17 Tahun Partai Gerindra: Napas Panjang Perjuangan Prabowo

3 hours ago 1

Jakarta -

Partai Gerakan Indonesia Raya atau populer dikenal dengan akronimnya Gerindra bulan ini berusia 17 tahun. Partai ini lahir dengan semangat mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur, serta mampu menjadi pioner dalam mengembalikan nilai-nilai ekonomi dan demokrasi ke pangkuan tuannya yaitu rakyat.

Gagasan awal pendirian Partai Gerindra bertepatan ketika dunia mulai memasuki situasi krisis keuangan global 2008 yang dipicu kredit macet di sektor properti di Amerika Serikat yang menghantam ekonomi banyak negara termasuk Indonesia. Kala itu ada kekhawatiran bahwa sistem ekonomi di Indonesia sangat kapitalistik yang hanya dikuasai oleh segelintir orang kaya sehingga muncul satu pemikiran akan pentingnya pendirian partai politik baru yang memperjuangkan ekonomi kerakyatan.

Selain itu, kekalahan Prabowo Subianto di konvensi calon presiden dari Partai Golkar pada 2004 dan terpilihnya Wakil Presiden Jusuf Kalla menjadi Ketua Umum Partai Golkar 2004-2009 memperkuat alasan untuk segera melangkah dengan mendirikan kendaraan politik baru demi mewujudkan cita-cita besar politik. Alasannya sederhana, secara hitungan politik Jusuf Kalla tidak akan mungkin merelakan posisi tertinggi partai jatuh kepada orang lain termasuk Prabowo untuk menjadi ketua umum Partai Golkar mengingat statusnya sebagai wakil presiden serta rencananya running kembali di Pilpres 2009.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apalagi "antrean" tokoh-tokoh internal partai yang ingin menjadi Ketua Umum Partai Golkar sangat panjang, seperti Aburizal Bakrie, Surya Paloh, Akbar Tandjung hingga Jusuf Kalla yang kala itu dikabarkan akan bertarung di Kongres Partai Golkar 2009 memperkuat argumen bahwa mendirikan partai baru adalah harga mati yang tidak bisa ditawar.

Prabowo dan Gerindra

Satu hal yang membedakan antara orang besar dan orang biasa hanyalah mimpi dan usahanya. Partai Gerindra akhirnya berdiri pada 6 Februari 2008 dengan sosok Prabowo sebagai simbol utama perjuangan partai. Juga ketika mendeklarasikan Partai Gerindra, langkah pertama Prabowo secara resmi mengundurkan diri sebagai anggota partai dan anggota Dewan Kehormatan Partai Golkar.

Selanjutnya Prabowo mulai menghubungi jaringannya, baik itu politisi, pengusaha hingga purnawirawan TNI untuk membentuk kepengurusan partai untuk setiap tingkatan wilayah di provinsi, kota/kabupaten hingga kecamatan. Tujuannya untuk kebutuhan legal dalam mendaftarkan Partai Gerindra ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) serta mengikuti seluruh proses verifikasi faktual di KPU RI sebagai partai politik peserta Pemilu 2009.

Pada titik ini kita melihat Prabowo sangat paham bahwa sistem pemilu di Indonesia secara substansi adalah rezim administrasi. Di mana persyaratan formal partai politik peserta pemilu harus mengikuti seluruh proses administrasi berlandaskan konstitusi dan peraturan perundang-undangan.

Pada Pemilu 2009, salah satu tantangan utama Partai Gerindra adalah lolos dari angka parliamentary threshold sebesar 2,5 persen. Kala itu seluruh Alat Peraga Kampanye (APK) baik itu brosur, spanduk, hingga pamflet politik Partai Gerindra "menjual" kepemimpinan Prabowo.

Iklan Partai Gerindra di semua media massa melekat dengan ketokohan Prabowo. Hingga muncul satu persepsi yang melekat di ingatan masyarakat bahwa sosok Prabowo dan Partai Gerindra adalah hubungan yang selaras dan seimbang. Pun tidak berlebihan menyebutkan bahwa keberadaan Prabowo di tubuh Gerindra menjadikannya sebagai ruh perjuangan partai karena ia berhasil menjadi jantung, hati sekaligus urat nadi dalam setiap perjuangan politik.

Perlahan tapi pasti Partai Gerindra akhirnya mulai diterima masyarakat luas sebagai efek ekor jas (coattail effect) Prabowo yang dibuktikan dengan keberhasilan partai berlambang garuda ini meraih 4,46 persen atau 26 kursi di DPR di Pileg 2009. Tidak hanya itu, pada Pilpres 2009 Partai Gerindra juga berhasil mengusung Prabowo menjadi Cawapres mendampingi Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri sebagai capres. Meski pasangan Megawati dan Prabowo (Mega-Pro) kalah, secara politik menjadi keuntungan tersendiri bagi Prabowo karena dirinya sudah memiliki modal elektoral.

Kemudian pada Pemilu 2014, persoalan kursi Partai Gerindra mengalami kenaikan dengan raihan 11.81 persen atau 73 kursi di DPR. Kampanye partai yang menggaungkan "Prabowo Presiden 2014" menjadi pemicu utama keberhasilan Partai Gerindra berhasil meningkatkan perolehan suara partai. Dimana kala itu pelaksanaan pileg didahului oleh pilpres sehingga ada target internal sebelum memenangkan Prabowo maka terlebih dahulu harus memenangkan Partai Gerindra.

Juga pada edisi ini, Partai Gerindra untuk pertama kali bisa mengusung Prabowo menjadi capres yang didampingi Ketua Umum PAN Hatta Rajasa. Selanjutnya, pasangan Prabowo-Hatta akhirnya kalah dari pasangan Jokowi-Jusuf Kalla di Pilpres 2014.

Lalu pada Pemilu 2019 yang melaksanakan pileg dan pilpres secara serentak, Partai Gerindra dan Prabowo tidak banyak mengubah strategi pertempuran politik. Sosok Prabowo sebagai ikon partai masih menjadi pilihan utama dengan penguatan terhadap relawan untuk tujuan memperluas pemilih baru.

Satu hal yang berbeda adalah tentang keberanian Partai Gerindra yang mengusung kader dalam kapasitas capres dan cawapres melalui pasangan Prabowo-Sandiaga Uno. Memang di Pilpres 2019, pasangan Prabowo-Sandi belum bisa mengalahkan pasangan Jokowi-Maruf Amin tapi di Pileg 2019 Partai Gerindra berhasil meningkatkan suara menjadi 12,57 persen atau 78 kursi di DPR.

Pasca Pilpres 2019, Prabowo dan Partai Gerindra mulai mengubah secara total strategi pergerakan partai. Melakukan rekonsiliasi dengan presiden terpilih Jokowi menjadi salah satu pilihan yang harus diambil oleh Prabowo mengingat terjadi perpecahan di masyarakat akibat residu di dua pilpres terakhir.

Prabowo akhirnya menerima pinangan Jokowi untuk bergabung ke Kabinet Indonesia Maju sebagai Menteri Pertahanan demi mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. Pilihan yang tentunya sangat baik tidak hanya untuk Partai Gerindra dan Prabowo tapi juga untuk rakyat Indonesia karena setelahnya kita berhasil menangani dan melewati pandemi Covid-19 dengan baik karena rekonsiliasi itu menghasilkan situasi politik yang stabil.

Napas Panjang Perjuangan

Semakin seseorang memiliki cita-cita yang tinggi maka semakin ia membutuhkan lebih banyak energi untuk berjuang. Semakin tinggi jabatan yang akan diraih seseorang maka akan semakin tinggi pula tanggung jawab yang ia miliki. Perjuangan politik Prabowo itu ibarat lari maraton, sebuah perjalanan panjang tanpa henti selama lebih dari dua dekade lamanya sejak ia akhirnya mulai memutuskan kembali ke politik.

Pada 1996, praktis tidak ada nama yang lebih populer dari Prabowo sebagai suksesor Presiden Soeharto untuk menjadi presiden. Dorongan arus reformasi akhirnya mencoba mengubur persepsi itu. Ia bahkan diberhentikan dari TNI ketika bintangnya sedang bersinar. Kemudian, mengasingkan diri ke luar negeri demi menjaga nama baik semua pihak hingga ia hampir mengalami stateless (tanpa kewarganegaraan).

Pilihan kembali ke Indonesia atas jaminan Presiden Gus Dur adalah momentum bagi Prabowo kembali ke politik. Kalah di konvensi Capres Partai Golkar lalu mendirikan Partai Gerindra sebagai kendaraan politiknya membuktikan Prabowo adalah seorang yang memegang teguh nilai-nilai demokrasi. Ia besarkan dan rawat Partai Gerindra hingga menjadi salah satu partai politik terbesar di Indonesia.

Kalah di tiga edisi pilpres yaitu Pilpres 2009, Pilpres 2014 dan Pilpres 2019 menjadi bukti bahwa Prabowo memiliki napas panjang di politik. Pun tidak mudah pula untuk tetap relevan dalam persaingan tertinggi politik nasional. Jika seorang penulis politik ingin menulis skenario terbaik dalam melihat perjalan politik seorang politisi maka nama Prabowo selalu layak untuk mendapatkan perhatian. Ia adalah politisi yang mewakili disiplin, dedikasi dan konsistensi dalam mencapai cita-cita.

Dari perjalanan politik Prabowo dan Partai Gerindra pula kita belajar satu hal bahwa apa yang memang ditakdirkan untuk kita akan sampai kepada kita. Pilpres 2024 adalah momen penentu bagi Prabowo. Pilihan untuk mengajak putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi cawapresnya menjadi alasan tersendiri demi menggaet ceruk pemilih baru. Pasangan Prabowo-Gibran akhirnya menang satu putaran dengan raihan 58,59 persen mengalahkan dua pasangan capres lainnya yaitu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Selain itu, kesuksesan Prabowo juga diikuti oleh Partai Gerindra yang kembali berhasil meningkatkan perolehan suara menjadi 13,22 persen atau 86 kursi sekaligus menegaskan bahwa Partai Gerindra menjadi satu-satunya partai yang grafik perolehan suara dan kursinya dari pemilu ke pemilu konsisten mengalami kenaikan.

Sugiat Santoso mahasiswa Program Doktoral (S3) Studi Pembangunan FISIP USU, penulis buku 'Prabowo Sang Pemersatu Bangsa'

(mmu/mmu)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial