Jakarta - Angka kemiskinan di Indonesia hingga Maret 2024 diklaim terendah sepanjang sejarah yakni 9,03 persen (Badan Pusat Statistik, 2024). Meskipun demikian dalam target RPJMN Pemerintah 2024 seharusnya angka kemiskinan di Indonesia berada pada angka 6,5 - 7,5 persen (Kementerian Sekretariat Negara, 2024).
Lalu, apakah pengentasan kemiskinan yang kemudian disajikan secara matematis menjadi indikator keberhasilan pemerintah dalam hal komitmen menyejahterakan rakyat? Tentunya hal ini perlu dikaji secara komprehensif yang berbasis pada fakta-fakta sosiologis yang ada di masyarakat.
Hal tersebut dapat dilihat dari komponen-komponen indeks kemiskinan manusia yang terdiri dari beberapa aspek, seperti persentase penduduk yang meninggal sebelum usia 40 tahun, persentase buta huruf, persentase penduduk yang tidak memiliki akses ke air bersih, persentase penduduk yang jarak ke fasilitas kesehatan lebih dari 5 km, dan persentase balita berstatus gizi kurang (Badan Pusat Statistik, 2003).
Sementara itu, Chambers (1983) menyebutkan bahwa inti dari masalah kemiskinan dan kesenjangan adalah deprivation trap atau jebakan kemiskinan yang terdiri dari lima unsur, yakni kemiskinan, kelemahan fisik, isolasi, kerentanan, dan ketidakberdayaan --yang saling terhubung dan mempengaruhi satu sama lainnya. Menurut Ishak (202) kemiskinan dapat dinilai dari keadaan sulit dalam keuangan dan barang guna mencukupi kebutuhan dasar dalam hidup.
Merujuk pada 2022, hanya 30 persen saja masyarakat Indonesia yang menikmati hak sumber air aman (World Health Organization, 2022). Selain itu dibandingkan pada 2022, angka stunting di Indonesia pada 2023 hanya turun 0,1 persen dari 21,6 persen menjadi 21,5 persen (Kementerian Kesehatan, 2023).
Sedangkan angka buta huruf di Indonesia masih berada di 3,18 persen (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2023). Artinya persoalan kemiskinan jika dilihat dari komponen pentingnya maka pemerintahan Prabowo dan Gibran mesti bekerja keras lagi.
Komitmen Pemerintah
Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran memiliki niat baik untuk mengentaskan kemiskinan. Komitmen ini dapat terlihat dari visi-misi pada saat pencalonan di Pilpres 2024. Keduanya bersepakat untuk melanjutkan program bantuan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), serta program asistensi sosial lanjut usia.
Selain itu program seperti pembatasan tenaga kerja asing, peningkatan sumber daya manusia, revitalisasi balai latihan kerja juga menjadi program pendukung lainnya guna mendukung pengentasan kemiskinan. Bahkan, tak tanggung-tanggung, selain Kementerian Sosial sebagai sector leading dalam rangka pengentasan kemiskinan, agar efektif dan efisien maka dibentuklah lembaga baru yakni Badan Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.
Pembentukan lembaga dengan spesialisasi pengentasan kemiskinan menjadi bukti nyata komitmen pemerintah baru untuk berupaya mengkoordinasikan, mengkonsolidasikan, dan mensinergikan beragam program interkoneksi antar-institusi serta penguatan jaminan sosial. Hal ini selaras dengan pidato Prabowo beberapa waktu lalu yang menekankan pada cita-cita bangsa yang gemah repah loh jinawi, tata tentrem kerta raharja, baldatun thayyibatun warabbun ghafur di mana rakyat cukup pangan, sandang, dan papan agar dapat tersenyum dan tertawa.
Merespons hal ini, dengan tagline baru 'Kemensos Selalu Ada', di bawah kepemimpinan Saifullah Yusuf dan Agus Jabo seolah ada semangat progresif dari Kementerian Sosial untuk berusaha mengimplementasikan mandat dari Presiden Prabowo untuk segera menuntaskan amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 34, yakni fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Apalagi dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial berperan mengatur penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang meliputi perlindungan sosial, rehabilitas sosial, dan pemberdayaan sosial.
Kementerian Sosial akan menjadi aktor utama yang bertanggung jawab mengintegrasikan seluruh kepentingan pemusatan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), memberikan perlindungan sosial bagi lanjut usia, peningkatan pelayanan inklusif, rehabilitasi sosial, dan juga pemberdayaan sosial. Kementerian Sosial juga wajib mengurus urusan layanan dasar dengan mengkoordinasikan seluruh aspek kerja-kerja sosial dengan pembagian wewenang bersama pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
Berdasarkan hal ini, Prabowo dan Gibran tidak akan bermain-main soal pengentasan kemiskinan. Terlihat ada harapan dari setiap narasi yang dibangun; ada upaya dari kebijakan yang dilakukan, ada komitmen dari apa yang dilembagakan. Usaha ini semata-mata mengawal anggaran kemiskinan yang mencapai Rp 500 triliun rupiah setiap tahunnya.
Pentingnya Ketegasan
Bagaimana dengan Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan? Apakah lembaga ini justru akan tumpang tindih dengan Kementerian Sosial yang selama ini adalah sector leading dari pengentasan kemiskinan.
Budiman Sudjatmiko telah mendapatkan tugas dari Prabowo untuk melakukan pemutakhiran data kemiskinan. Sebagai pengingat saja bahwa data kemiskinan juga ada di berbagai lembaga termasuk Kementerian Sosial yakni DTKS atau data yang diolah oleh Badan Pusat Statistik. Selain itu Budiman juga mengurus peningkatan dampak sosial akibat pembangunan dan pengembangan industri dalam konteks investasi. Sedangkan mekanisme ini dapat dioptimalkan melalui kerja-kerja tanggung jawab sosial oleh perusahaan sebagaimana diamanahkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Hingga saat ini lazimnya jika lembaga negara saling tumpang tindih tugas dan fungsinya biasanya akan mengalami kontraproduktif. Hal ini jelas bertentangan dengan semangat reformasi birokrasi dalam kelembagaan. Bahkan berimplikasi pada kompleksitas permasalahan regulasi yang disharmoni tidak cukup diselesaikan dengan dengan kebijakan, tanpa reformasi yang bersifat kelembagaan (Dani dan Ayon, 2021).
Seharusnya peran-peran pengentasan kemiskinan didistribusikan secara tegas agar tidak saling tumpang tindih, bertentangan satu sama lain, dan menyebabkan malfungsi dan kemandekan dalam bertugas. Pentingnya ketegasan pemimpin dalam hal ini Presiden adalah kunci utama. Persoalan kemiskinan semakin problematik jika yang mengurusnya adalah semua pihak. Permasalahan seperti perbedaan perspektif, paradigma, dan eksekusi program di kemudian hari bisa menunda-nunda program-program prioritas lainnya.
Belum lagi tantangan politik anggaran yang acap berlarut-larut di parlemen. Meskipun mayoritas partai politik mendukung pemerintahan Prabowo dan Gibran, spekulasi mengenai diskursus anggaran di DPR juga harus dipikirkan kembali. Pengentasan kemiskinan bukan untuk diperdebatkan melainkan diselesaikan dengan sistematis, masif, dan komprehensif. Soal lainnya adalah komitmen pemimpin yang tegas.
Herry Mendrofa Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA), Sekjen Perkumpulan Profesi Pekerjaan Sosial
(mmu/mmu)