Ilustrasi : Edi Wahyono
Selasa, 26 November 2024
Umur Muhammad Delfi baru menginjak 19 tahun pada 2013. Keluarga dan teman dekatnya sering menyapanya dengan panggilan Buyung. Delfi hanya mengenyam pendidikan sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Bengkalis, Provinsi Riau. Dia dikenal sebagai sosok remaja yang pendiam, tertutup, dan sering terlihat berwajah murung.
Delfi lahir di Desa Duri, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, 12 Desember 1994. Dia tumbuh dan dibesarkan di tengah keluarga yang masih mempercayai hal-hal mistik dan gaib. Basri Tanjung, ayahnya, adalah dukun yang cukup kesohor di Desa Perawang, Kecamatan Tualang, Kabupaten Siakyang. Sebagai cenayang, Basri dikenal memiliki ilmu kebal dan kebatinan.
Sejak usia dini, Delfi sudah sering diajak ayahnya dalam melakukan ritual perdukunan. Bahkan, Delfi sempat dimandikan dengan air dari tujuh sumber mata air dan kembang tujuh rupa. Ayahnya yakin bila anak lelaki ketiganya itu nanti akan mampu meneruskan ilmu kebal dan penerawangannya.
Delfi takjub dengan kehebatan ilmu ayahnya itu sehingga terobsesi untuk mewarisi ilmu tersebut. Ayahnya sangat mendukung, tapi untuk memperoleh ilmu yang dimilikinya syaratnya tidak mudah. Dia harus mengumpulkan potongan alat kelamin laki-laki yang sehat, tidak impoten, dan meminum darahnya.
Karena sudah membulatkan tekad menjadi orang sakti, Delfi tak goyah dengan syarat tersebut. Dia akhirnya terjerumus dalam kehidupan yang gelap, menjadi pembunuh sadis. Dengan dengan keji dia membunuh tujuh korban yang sebagian besar anak-anak untuk melampiaskan hasrat memiliki kesaktian. Pembunuhan berantai itu dilakukannya sepanjang 2013 hingga 2014.
Dia lebih banyak memilih korbannya anak-anak karena dianggap memiliki alat kelamin yang masih sehat dan tidak impoten. Semua itu mulai dilakukannya sejak ibunya meninggal dunia pada 2010. Disusul kemudian ayahnya yang mulai sakit-sakitan dan pulang kampung ke Desa Duri, Kecamatan Mandau, Bengkalis.
Korban pertama dari aksi keji Delfi adalah Febrian Dela, 6 tahun. Delfi mengenal anak itu karena sering terlihat bermain ke tempat jualan sate milik kakaknya di Kampung Baru, Kelurahan Rangau, Kecamatan Rantau Kopar, Kabupaten Rokan Hilir (Rohil) pada awal Januari 2013.
Secara diam-diam, bocah itu diajak Delfi main ke kawasan semak-semak yang sepi tak jauh dari rumahnya. Bocah malang itu dibekap dan dihabisi nyawanya. Alat kelami korban dipotong. Jasad korban dikubur begitu saja di tempat tersebut.
Keesokan harinya orang tua korban mencari anaknya dan lapor ke polisi. Lalu Delfi mencari korban berikutnya. Dia lalu pindah dan ikut tinggal dengan kakaknya yang lain di Kabupaten Siak. Di sana dia bekerja sebagai tukang antar galon isi ulang air mineral.
Muhammad Delfi, pelaku mutilasi demi ilmu kebal.
Foto : detikcom_istimewa
Tapi baru dua bulan, Delfi meminta izin kepada bos pemilik depot isi ulang air mineral untuk menengok ayahnya yang sakit di Bengkalis. Dia sempat meminjam uang kepada majikannya. Sesampainya di Bengkalis, Delfi malah menggunakan uang itu untuk membawa kabur gadis pujaan hatinya, Dita Desmala Sari, 19 tahun.
Dita adalah teman Delfi semasa masih bersekolah di SMP. Keduanya menikah secara siri pada Februari 2013. Setelah menjadi istrinya, Delfi malah meminta bantuan Dita untuk mencari korban berikutnya. Awalnya Dita menolak. Namun, karena terus menerus diancam, ia akhirnya mengikuti keinginan pelaku.
Mereka lalu bertemu dengan Acik, pria berumur 40 tahun, penderita keterbatasan mental. Dengan kondisi Acik seperti itu, ia menjadi sasaran empuk Delfi. Setelah dibujuk rayu, Acik diajak pasutri belia itu ke semak-semak sepi di sekitar Jalan Siak-Duri, Kecamatan Mandau, Bengkalis, pada Juli 2013.
Pria malang itu mengalami nasib yang sama, dibunuh dan dipotong alat kelaminnya. Jasad Acik lalu dikubur di tempat yang memang jarang dilalui banyak orang. Kedua pasutri ini seperti tak bersalah. Mereka bergerilya mencari calon korban lainnya.
Pada 2 Agustus 2013, Delfi dan Dita menemui korbannya yang ketiga, yaitu Muhamad Hamdi Al -Iqsan, 9 tahun. Bocah itu sering terlihat memancing bersama teman-temannya di sungai yang tak jauh dari Jalan Stadion Duri, Mandau, Bengkalis. Bocah itu dibujuk untuk ikut mancing ke tempat yang banyak ikannya dan berenang.
Begitu sampai di lokasi, bocah itu dibekap, dibunuh dan dipotong alat kelaminnya. Setelah puas membunuh, Delfi mengubur jasad korban seadanya di tempat itu. Orang tua Al Iqsan panik anaknya tak kunjung pulang dan melapor ke Polsek Mandau pada 4 Agustus 2013.
Setelah kejadian tersebut, Delfi dan Dita pindah lagi ke Desa Pinang Sebatang Timur, Kecamatan Tualang, Kabupaten Siak. Pada 14 Agustus 2013, Delfi menemukan calon korban keempat, yaitu Rendy Hidayat, 10 tahun. Bocah yang masih duduk dibangku SD itu diajak main ke rumah Delfi di BTN Bunut, Jalan Desa Pinang Sebatang Timur.
Sekitar pukul 17.30 WIB, Delfi dan Dita menaikkan Rendy ke sepeda motor dengan alasan akan mengajak jajan di sebuah kedai. Lalu mereka membawa korban ke Taman Pemakaman Umum (TPU) Nurjannah di Jalan Impres Desa Pinang Sebatang Timur dengan alasan Delfi akan melihat makam ibunya. Delfi meminta Dita untuk membawa korban bersamanya.
Muhammad Delfi cs.
Foto : detikcom_Khaidir Tanjung
Sesampainya di semak belukar, leher korban dijerat kain celana hingga tak berkutik lagi. Kembali Delfi melakukan ritual bejat yang sama, memotong alat kelamin korbannya. Jasad korban ditutup dengan rumput dan ilalang begitu saja.
Korban kelima adalah Muhammad Akbar, 9 tahun, dibunuh di Kecamatan Mandau, Bengkalis pada 16 Maret 2014. Korban sama dibujuk diajak memancing dan berenang. Untuk mencari korban selanjutnya, Delfi meminta bantuan temannya, yaitu Supiyan alias Piyan dan Dicky Pranata.
Supiyan yang pernah bekerja di rumah pemotongan hewan diiming-imingi akan mendapat uang Rp 500 ribu bila mau mencari korban untuk dibunuh dan diambil alat kelaminnya. Delfi dan Supiyan menemukan Marjevan Gea, bocah berumur 8 tahun, yang tengah bermain di lubang bekas galian tanah di Desa Pinang Sebatang Timur pada 30 Juni 2014.
Keduanya membujuk Marjevan untuk jajan di kedai. Di sana korban dibelikan makanan ringan. Setelah itu, korban dibawa ke hutan Eucalyptus tak jauh dari Sungai Kencong. Kembali Delfi melancarkan aksi biadabnya itu. Setelah memotong alat kelaminya, jasad korban ditutupi dedaunan dan ditinggal begitu saja.
Sementara alat kelamin korban yang dibungkus plastik kresek dibawa Delfi ke rumah makan milik Irawati. Kepada pemilik rumah makan, Delfi mengatakan potongan daging kambing dan meminta segera direbus. Alasannya daging itu sebagai obat yang akan diberikan kepada bosnya.
Satu bulan kemudian, Delfi yang tengah boncengan motor dengan Supiyan melihat tiga anak tengah macing di parit di Pasar Bunut pada 14 Juli 2014. Mereka adalah Femasili Madeva, 10 tahun, bersama temannya Mawar dan Daud. Keduanya lalu memilih mengajak Femasili Madeva terlebih dahulu. “Gimana Pian, kita bunuh anak ini?” tanya Delfi kepada Supiyan. “Iya, saya juga lagi butuh duit ini,” jawa Supiyan.
Mereka berhasil membujuk korban untuk dibelikan jajanan makanan di kedai. Lalu mereka membawa korban ke Eucalyptus tak jauh dari Sungai Kencong. Aksi kali ini lebih keji dari aksi sebelumnya, korban tak hanya di potong alat kelaminnya, tapi semua tubuhnya di mutilasi.
Sidang kasus mutilasi Delfi cs di PN Pekanbaru, Riau.
Foto : detikcom_Haidir Tanjung
Delfi dan Supiyan meminta bantuan Dicky Pranata dalam aksinya kali ini. Potongan tubuh korban dimasukan ke dalam 7 kantung plastik kresek. Delfi dan Supiyan membawa potongan daging itu ke kedai tuak milik Sinaga di Jalan Kantor Camat Km. 6, Desa Pinang Sebatang Barat.
Kepada pemilik kedai tuak itu keduanya mengakatan hendak menjual daging sapi. Setelah tawar menawar, akhirnya disepakati tiga bungkus daging dibeli dengan harga Rp 105 ribu. Sementara 3 bungkus lagi ditawarkan ke kedai tuak milik Tiomina Br Tinjak di Jalan Gajah Tunggal dengan harga Rp 100 ribu.
Pembunuhan terhadap Femasili merupakan aksi terakhir Delfi yang dibantu Supiyan dan Dicky. Pasalnya ketika orang tua korban mencari anaknya yang hilang ada warga yang melihat kedua pelaku membawa ke dalam hutan dekat Sungai Kencong. Polisi membekuk Delfi di rumah saudaranya di Kota Duri, Mandau, Bengkalis pada 22 Juli 2014. Selanjutnya polisi meringkus Supiyan, Dita dan Dicky.
Setelah dilakukan pemeriksaan kepada Delfi dan pelaku lainnya. Polisi akhirnya menemukan kuburan para korban kebiadaban Delfi. Pertama polisi menemukan kuburan Majrevan pada 23 Juli 2014, kuburan Acik, Al Iqsan, Rendy, Muhammad Akbar ditemukan pada 7 Agustus 2014, dan terakhir kuburan Febrian Dela pada 10 Agustus 2014.
Delfi cs akhirnya diajukan ke Pengadilan Negeri Siak untuk disidang. Persidangan yang menyedot perhatian publik dan berlangsung lama itu dibagi ke dalam beberapa berkas perkara. Delfi, Dita dan Supiyan oleh Pengadilan Negeri Siak Sri Indrapura divonis hukuman mati pada 12 Februari 2015.
Hukuman mati bagi Delfi sendiri dituangkan dalam keputusan PN Siak sesuai nomor 370/Pid.B/2014/PN.Sak. Keputusan itu dibacakan oleh majelis hakim yang diketuai oleh Sorta Ria Neva dan hakim anggota Bartu Naibaho dan Rudi Wibowo.
Delfi melalui kuasa hukumnya sempat mengajukan banding. Namun majelis hakim Pengadilan Tingggi Pekanbaru melalui keputusannya bernomor 34/PID.B/2015/PT.PBR pada 6 April 2015 menguatkan keputusan PN Siak.
Delfi mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung. Lagi-lagi upayanya itu gagal. Melalui keputusannya bernomor 839 K/Pid/2015 pada 18 Agustus 2015, majelis hakim menolak permohonan tersebut. Delfi hingga kini masih menunggu waktu eksekusi.
Sementara Dicky Pranata yang awalnya divonis hukuman 10 tahun oleh PN Siak. Tapi setelah mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Pekanbaru akhirnya divonis bebas.
Penulis: M. Rizal Maslan
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Fuad Hasim