Jakarta -
Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (GAPENSI) bersama sejumlah asosiasi badan usaha jasa konstruksi terakreditasi berdiskusi terkait rencana pemerintah dalam merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi. Asosiasi meminta agar revisi tidak dilakukan secara terburu-buru.
Pada pembahasan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2025, belum tercantum rencana pembahasan RUU pengganti UU Nomor 2 Tahun 2017. Namun, RUU Perubahan Ketiga atas UU Nomor 2 Tahun 2017 telah masuk dalam daftar Prolegnas Lima Tahun.
"Kami meminta kepada DPR-RI, khususnya Komisi V, untuk tidak terburu-buru dalam mengesahkan perubahan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017," ujar Ketua Umum BPP GAPENSI, Andi Rukman, dalam keterangan tertulis, Kamis (28/11/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hasil telaah gabungan asosiasi badan usaha jasa konstruksi terakreditasi menyatakan, isi UU 2/2017 telah cukup memadai untuk mencapai tujuan sebagaimana diatur dalam Pasal 3, dengan beberapa catatan.
Andi mengatakan, salah satu poin penting di dalamnya adalah kewenangan pemerintah pusat dan daerah yang dinilai masih sektoral dalam memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan usaha jasa konstruksi.
Selain itu, juga ditekankan pentingnya peningkatan peran tenaga kerja dan penyedia jasa konstruksi lokal. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian juga telah mengarahkan pemerintah daerah agar proyek konstruksi yang didanai APBD wajib mengalokasikan anggaran untuk peningkatan kompetensi tenaga kerja lokal dan penyedia jasa lokal.
Asosiasi juga memfokuskan perhatian pada perubahan peraturan pelaksanaan UU Jasa Konstruksi, termasuk PP Nomor 5 Tahun 2020 dan PP Nomor 14 Tahun 2020, dan peraturan menteri terkait. Peran Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) juga diusulkan untuk diperluas, agar terintegrasi secara lintas sektor dan lintas daerah.
"GAPENSI telah diminta oleh rekan-rekan asosiasi untuk menjadi Ketua Tim Paguyuban guna mengawal perubahan kebijakan terkait UU Nomor 2 Tahun 2017," ujar Andi.
Ke depan, gabungan asosiasi ini berencana melakukan audiensi bersama Menko Infrastruktur dan Pengembangan Kewilayahan (IPK), Agus Harimurti Yudhoyono, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, dan Komisi V DPR RI.
"Ini adalah langkah bersama untuk memastikan setiap perubahan kebijakan mencerminkan kebutuhan dan aspirasi industri konstruksi nasional," katanya.
Dalam pelaksanaan diskusi Gapensi bersama seluruh asosiasi badan usaha jasa konstruksi, turut disoroti pula isu beredarnya draft Rancangan UU pengganti UU Nomor 2 Tahun 2017 yang dinilai sebagai hoax.
Draft tersebut dikhawatirkan mempengaruhi opini publik, padahal penyusunan RUU baru memerlukan tahapan yang jelas, mulai dari naskah akademis, daftar isian masalah, hingga masukan dari publik, yang saat ini belum terlaksana.
Sebagai informasi, Komisi V DPR RI sepakat untuk mengajukan revisi atas Undang-Undang No. 2 tahun 2017 tenang Jasa Konstruksi atau UU Jasa Konstruksi. Aturan ini dipandang perlu mendapat perbaikan lantaran minimnya sisi pengawasan sehingga muncul banyak pekerjaan bermasalah.
Ketua Komisi V DPR RI Lasarus mengatakan, pihaknya telah mengajukan revisi UU Jasa Konstruksi ini ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui Badan Legislatif (Baleg). Salah satu poin revisinya ialah agar LPJK tidak lagi di bawah Kementerian Pekerjaan Umum (PU).
"LPJK akan kami usulkan untuk tidak di bawah Kementerian PUPR. Kalau dulu kan Kementerian PUPR pak, jadi nanti LPJK ini akan kita buat kembali ke luar dari kementerian, karena check and balance itu kami lihat lemah terkait pengadaan barang dan jasa selama ini," kata Lasarus, dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Menteri PU di Senayan, Jakarta, Rabu (30/10/2024).
Lasarus mengatakan, ke depan pihaknya akan melakukan diskusi lanjutan terkait mekanisme, penyusunan naskah akademik, hingga isu-isu yang kita anggap perlu. Adapun salah satu isu yang disorotinya ialah adanya ketimpangan, di mana ada dominasi BUMN dan perusahaan besar terhadap kegiatan-kegiatan APBN.
Menurutnya, kondisi ini menyebabkan perusahaan-perusahaan kecil tidak mendapat kesempatan untuk masuk ke proyek pemerintah. Perusahaan-perusahaan kecil ini juga hanya kebagian tugas menyelesaikan proyek apabila ada permasalahan menimpa perusahaan utama tersebut.
"Hanya kebagian tugas kalau kontraknya tidak selesai, kalau pekerjaannya bermasalah, yang dimintai tolong juga adalah perusahaan-perusahaan di daerah," kata dia.
(kil/kil)