwa masalah tarif ini juga berpotensi membawa konsekuensi tidak langsung bagi Jerman: "Anda tentu saja bisa berasumsi akan ada respons dari mitra dagang, dari Cina, dan itu mungkin kekhawatiran terbesar bahwa ini bisa meningkat menjadi perang dagang di tingkat global."

Meski begitu, industri ekspor Jerman juga sejatinya tidak mengalami kemudahan di bawah pemerintahan Biden-Harris saat ini. Selama kampanye, baik Trump maupun Harris "berfokus pada penguatan industri domestik dan ingin membawa pekerjaan manufaktur kembali ke dalam negeri," jelas Siegfried Russwurm, presiden Asosiasi Industri Jerman.

Andreas Baur membenarkan hal ini. Ia menunjukkan bahwa ada kesinambungan dari Trump ke Biden, terutama dalam hal kebijakan perdagangan terhadap Cina. Biden telah mempertahankan semua tarif tinggi yang diberlakukan Trump terhadap impor dari Cina, dan bahkan telah memberlakukan beberapa tarifnya sendiri. "Perbedaan besar antara Trump dan Harris adalah pendekatan mereka terhadap sekutu-sekutu AS. Retorika Trump jelas: ini adalah tentang AS melawan yang lain, tetapi dengan Harris, setidaknya kesan saya adalah mereka menyadari bahwa Amerika Serikat membutuhkan sekutu."

Bagi Trump, Jerman adalah contoh buruk

Salah satu proyek terpenting pemerintah Jerman adalah aksi iklim. Jerman ingin menjadi netral karbon dan merestrukturisasi pasokan energi dan seluruh ekonominya menjadi netral karbon. Pemerintahan Biden-Harris telah menjadi sekutu yang kuat dalam hal ini. Di sisi lain, kemenangan Trump kemungkinan besar akan membuat AS berpaling dari aksi iklim. Hal ini akan semakin mempersulit pemerintah Jerman untuk mendorong peraturan yang mengikat secara internasional untuk membatasi emisi CO2.

Donald Trump telah berulang kali menjadikan Jerman sebagai contoh yang buruk. Entah itu soal kebijakan Kanselir Angela Merkel dalam menyambut para pengungsi pada tahun 2016, atau sekarang, terkait kebijakan energi Jerman yang mengandalkan energi terbarukan dibanding batu bara, minyak, dan tenaga nuklir. Trump melihat Jerman sebagai contoh bagaimana TIDAK melakukan sesuatu.

Kini pemerintah Jerman harus kembali berhadapan dengan Trump sebagai presiden, dalam isu-isu keamanan, perdagangan, dan iklim. "Saya sudah khawatir," kata Henning Hoff, "bahwa beberapa hal yang kita tahu dari masa kepresidenan Trump yang pertama akan muncul kembali: tekanan terhadap Jerman, antipati terhadap Jerman, semua itu belum hilang."

Bagaimana pertemuan trans-Atlantik pertama Trump akan berlangsung setelah pelantikannya pada bulan Januari 2025 masih harus dilihat.

Diadaptasi dari artikel DW bahasa Inggris

Simak juga video: Jokowi 'Colek' Trump di Medsos: Selamat Atas Terpilihnya Anda

[Gambas:Video 20detik]

(ita/ita)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial