Jakarta -
Indonesia Corruption Watch (ICW) memiliki pandangan berbeda dengan Wakil Ketua dan juga capim KPK Johanis Tanak tentang operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK. ICW menilai OTT justru salah satu instrumen hukum yang dinilai ampuh untuk melakukan penindakan.
"ICW perlu mengingatkan kepada Johanis Tanak bahwa OTT menjadi salah satu instrumen hukum yang sangat ampuh untuk melakukan penindakan di KPK. Melalui OTT pula, KPK mencatatkan banyak keberhasilan dalam mengungkap tindak pidana korupsi yang melibatkan pejabat tinggi negara mulai dari menteri, ketua DPR, hingga hakim MK. Jika disampaikan bahwa dirinya hendak menghapus OTT sebagai sebuah strategi dalam pemberantasan korupsi, maka pernyataan tersebut adalah bentuk untuk melemahkan kinerja KPK," ujar peneliti ICW Diky Anandya kepada wartawan, Rabu (20/11/2024).
Johanis Tanak diketahui menginginkan OTT ditutup jika terpilih menjadi komisioner KPK. Pernyataan itu disampaikan saat dia menjalani tes kelayakan dan kepatutan capim KPK. ICW menilai keinginan Tanak itu tidak berdasar dan menyesatkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam pandangan ICW, pernyataan itu dilontarkan oleh Tanak tidak lebih dari sekedar hanya untuk mengambil hati anggota DPR yang mengujinya, padahal yang disampaikannya jelas tidak berdasar dan menyesatkan," katanya.
Menurut Diky, OTT yang dilakukan KPK pasti didahului dengan proses perencanaan mulai dari proses penyadapan yang kemudian diikuti oleh pengintaian terhadap terduga pelaku, dan ketika terduga beraksi, KPK dapat langsung melakukan penangkapan. Dia juga mengatakan OTT itu adalah amanat dari UU KPK.
"Dan perlu dipahami bahwa proses penyadapan sendiri sebagai sebuah proses perencanaan ketika hendak melakukan OTT secara eksplisit telah diamanatkan dalam Pasal 12 ayat (1) UU KPK yang menyebutkan "Dalam melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyadapan". Artinya, penyadapan sudah barang tentu boleh dilakukan sebagai sebuah perencanaan untuk menentukan ada tidaknya tindak pidana," jelasnya.
Dia pun menilai penyadapan yang dilakukan KPK dalam rangkaian OTT itu adalah bentuk pencarian bukti. Dia pun menegaskan OTT yang dilakukan KPK diatur dalam KUHAP.
"Sehingga, OTT yang selalu dilakukan oleh KPK adalah bentuk manifestasi dari hasil penyadapan sebagai bukti petunjuk untuk mengungkap tindak pidana dan menangkap pelaku dan dengan kata lain, terminologi OTT yang digunakan oleh KPK sama dengan keadaan tertangkap tangan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 19 KUHAP," imbuhnya.
Terakhir, Diky mewanti-wanti para wakil rakyat tidak salah pilih dalam memilih capim KPK. Dia menilai apa yang disampaikan Tanak ini bertentangan dengan semangat KPK.
"Atas alasan tersebut, ICW mendesak kepada anggota DPR untuk tidak memilih calon pimpinan KPK berdasarkan selera subjektif hanya karena calon yang diuji hendak menghapus OTT, sebab hal tersebut bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi," tegasnya.
Tanak Ingin Tutup OTT KPK
Sebelumnya, pernyataan Tanak bahwa ia akan menutup OTT itu diutarakan dalam tes kelayakan dan kepatutan capim KPK di Komisi III DPR RI, Selasa (19/11). Tanak lebih dulu mengatakan bahwa OTT itu tidak tepat dilakukan.
"OTT menurut hemat saya kurang, mohon izin, walaupun saya di pimpinan KPK, saya harus mengikuti, tetapi berdasarkan pemahaman saya, OTT itu sendiri tidak pas, tidak tepat," kata Tanak.
"Tetapi saya bisa jadi, mohon izin, Ketua, saya akan tutup, close, karena itu tidak sesuai pengertian yang dimaksud dalam KUHAP. Karena tidak sesuai dengan KUHAP," tambahnya.
(zap/dhn)