Jakarta -
Apakah pendaki gunung asal Inggris, George Mallory dan Andrew Irvine, benar-benar berhasil mencapai puncak Gunung Everest pada 1924, 29 tahun sebelum pendakian pertama gunung tertinggi di dunia itu didokumentasikan?
Itu adalah pertanyaan yang belum terjawab selama beberapa dekade, sedemikian rupa sehingga banyak buku yang telah ditulis tentang subjek ini.
Edmund Hillary asal Selandia Baru dan Tenzing Norgay adal Nepal tercatat dalam buku rekor atas prestasi mereka berhasil mendaki Gunung Everest pada 1953. Namun, kini para pendaki gunung dan pembuat film asal Amerika Serikat (AS), Jimmy Chin, menemukan sepatu gunung yang sangat tua di Gletser Rongbuk Tengah di bawah permukaan utara Everest, dengan sisa-sisa kaki dan kaus kaki dengan label bertuliskan "A.C. Irvine".
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya pikir itu benar-benar mencair (dari gletser) seminggu sebelum kami menemukannya," kata Chin kepada majalah 'National Geographic'. Jadi, apakah misteri Mallory dan Irvine yang berusia 100 tahun itu kini akan terpecahkan? DW mencoba untuk menguraikannya.
Sejarah pendakian 100 tahun yang lalu di Gunung Everest
Pada 1924, Mallory yang berusia 37 tahun, dan Irvine yang berusia 22 tahun, adalah bagian dari ekspedisi Inggris yang menetapkan tujuan untuk menyelesaikan pendakian Gunung Everest untuk pertama kalinya. Mereka mendaki melalui sisi utara gunung di Tibet karena Nepal saat itu terlarang bagi orang asing.
Mallory dan Irvine memulai upaya pendakian mereka pada tanggal 6 Juni dari North Col di ketinggian sekitar 7.000 meter, ditemani oleh beberapa orang Tibet. Keesokan harinya, mereka mencapai kamp tertinggi terakhir di ketinggian sekitar 8.200 meter. Di sana, orang Tibet terakhir berbalik dan membawa catatan dari Mallory untuk sesama anggota ekspedisi lainnya, Noel Odell.
"Kita mungkin akan mulai besok pagi (pukul 8) jika cuaca cerah," tulis catatan itu.
Dalam catatan tersebut, Mallory juga memberikan indikasi di mana dan kira-kira kapan Odell akan melihat mereka keesokan harinya. Ketika tutupan awan sempat menipis pada tanggal 8 Juni, Odell mengira ia melihat dua titik bergerak di atas pijakan batu di arah timur laut. Namun setelah itu, jejak keduanya hilang.
Apakah anggota ekspedisi lainnya pergi mencari kedua orang yang hilang itu?
Ketika tidak ada tanda-tanda dari Mallory dan Irvine, Odell mendaki sekali lagi ke kamp tertinggi terakhir dan mendaki sedikit lebih jauh dari sana, tetapi badai dahsyat memaksanya untuk kembali.
Pertanda datangnya musim hujan juga membuat pencarian lebih lanjut menjadi tidak mungkin. Pemimpin ekspedisi Edward Norton kemudian mengirim telegraf ke surat kabar harian London "The Times," yang berbunyi: "Mallory dan Irvine tewas dalam upaya terakhir."
Norton telah mencapai ketinggian 8.570 meter selama ekspedisi, tidak seperti Mallory dan Irvine yang tidak menggunakan tabung oksigen. Pencapaian ini tetap menjadi rekor ketinggian Everest tanpa masker pernapasan hingga 1978, saat Reinhold Messner dan Peter Habeler mencapai titik tertinggi di bumi ini pada ketinggian 8.849 meter, untuk pertama kalinya tanpa tabung oksigen.
Petunjuk tentang nasib Mallory dan Irvine?
Pada 1933, anggota ekspedisi Gunung Everest asal Inggris lainnya menemukan kapak es milik Irvine di ketinggian 8.460 meter. Pendaki individu dari ekspedisi Everest asal Cina pada 1960 dan 1975, serta ekspedisi Jepang pada 1995 melaporkan bahwa mereka telah melihat mayat yang sangat tua dalam pendakian masing-masing. Informasi ketinggiannya bervariasi antara 8.100 hingga 8.500 meter. Namun, informasi itu tidak dapat diverifikasi.
Pada tanggal 1 Mei 1999, pendaki gunung asal AS, Conrad Anker, yang juga merupakan seorang anggota ekspedisi pencarian internasional, menemukan mayat Mallory yang membeku di reruntuhan pada ketinggian 8.159 meter. Kaki Mallory patah dan terluka parah di bagian kepala, terlihat jelas akibat terjatuh dari ketinggian.
Namun Irvine masih menghilang. Sebuah kamera Kodak kecil yang digunakan kedua pendaki untuk mendokumentasikan pendakian mereka juga tidak ditemukan.
Apakah sepatu itu benar-benar milik Irvine?
Mungkin tidak juga. Sepatu itu bertabur paku baja, seperti yang biasa dilakukan oleh para pendaki gunung pada 1924. Crampon yang digunakan saat ini baru dibuat beberapa tahun kemudian. Kondisi kulit pada sepatu yang rapuh itu juga konsisten dengan kondisi sepatu berusia 100 tahun yang telah lama tergeletak di dalam es.
Namun, petunjuk paling penting adalah label dengan tulisan "A.C. Irvine". Nama lengkap pendaki gunung itu adalah Andrew Comyn Irvine. Tes DNA juga bisa memberikan kepastian. Keturunan Irvine telah setuju untuk memberikan sampel DNA untuk dibandingkan dengan sisa-sisa kaki yang telah ditemukan.
Kesimpulan apa yang dapat ditarik dari penemuan sepatu ini?
Yang pertama adalah bahwa Irvine benar-benar meninggal di Gunung Everest.
"Itu adalah benda yang dulu miliknya dan ada sedikit tentang Irvine di dalamnya," kata keponakan perempuan Irvine, Julie Summers, yang telah menulis biografi tentang pamannya. "(Penemuan) itu menceritakan keseluruhan kisah tentang apa yang mungkin terjadi."
Selama bertahun-tahun setelah kepergiannya, orang tua Irvine membiarkan lampu tetap menyala dan pintu tidak terkunci di rumah mereka di Birkenhead dekat Liverpool, dengan harapan Andrew akan pulang suatu hari nanti.
Sejarawan pegunungan Alpen dan pendaki gunung asal Jerman, Jochen Hemmleb berada di Gunung Everest selama ekspedisi pencarian pada 1999 dan turut berperan penting dalam penemuan jasad Mallory melalui penelitiannya selama bertahun-tahun.
Hemmleb menggambarkan penemuan baru-baru ini sebagai "penemuan penting." Namun, ia juga memperingatkan agar tidak terburu-buru mengambil kesimpulan. "Ada beberapa kemungkinan bagaimana jasad Irvine bisa berakhir di Gletser Rongbuk Tengah," katanya.
"Dia bisa saja jatuh dari suatu tempat di Northeast Ridge. Dia bisa saja tersapu longsoran salju dari suatu tempat di sisi utara. Atau tubuhnya bisa saja terlempar dari gunung."
Jadi, apakah Mallory dan Irvine benar-benar mencapai puncak?
Kita tidak tahu.
"Untuk saat ini, penemuan ini, meski menyedihkan, tidak memberikan banyak petunjuk tentang apakah Mallory dan Irvine berhasil mencapai puncak atau apa yang benar-benar terjadi pada mereka," kata Hemmleb. "Sejauh ini, saya belum melihat solusi untuk misteri ini."
Terlebih karena kamera mereka masih belum ditemukan, yang mungkin lebih dapat memberikan informasi konkret.
Namun, pendaki gunung asal AS, Jake Norton, yang juga merupakan bagian dari ekspedisi pencarian tahun 1999 seperti Hemmleb meyakini, "ada lebih banyak cerita di baliknya" dan itu akan "dibagikan pada waktunya."
Jimmy Chin tidak berkenan menjelaskan secara rinci di mana tepatnya ia dan rekan-rekannya menemukan jasad Irvine, dengan alasan agar tidak membuat para pemburu harta karun mendaki segera menuju ke dasar sisi utara Everest. Ia yakin bahwa artefak lain dan bahkan mungkin kamera itu ada di dekat sana.
"Ini tentu saja bisa mempersempit area pencarian," kata Chin.
Artikel ini diadaptasi dari DW berbahasa Jerman
Lihat juga Video 'Momen Sherpa Selamatkan Pendaki Malaysia yang Nyaris Mati di Everest':
(ita/ita)