Padang -
Puluhan warga negara Indonesia (WNI) telah dievakuasi dari Lebanon akibat pertikaian yang terus memanas antara militer Israel dan kelompok milisi Hizbullah di Lebanon selatan. Salah seorang WNI yang telah kembali ke Indonesia mengaku hingga kini masih trauma dengan suara bom.
"Saya trauma dengar suara bom. Kalau sudah dengar suara bom biasanya [mulai] jam 12-an [malam] itu sampai subuh udah enggak bisa tidur," ujar Rina Mardiani kepada wartawan Halbert Caniago yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, pada Selasa (15/10).
Perempuan berusia 33 tahun asal Sumatra Barat itu bersama dua putranya, Muhammad Muhalhal (6 tahun) dan Ahmad Muhalhal (4 tahun) mendarat di Bandara Internasional Minangkabau pada Selasa (15/10) pukul 08.05 WIB.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Suami saya masih di Lebanon. Hanya saya dan anak-anak yang kembali ke Indonesia," tuturnya.
Rina kembali menapakkan kaki di tanah Minangkabau setelah perjalanan panjang dari Lebanon ke Indonesia usai dievakuasi pemerintah Indonesia pada awal Oktober 2024 silam.
Dievakuasi lewat jalur darat
Rina menuturkan bahwa dia dan dua anaknya bersama sejumlah WNI lain dievakuasi melalui jalur darat melintasi tiga negara.
"Dari Lebanon ke Suriah pakai bus, ke Yordania juga pakai bus. Baru dari Yordania ke Jakarta pakai pesawat," terang Rina.
Selama perjalanan, Rina selalu mengkhawatirkan suaminya, Mustafa Muhalhal (45 tahun), yang memilih bertahan di Lebanon bersama keluarganya.
"Dia memang orang asli sana," kata Rina.
Sampai saat ini Rina masih terus berkomunikasi dengan sang suami, namun situasi yang terus memanas antara Israel dan Hizbullah membuatnya khawatir dengan nasib suaminya.
"Semingguan yang lalu, di dekat rumah saya namanya daerahnya Golan, dibom juga di sana," ujarnya.
Trauma saat dengar letusan
Sebelum dievakuasi dan dipulangkan ke Indonesia, Rina menceritakan kondisi di daerah tempat dia tinggal tidak terlalu berbahaya seperti di daerah Beirut dan Lebanon selatan lainnya.
Namun, ketika serangan udara Israel ke Lebanon selatan kian intens sejak awal Oktober lalu, Rina mengaku kerap dikagetkan oleh suara ledakan bom.
"Saya trauma dengar suara bom. Kalau sudah dengar suara bom biasanya [sejak] jam 12-an itu sampai subuh sudah enggak bisa tidur."
Teror bom itu menjadi sebuah trauma yang dialami Rina dan kedua anaknya.
Tim penyelamat bekerja di lokasi serangan udara Israel yang menargetkan Desa Toul di selatan Lebanon, 15 Oktober 2024 (AFP)
Baca juga:
- Konflik Israel-Hizbullah dalam peta Melacak jejak kekerasan di Lebanon
- Israel sudah empat kali menginvasi Lebanon, apa bedanya dengan invasi kali ini?
- Apa yang perlu diketahui tentang serangan Israel terhadap poros perlawanan Hizbullah, Houthi, dan Hamas yang disokong Iran
Sejumlah relawan membantu orang-orang yang melarikan diri dari pemboman Israel di Lebanon saat mereka berjalan melintasi lokasi bekas pemboman di daerah Masnaa, Lebanon, 15 Oktober 2024 (AFP)
"Suara bom itu kan kayak guntur ya. Kemarin pas [kami] di Jakarta ada hujan, ada guntur. Dia bilang, Oh itu pesawatnya Israel," ujar Rina, menirukan perkataan anaknya.
"Dia langsung ngumpet ke belakang saya," katanya kemudian.
Meskipun mengalami teror pengeboman di Lebanon, Rina yang memutuskan tinggal di Lebanon setelah pernikahannya dengan sang suami pada 2016 silam ini mengungkapkan bahwa dirinya tetap akan kembali ke negara itu.
"Kalau keadaannya sudah aman tentu saya akan kembali lagi nanti. Saya akan menemui suami saya dan keluarga suami saya," katanya.
WNI lainnya yang juga dievakuasi dari Lebanon, Muhammad Luthfi Ahmadi, mengungkapkan bahwa dirinya berada di negara itu untuk melanjutkan pendidikan di Global University, Beirut.
Kendati mendengar ledakan bom setiap harinya, Luthfi mengaku kondisi di lokasi kampusnya cukup aman. Namun begitu, kampusnya kemudian menyetop aktivitas kuliah dan memberikan cuti kepada semua mahasiswa.
Bagi yang dievakuasi oleh negaranya, ujar Luthfi, diperbolehkan pulang ke negaranya masing-masing.
"Saya dievakuasi pada 10 Oktober kemarin melalui jalur udara, sebelumnya memang direncanakan evakuasi melalui jalur darat," kata pria yang berasal dari Pasaman Barat ini.
Lutfhi tiba di Jakarta pada 11 Oktober silam dan tiba ke Padang berbarengan dengan Rina dan kedua putranya pada Selasa (15/10).
"Saya pastinya nanti akan kembali lagi jika keadaan sudah kembali aman dan pihak kampus menyuruh untuk kembali kuliah," ungkap Lutfhi.
Cetakan foto pribadi dan sepatu kets berserakan di antara puing-puing bangunan yang hancur setelah serangan udara Israel di desa Qana, Lebanon selatan, 16 Oktober 2024 (AFP)
Puluhan WNI masih bertahan di Lebanon
Rina Mardiani menambahkan bahwa saat ini masih banyak WNI yang berada di Lebanon, tepatnya di Kota Beirut.
"Puluhan mungkin masih bertahan di sana, dari informasi teman-teman juga masih ada," katanya.
Merujuk data Kementerian Luar Negeri, sebanyak 85 WNI masih berada di Lebanon hingga kini.
Pada 9 Oktober silam, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Beirut kembali mengevakuasi 14 WNI dari Lebanon.
Sebelumnya, pemerintah telah mengevakuasi 65 WNI dan 1 WNA dalam lima gelombang evakuasi pada 10 Agustus, 18 Agustus, 28 Agustus, 2 Oktober dan 3 Oktober.
"Dengan demikian, total jumlah warga yang berhasil dievakuasi dari Lebanon oleh pemerintah RI (Republik Indonesia) adalah 79 WNI dan 1 WNA," ujar Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha, seperti dikutip dari kantor berita Antara.
Judha menambahkan sebanyak 17 WNI yang berprofesi sebagai pekerja migran dan diaspora yang menikah dengan warga negara asing telah lebih dulu kembali secara mandiri baik dengan biaya perusahaan maupun pribadi.
Sebelumnya, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Beirut telah menetapkan status Siaga I untuk seluruh wilayah Lebanon sejak 4 Agustus 2024.
Koordinasi intensif untuk menetapkan rencana kontingensi, termasuk rute evakuasi, telah dilakukan dengan melibatkan seluruh perwakilan pemerintah Indonesia, termasuk KBRI Amman, KBRI Beirut, KBRI Damaskus, KBRI Kairo dan KBRI Roma.
Sedikitnya 21 orang tewas dalam serangan di Lebanon utara
Dalam perkembangan terbaru, setidaknya 21 orang tewas dan delapan lainnya cedera dalam serangan udara Israel di Lebanon utara, kata Kementerian Kesehatan Lebanon.
Serangan itu menghantam sebuah bangunan perumahan di Aitou, sebuah desa yang mayoritas penduduknya beragama Kristen, jauh dari lokasi serangan Israel yang menargetkan kelompok Hizbullah di Lebanon selatan.
Warga setempat mengatakan sebuah keluarga yang baru-baru ini mengungsi akibat perang telah tinggal di sana.
Militer Israel tidak segera mengomentari laporan tersebut. Namun, serangan ini terjadi setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berjanji untuk terus menyerang Hizbullah "tanpa ampun" di mana pun termasuk Beirut.
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengklaim telah menembak 230 target di Lebanon selatan dan Gaza pada Senin (14/10).
Wartawan di Padang, Halbert Caniago, berkontribusi untuk liputan ini
- Majikan mengurung saya di rumah dan mereka pergi menyelamatkan diri' Nasib PRT di Lebanon saat gempuran Israel
- Serangan udara Israel hantam Gaza dan Beirut, satu tahun setelah serangan 7 Oktober
- Konflik Israel-Hizbullah dalam peta Melacak jejak kekerasan di Lebanon
(nvc/nvc)