Jakarta -
Komnas Perempuan mengatakan krisis iklim memicu risiko kekerasan berbasis gender meningkat. Komnas Perempuan menyebut krisis iklim memberikan dampak yang lebih berat hingga memperburuk ketimpangan gender.
Komisioner Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin, mengatakan perempuan yang berada di garis terdepan dalam menghadapi situasi krisis iklim bertolak belakang dengan akses sumber daya, pendidikan dan pengambilan keputusan yang sangat terbatas.
"Kita tidak dapat memungkiri bahwa krisis iklim memperbesar kerentanan ini. Sebagai contoh, dalam kondisi akibat naiknya permukaan air laut hingga banjir rob, salah satu daerah," kata Mariana dalam peluncuran hasil 'Pemetaan situasi Perempuan dan Perhatian Khusus pad Kelompok rentan dalam Konteks Krisis Iklim' di Hotel Mercure, Jakarta Pusat, Senin (25/11/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perempuan menghadapi tantangan yang lebih kompleks, mulai dari ancaman kelangsungan hidup, termasuk risiko kekerasan berbasis gender sebagai efek domino dari sulitnya sumber penghidupan, hingga kesulitan mengakses layanan kesehatan reproduksi yang sangat esensial," sambungnya.
Berdasarkan catatan Komnas Perempuan tahun 2023, katanya, ada sebanyak 289.111 pengaduan kasus kekerasan terhadap perempuan. Dia menyebut kasus itu didominasi ranah personal atau domestik, yakni sebanyak 284.741 kasus atau mencapai 98,5 persen. Sementara di ranah publik sebanyak 4.182 kasus atau 1,4 persen dan ranah negara 188 kasus atau 0,1 persen.
"Hal ini menggarisbawahi bahwa ruang domestik yang seharusnya menjadi tempat aman justru menjadi lokasi utama terjadinya kekerasan," kata dia.
Meski begitu, dia mengatakan sudah terdapat kemajuan yang dihadirkan negara dalam upaya penanganan terhadap kekerasan perempuan. Dia menyebut negara sudah menghadirkan UU nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) serta Perpres nomor 55 Tahun 2024 tentang Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA).
Selain itu, ada juga Perpres Nomor 98 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu dalam Penanganan, Perlindungan, dan Pemulihan Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan Perpres Nomor 9 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Terpadu bagi Aparat Penegak Hukum dan Tenaga Layanan Pemerintah serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2024 tentang Koordinasi dan Pemantauan Pelaksanaan Pencegahan dan Penanganan Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
"Kita semua berharap dalam situasi apapun pencegahan, penanganan, perlindungan, dan pemulihan perempuan dari kekerasan berbasis gender menjadi prioritas kebijakan. Dan dengan temuan fakta situasi perempuan dalam konteks krisis iklim ini menjadi titik kesepahaman untuk memacu langkah bersama, memastikan bahwa perempuan dan kelompok rentan lainnya menjadi bagian dari solusi, bukan sekadar objek dari kebijakan," ujarnya.
Dia pun mengatakan Komnas Perempuan akan membuat rekomendasi agar pemerintah memberikan perhatian pada perempuan yang mengalami dampak kekerasan akibat dampak krisis iklim. Dia menyebut rekomendasi ini akan diberikan kepada seluruh stakeholder yang berkaitan dengan krisis iklim maupun perempuan.
"Rekomendasi kita, kami tidak bisa sendirian bekerja menghadapi krisis iklim, tidak mungkin. Tidak mungkin sendirian kan menghadapi cuaca juga, gunung meletus, banjir dan segala macam bencana lain. Jadi kami menggandeng semua stakeholders yang berkait dengan urusan masalah-masalah perempuan. Kami akan memberikan semuanya, kepada pihak-pihak yang terkait. Berkaitan dengan iklim, berkaitan dengan bencana, berkaitan dengan perempuan, berkaitan dengan kondisi krisis," ujarnya.
(haf/haf)