Jakarta -
Survei Poltracking menunjukkan voters PKS di Pilkada Jakarta terbelah mendukung Ridwan Kamil dan Pramono Anung. Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno menilai fenomena itu salah satunya disebabkan karena voters PKS kecewa Anies Baswedan tak jadi diusung di Pilkada Jakarta.
"Tentu argumennya dua hal, pertama pemilih PKS banyak yang non kader, bukan pemilih loyal tapi sebagian besar pemilih PKS adalah mereka yang cukup loyal dengan Anies Baswedan selama ini, PKS dan Anies Baswedan itu cukup identik," kata Adi kepada wartawan, Sabtu (26/10/2024).
"Selama ini Anies Baswedan dan PKS itu 11/12. Jadi kalau mau jujur, pemilih PKS itu juga sebagian besar pemilih Anies Baswedan. Jadi ini yang menjadi faktor kedua, yaitu kenapa pemilih PKS ada yang memilih Pramono," sambungnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adi melihat sosok Pramono Anung dijadikan sebagai pelarian oleh para pendukung Anies Baswedan di kontestasi Pilkada tahun ini. Menurutnya, hal itulah yang bisa menjelaskan mengapa suara voters PKS tak bulat ke Ridwan Kamil.
"Tentu orang yang merasa memilih PKS sepertinya kecewa karena PKS tidak mengusung Anies maju dalam Pilgub DKI Jakarta. Itu yang sepertinya membuat orang yang pernah memilih PKS atau merasa memilih PKS pindah ke Pramono, karena Pramono dinilai sosok dijadikan tempat pelarian untuk melampiaskan amarahnya ke PKS. Jadi ekspresi kemarahan pendukung Anies sepertinya dilimpahkan ke Pramono Anung," ujarnya.
Adi Prayitno (tangkapan layar acara Adu Perspektif detikcom)
Di sisi lain, Adi juga memandang tak menutup kemungkinan ada pentolan tim sukses Anies Baswedan pada Pilpres 2024 silam yang bergerak di belakang layar. Menurutnya, kemungkinan itu bisa terjadi jika ada kesepakatan politik yang tak diketahui publik.
"Jangan-jangan ada timses/pentolan Anies yang bekerja secara diam-diam, bekerja secara politik mengonsolidasi pemilih pemilih Anies supaya ke Pramono-Rano. Tentu kerja politik semacam ini ada feedback atau kesepakatan politik di belakang layar yang tentu saja tidak diketahui semua publik," terangnya.
Kendati begitu, Adi menilai fenomena split ticket voting memang kerap terjadi dalam kontestasi politik tanah air. Menurutnya, kondisi ini disebabkan karena identitas kepartaian tak cukup kuat.
"Saya kira semua partai itu voternya tidak 100% mengikuti pilihan parpolnya. Ini yang disebut split ticket voting. Ini fenomena biasa di politik kita karena identitas kepartaian atau party id yang cukup rendah," terangnya.
Sebelumnya diberitakan, Survei Poltracking Indonesia turut menampilkan peta sebaran masing-masing pasangan calon Pilkada Jakarta 2024. Survei Poltracking mengatakan pemilih Anies Baswedan di Pilpres cenderung ke Ridwan Kamil (RK). Namun, pemilih PKS terbelah ke kubu RK dan Pramono Anung.
Hasil survei dipaparkan oleh Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia, Hanta Yuda AR, Kamis (24/10/2024) melalui saluran YouTube Poltracking.
Survei dilakukan 10 hingga 16 Oktober 2024. Populasi survei merupakan warga Jakarta berusia 17 tahun ke atas/sudah menikah dengan jumlah responden 2.000 responden.
Metode survei multistage random sampling dengan margin of error +/- 2,2% pada tingkat kepercayaan 95%. Sistem pengambilan survei melakukan wawancara tatap muka.
Hanta menjabarkan peta sebaran berdasarkan partai politik. Hanta menyoroti pemilih PKS yang memilih RK-Suswono tak terpaut jauh dengan pemilih PKS yang memilih Pramono-Rano.
"Pemilih PKS banyak memilih RK-Suswono 47%, tapi tak terpaut jauh dengan pemilih PKS yang memilih Pramono Anung-Rano Karno 41,9%. Ini perlu didalami apakah ada pemilih PKS yang beririsan dengan pemilih Anies yang tidak bisa maju cagub. Jadi pemilih PKS memang banyak di RK-Suswono tapi belum terkonsolidasi maksimal," jelasnya.
Sebaliknya, pemilih PDIP cukup solid mendukung paslon Pramono-Rano di Pilkada 2024 mendatang.
(taa/dnu)