Jakarta -
Bocah SD di Subang tewas diduga jadi korban perundungan (bullying). Ketua Komisi x DPR, Hetifah Sjaifudian, menyinggung penerapan Permendikbudristek No. 46 Tahun 2023 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP).
"Sebenarnya, telah ada Permendikbudristek No. 46 Tahun 2023 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP), yang sejak awal sebenarnya telah mengantisipasi kekerasan dan perundungan," ujar Hetifah, Selasa (26/11/2024).
Hetifah menyebut dalam aturan itu telah disusun cara mengantisipasi atau mencegah terjadinya perundungan di lingkungan sekolah. Dia menyatakan sekolah harus diciptakan sebagai lingkungan aman dan nyaman serta bebas dari perundungan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Aturan ini, sebenarnya telah mengantisipasi pencegahan, yaitu melalui penekanan pada penciptaan lingkungan sekolah yang aman dan nyaman, kurikulum anti-kekerasan, toleransi, dan saling menghormati, dan pelatihan bagi tenaga pendidik dan staf sekolah untuk mengidentifikasi, mencegah, dan menangani tindakan kekerasan," ujarnya.
Dia mengatakan perlu penanganan melalui prosedur yang jelas untuk melapor perundungan du sekolah. Selain itu, korban bullying pun perlu dibantu pemulihannya.
"Penanganan, yaitu melalui prosedur yang jelas untuk melaporkan dan menangani insiden kekerasan, baik fisik maupun psikologis, pembentukan tim penanganan kekerasan (melibatkan guru, orang tua, dan siswa), dan penyediaan dukungan psikologis bagi korban dan pelaku untuk membantu pemulihan," katanya.
Peraturan menteri itupun disebut mengatur kerja sama antarpihak untuk mengatasi perundungan. Kolaborasi dilakukan oleh pihak sekolah, pemerintah, dan organisasi non pemerintah.
"Juga kerja sama dengan pihak-pihak terkait, seperti pemerintah daerah, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat, untuk berkolaborasi dalam program pencegahan dan penanganan kekerasan," ujarnya.
Namun, Hetifah menilai pelaksanaan aturan tersebut belum maksimal. Hingga saat ini, masih sering terdengar kasus perundungan di sekolahnya.
"Oleh karena itu, kami merekomendasikan agar 'kampanye anti-bullying', dilakukan dengan melibatkan seluruh elemen sekolah, orang tua, dan masyarakat," katanya.
Dia menambahkan, hal tak kalah penting yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah melatih guru-guru untuk mengenal kasus perundungan.
"Guru perlu dilatih untuk mengenali tanda-tanda bullying dan menangani kasus dengan cepat dan bijaksana. Anak-anak juga harus merasa aman untuk melaporkan jika menemukan perilaku bullying, sehingga kerjasama antara siswa, guru dan orang tua dapat terjalin," katanya.
Siswa SD Meninggal Usai Di-bully
Diketahui, bocah kelas 3 SD di Subang, ARO (9), meninggal dunia usai mendapat perundungan oleh kakak kelasnya. Korban sempat koma dan mendapat perawatan di RSUD Ciereng sebelum meninggal.
"Ini hari ke-6, kondisinya memang tidak stabil, kritis, kondisi koma, kalau dari sisi medis ini udah mati batang otak, tadi meninggal jam 16.10 WIB," ujar Wadirut Pelayanan Medik Syamsu Riza, dilansir detikJabar, Senin (25/11).
Korban dirawat selama 6 hari di rumah sakit (RS). Syamsu menjelaskan pihaknya sudah melakukan berbagai upaya untuk membantu korban tetap bertahan hidup.
"Diagnosa awal terjadi pendarahan di otak, curiganya ke sana (benturan) kalo tidak ada kecurigaan lain. Belum bisa kita pastikan ada penyakit bawaan atau tidak, pemeriksaan belum kita lakukan karena pasien tidak stabil, sehingga kita tetap melakukan observasi, nggak ada luka di perut," katanya.
(aik/jbr)