Jakarta -
Wakil Menteri Transmigrasi, Viva Yoga Mauladi menyampaikan swasembada pangan bukan hal yang mudah. Menurutnya, diperlukan dukungan semua pihak, sikap mengesampingkan ego sektoral, serta memprioritaskan kepentingan umum di atas kepentingan golongan dan pribadi.
Meski demikian, Wakil Ketua Umum PAN ini optimistis swasembada pangan akan terwujud. Sebab, bangsa ini masih memiliki lahan yang luas dan subur.
"Kita mendorong masyarakat bersama dengan pemerintah untuk berjuang membangun swasembada pangan sekaligus meningkatkan taraf hidup petani," ujar Viva Yoga dalam keterangannya, Kamis (30/1/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini disampaikannya saat menjadi keynote speech dalam 'Outlook Agriculture KAHMI 2025' yang berlangsung luring di KAHMI Center, Jakarta. Seminar bertema 'Swasembada Pangan Dalam Rangka Kemandirian Ekonomi Menuju Indonesia Maju' ini juga berlangsung daring dan diikuti peserta dari berbagai daerah di Indonesia.
Viva Yoga mengungkapkan kerja keras yang dilakukan oleh semua pihak tak hanya sukses mewujudkan swasembada pangan, namun mewujudkan lumbung pangan dunia dalam beberapa tahun ke depan.
"Ini bukan suatu mimpi, dengan kerja keras. Saya yakin bangsa Indonesia mampu menjadi lumbung pangan dunia," tuturnya.
"Yakusa, yakin usaha sampai," tambahnya.
Mantan anggota Komisi IV DPR itu pun menambahkan beberapa langkah untuk mencapai swasembada pangan yakni dengan mencetak dan meningkatkan produktivitas lahan pertanian dengan lumbung pangan desa, daerah, dan nasional.
Kemudian, tersedianya lahan pangan secara berkelanjutan, meningkatkan berbagai kualitas tata kelola sistem pangan, konsumsi, dan produktivitas pertanian, serta menjaga keamanan dan penanganan kerawanan pangan.
Lebih lanjut, Viva Yoga mengatakan untuk meningkatkan produksi, diperlukan intensifikasi dan ekstensifikasi. Menurutnya, intensifikasi terbagi atas tiga hal. Pertama, meningkatkan produktivitas melalui sarana produksi pertanian yakni benih bersertifikat, pupuk, air irigasi, serta penunjang lainnya.
Kedua, mengurangi susut panen dengan alsintan pascapanen (harvester, RMU). Ketiga, meningkatkan indeks pertanaman melalui optimalisasi lahan eksisting (air irigasi dan pengolahan lahan).
"Sedang ekstensifikasi ditempuh lewat menambah lahan baku sawah dan mencetak lahan atau sawah baru," ungkapnya.
Keinginan untuk mencapai swasembada pangan, menurut Viva Yoga saat ini menghadapi beragam tantangan. Pertama, stagnasi produksi pangan. Padi turun sekitar 1,1 persen pada 2019-2023, rendahnya produktivitas lahan budidaya ikan 0,6 ton/ha/tahun.
Kedua, tingginya ketergantungan pada impor. Catatan pada 2023 menunjukan beras sebanyak 3,1 juta ton; daging sapi 52,3 persen; susu 78,6 persen, garam 2,8 juta ton.
Ketiga, masih adanya daerah rawan pangan. Sekitar 16 persen kabupaten/kota mengalami masalah ini. Keempat, alih fungsi lahan yang massif terutama di Pulau Jawa. Sekitar 80 Ribu ha pada tahun 2019-2024.
Kelima, penurunan kualitas atau degradasi lahan. 89,5 persen lahan tidak sustainable. Keenam, tak adanya regenerasi petani (aging farmer). Sekitar 70 persen petani dan nelayan berusia di atas 43 tahun.
"Meski demikian tantangan tersebut harus dihadapi dan dikelola sehingga tidak menjadi rintangan," katanya.
"Tantangan yang ada bila dikelola bisa menjadi potensi baru dengan memanfaatkan lahan yang masih luas di Kalimantan, Nusa Tenggara, dan Papua," pungkasnya.
Sebagai informasi, turut hadir pada seminar tersebut, antara lain pembicara Presidium Majelis Nasional KAHMI Prof. Dr. Ir. Abdullah Puteh, Mantan Dirjen Bina Produksi Tanaman Pangan Prof. Dr. Ir. M. Jafar Hafsah, anggota Komisi IV DPR Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri MS, Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB Prof. Dr. Sofyan Sjaf, dan Direksi BNI Munadi Herlambang.
(sls/Kementrans)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu