Polemik Naturalisasi dan Prestasi Timnas Indonesia

1 month ago 41

Jakarta -

Prestasi Tim Nasional Indonesia di kancah sepakbola internasional mulai menampakkan hasil dengan lolos ke babak ketiga kualifikasi Piala Dunia 2026. Capaian tersebut menjadi sejarah baru bagi persepakbolaan nasional yang hampir selama beberapa dekade tidak pernah menorehkan prestasi dan berkutat selalu dengan permasalahan organisasi.

PSSI saat ini di bawah kepemimpinan Erick Thohir dan pelatih Shin Tae Yong telah melakukan terobosan dengan memanggil pemain naturalisasi untuk memperkuat skuad Timnas dan sebagai langkah strategis untuk mempercepat peningkatan kualitas tim dalam hadapi kompetisi Piala Asia dan kualifikasi Piala Dunia 2026. Namun langkah tersebut menjadi kontroversial dan jadi perdebatan publik belakangan ini.

Tiga Kritik

Secara garis besar saya melihat ada tiga kritik yang saat ini berkembang terhadap langkah PSSI melakukan naturalisasi pemain Timnas. Pertama, berkaitan dengan administrasi di mana legalitas identitas seperti paspor berpotensi ganda. Argumentasi dari para pengkritik menyoroti tentang status dokumen yang dimiliki para pemain naturalisasi; jika secara hukum Indonesia sudah legal, lantas bagaimana dengan statusnya di negara sebelumnya? Kritikan tersebut sudah dijawab oleh Dirjen Imigrasi bahwa tidak terdapat kegandaan paspor atau dokumen karena para pemain naturalisasi tersebut secara resmi memiliki dokumen kewarganegaraan Indonesia.

Kedua, berkaitan dengan identitas warga negara. Keaslian para pemain naturalisasi secara kewarganegaraan menjadi diskursus di berbagai ruang publik ataupun lini masa. Ada yang merasa malu bahwa secara identitas yang tampil membela tim sepakbola secara fisik bukanlah ciri dari masyarakat Indonesia, ada istilah atau gambaran bahwa para pemain naturalisasi dianggap sebagai pemain asing yang sedang dikontrak oleh PSSI. Menanggapi anggapan seperti itu PSSI dan pemerintah beralasan bahwa proses perekrutan naturalisasi berdasarkan jejak historis yang ada kaitannya dengan darah Indonesia baik dari orang tua maupun turunan secara silsilah keluarga besar.

Ketiga, pembinaan sepakbola nasional. Para pengkritik menyoroti proses pembinaan selama ini di mana pencarian bibit pemain sepakbola nasional tidak maksimal dan cenderung tidak profesional sehingga membuat kualitas timnas tidak maju. Dengan adanya naturalisasi, menurut para pengkritik pemain lokal akan semakin tertinggal dan menjadi sulit pada proses pembinaan khususnya talenta-talenta terbaik dari seluruh daerah yang tidak tertampung. Namun bagi PSSI, langkah naturalisasi ini merupakan cara strategis untuk mempercepat peringkat timnas di FIFA sambil terus merekrut serta membina pemain-pemain muda yang pada akhirnya secara perlahan naturalisasi akan dikurangi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meningkatkan Prestasi

Polemik naturalisasi menjadi wacana yang tidak pernah selesai dan persoalan ini selalu dikaitkan dengan jati diri bangsa bagi yang kontra. Namun di satu sisi, adanya naturalisasi untuk meningkatkan prestasi sepakbola nasional yang selama beberapa dekade ini tidak pernah mampu menembus jajaran tinggi dunia. Kritikan atas naturalisasi menjadi cambukan bagi pengembangan sepakbola Tanah Air yang selalu saja terkendala selama prosesnya, entah siapa yang harus bertanggung jawab namun sepertinya ada saling menyalahkan dalam kaitan hal tersebut.

Belum lagi selama ini induk organisasi sepakbola tercurahkan dengan persoalan internal mulai dari korupsi, dinamika konflik organisasi, pendanaan, dan sebagainya. Meskipun merekrut pemain naturalisasi sudah berlangsung beberapa tahun belakangan namun persoalan internal itu selalu menjadi penghambat. Langkah yang diambil PSSI pada saat ini dengan terus merekrut pemain naturalisasi berkualitas ternyata membuahkan hasil dengan naiknya peringkat timnas di FIFA menjadi urutan 129 dunia.

Secara strategis, merekrut pemain keturunan dengan jumlah besar merupakan sebuah terobosan yang luar biasa dan ini bisa menjadi pemantik bagi pelaku pembinaan sepakbola Tanah Air untuk terus bekerja keras menghasilkan pemain berkualitas pada masa depan. Oleh karena itu sinergisitas antara berbagai ekosistem sepakbola nasional harus makin terjalin kuat agar apa yang dipersepsikan bahwa pemain lokal merasa tidak diakomodasi terbantahkan.

Terkait polemik hadirnya pemain naturalisasi dengan argumen identitas harus secara hati-hati mengindentifikasikannya karena jika salah memandangnya kita akan terjerumus ke persoalan rasialisme ataupun chauvinisme yang ini akan menambah persoalan. Lantas harus seperti apa kita bersikap di antara polemik tersebut? Jawabannya adalah kesadaran para pemangku kebijakan bahwa jangan jadikan olahraga sebagai komoditas yang dapat dipertukarkan secara ekonomi politik.

Strategi Transformasi

Saya memandang dan meyakini sesuai dengan niatan dari PSSI bahwa naturalisasi adalah sebuah strategi transformasi untuk meningkatkan performa sepakbola Tanah Air. Namun menurut saya, saat ini kriteria untuk menerima naturalisasi hanya ditujukan untuk mencapai keberhasilan jangka pendek dan mendapatkan prestise bagi negara.

Saya menyarankan harus ada kriteria lain agar juga menjadi lebih berjangka panjang. Misalnya, atlet yang dinaturalisasi harus tinggal secara permanen di Indonesia dan diikutsertakan pada kompetisi lokal agar nilai liga menjadi lebih kompetitif serta bisa menjadi panutan bagi pemain-pemain lokal. Para pemain naturalisasi secara khusus dapat berkompetisi dalam tim nasional, dan karena itu secara unik semakin terlegitimasi statusnya mewakili bangsa dan masyarakat.

Naturalisasi bukan sekadar cara kilat untuk mempercepat prestasi tetapi perlu dipikirkan juga bagaimana masa depan sepakbola nasional pasca naturalisasi. Hal ini sangat penting karena apakah komitmen mempertahankan model ini masih berlaku jika kepengurusan PSSI berubah dan pelatih berganti. Keberlanjutan merupakan hal penting yang perlu dipikirkan oleh PSSI karena harapan masyarakat Indonesia atas prestasi timnas di tingkat dunia sangat tinggi.

Sepakbola telah berhasil menyatukan imaji rakyat Indonesia akan semangat optimisme dari berbagai dinamika masalah kebangsaan dan kehidupan. Kini timnas menjadi harapan bagi publik untuk menunjukkan identitas bangsa di mata dunia melalui pentas sepakbola. Meminjam istilah Bennedict Anderson tentang "komunitas imajiner", dalam olahraga bisa diartikan bahwa imajinasi bangsa dibangun melalui olahraga mewakili identitas nasional. Masyarakat mengidentifikasi dirinya dengan selebrasi olahraga melalui tontonan perjuang para pemain dan kemenangan yang diraih. Semoga harapan bisa terwujud.

Meistra Budiasa Pusat Studi Komunikasi Olahraga Universitas Bung Karno

(mmu/mmu)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial