Jakarta -
Politik uang merupakan salah satu pelanggaran kampanye dalam Pilkada. Biasanya, politik uang saat Pilkada dilakukan oleh simpatisan, kader atau pengurus partai politik menjelang hari H pemilihan.
Pihak yang terlibat dalam politik uang akan menerima sanksi sesuai ketetapan undang-undang. Berikut informasinya.
Pengertian Politik Uang
Dikutip dari unggahan Instagram Bawaslu (bawasluri), politik uang adalah upaya langsung atau tidak langsung untuk memengaruhi penyelenggara pemilihan/pemilih sebagai imbalan untuk memilih/tidak memilih calon tertentu atau menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga mengakibatkan suara tidak sah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jenis-jenis Bentuk Politik Uang
Selain uang, politik uang dapat dilakukan melalui bentuk lain, seperti:
- Uang tunai, termasuk dalam bentuk "serangan fajar" (pemberian uang menjelang hari pemungutan suara);
- Transfer uang elektronik (e-wallet, dompet digital, top up saldo);
- Uang "sedekah";
- Paket sembako;
- Kupon belanja;
- Uang ganti dan/atau uang transport, diberikan sebagai pengganti waktu kerja pemilih. Misalnya, seorang petani yang harusnya pergi ke sawah atau ladang, diberikan uang agar pergi ke TPS untuk memilih calon tertentu;
- Hadiah dalam bentuk barang melebihi nilai Rp 1.000.000. Misal, pemberian uang dalam sebuah kegiatan perlombaan atau gerak jalan yang biasanya menggunakan model karcis berhadiah;
- Pemberian token listrik;
- Barang konsumsi lainnya (alat ibadah, perlengkapan sekolah)
- Sumbangan kepada komunitas atau organisasi. Bantuan ini diberikan dengan syarat atau harapan bahwa komunitas tersebut mendukung calon tertentu, seperti pembangunan fasilitas umum atau donasi ke rumah ibadah;
- Iming-iming/janji proyek, kontrak, promosi jabatan, dan lain-lain.
Sanksi Politik Uang
Larangan dan sanksi politik uang dalam pemilihan diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Berikut bunyinya.
- Pasal 73 Ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016 Calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara Pemilihan dan /atau Pemilih.
- Pasal 73 Ayat (4) UU Nomor 10 Tahun 2016 Selain Calon atau Pasangan Calon, anggota Partai Politik, tim kampanye, dan relawan, atau pihak lain juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan tau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk:
- Mempengaruhi Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilih;
- Menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga mengakibatkan suara tidak sah; dan
- Mempengaruhi untuk memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu. - Pasal 187A Ayat (1) dan (2) UU Nomor 10 Tahun 2016
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 milyar.
(2) Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(kny/imk)