Jakarta -
Pemilihan umum presiden dan wakil presiden (Pilpres) 2024 telah berjalan dengan relatif lancar dengan segala dinamikanya. Pilpres dikatakan relatif lancar karena telah berjalan tanpa ada kerusuhan dan kekacauan yang berarti, apalagi sampai terjadi jatuhnya korban jiwa. Dinamika yang terjadi selama pilpres 2024 antara lain berbedanya pilihan politik antara Presiden Joko Widodo dan bekas partainya (PDIP) yang telah mendukungnya selama pilpres 2014 dan 2019 serta pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres Prabowo Subianto oleh Koalisi Indonesia Maju melalui drama hukum di Mahkamah Konstitusi.
Selain itu, tuduhan tidak netralnya aparat pemerintah, munculnya dukungan yang masif pengusaha-pengusaha pemilik kelompok usaha besar terhadap pasangan Prabowo-Gibran, dan totalitasnya dukungan para relawan Presiden Joko Widodo kepada pasangan Prabowo-Gibran juga menjadi dinamika tersendiri dalam kontestasi Pilpres 2024. Pada akhirnya, pasangan Prabowo-Gibran ditetapkan oleh KPU sebagai pemenang pilpres tahun 2024. Mereka juga telah dilantik secara resmi sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia tahun 2024-2029 oleh MPR RI tanggal 20 Oktober 2024.
Dengan dilantiknya presiden dan wakil presiden baru hasil pilpres 2024, maka proses politik berikutnya adalah distribusi kekuasaan. Ada pendukung presiden dan wakil presiden baru yang mendapat posisi sebagai menteri di pemerintahan. Namun, ada juga yang mendapatkan posisi sebagai komisaris dan direksi perusahaan BUMN, sebagai balas budi atas dukungan yang mereka berikan selama pemilu berlangsung. Para pendukung yang menjadi komisaris dan direksi di perusahaan BUMN pada umumnya memiliki latar belakang politik yang kuat, yakni sedang atau pernah menjadi pengurus parta politik, relawan politik, dan pejabat di pemerintahan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kondisi di mana terdapat anggota dewan komisaris dan direksi perusahaan yang berlatar belakang politik disebut dengan istilah koneksi politik perusahaan. Selain di perusahaan BUMN, koneksi politik juga terjadi di perusahaan swasta. Jika di perusahaan BUMN umumnya motif koneksi politik adalah balas jasa atas dukungan politik saat pemilu. Sementara itu, di perusahaan swasta umumnya motif koneksi politik adalah untuk menjamin keamanan dan kelancaran bisnis perusahaan. Jejak koneksi politik perusahaan swasta dapat ditelusuri dari dukungan pemilik kelompok perusahaan besar di Indonesia kepada pasangan presiden dan wakil presiden selama pemilu berlangsung.
Setelah pemilu selesai, perusahaan swasta akan menempatkan orang-orang yang terkoneksi politik dengan pemerintahan presiden dan wakil presiden yang berkuasa pada jajaran dewan komisaris dan direksi perusahaan. Tujuannya jelas, yakni untuk menjamin keamanan dan kelancaran bisnis perusahaan.
Kondisi di Indonesia menunjukan bahwa koneksi politik perusahaan-perusahaan di Indonesia termasuk tinggi. Hasil penelitian Nasih et. al (2020) menunjukkan bahwa sekitar 75% perusahaan di Indonesia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia terkoneksi politik. Koneksi politik yang bangun oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia dilakukan dengan membangun koneksi politik dengan kementerian, organisasi partai politik dan relawan politik, militer, DPR dan MPR.
Hasil riset Harymawan et al. (2017) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan merupakan faktor penting yang memengaruhi perusahaan di Indonesia untuk membangun koneksi politik. Semakin besar ukuran perusahaan, semakin besar kemungkinan perusahaan membangun koneksi politik. Hal ini terkonfirmasi dengan fakta bahwa perusahaan-perusahaan besar di Indonesia umumnya memiliki koneksi politik kuat dengan pemerintahan yang sedang berkuasa.
Pada umumnya, perusahaan-perusahaan yang terkoneksi politik secara kuat di Indonesia bergerak di sektor yang teregulasi secara ketat, yakni sektor pertanian, kehutanan dan perikanan, sektor pertambangan, sektor real estate dan konstruksi, sektor trasportasi, telekomunikasi dan utilitas, serta sektor kesehatan, hukum, jasa pendidikan, dan konsultan. Perusahaan-perusahaan tersebut sangat membutuhkan koneksi politik untuk menjamin keamanan dan kelancaran bisnis mereka. Melalui koneksi politik yang dimilikinya, perusahaan-perusahaan di sektor yang teregulasi kuat tersebut akan berusaha memengaruhi proses pembuatan regulasi (peraturan perundang-undangan) agar sesuai dengan kepentingan bisnis mereka.
Pertanyaan yang penting untuk dikemukakan terkait koneksi politik perusahaan-perusahaan di Indonesia ini adalah apakah koneksi politik memiliki peran penting dalam memengaruhi kinerja keuangan perusahaan di Indonesia? atau justru sebaliknya, perannya tidak terlalu penting bagi perusahaan? Dalam bahasa yang sederhana, pertanyaan pentingnya adalah apakah koneksi politik dalam perusahaan-perusahaan di Indonesia ini dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan, atau justru sebaliknya, koneksi politik dapat menurunkan kinerja keuangan perusahaan.
Dalam riset-riset bidang keuangan, teori yang sering digunakan untuk menjelaskan pengaruh koneksi politik terhadap kinerja perusahaan adalah teori resource based-view yang dikembangkan oleh Barney (1991). Dalam pandangan teori ini, koneksi politik dipandang sebagai sumber daya unggul yang dimiliki oleh perusahaan, yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk menjamin keamanan dan kelancaran bisnisnya. Perusahaan yang memiliki koneksi politik akan memperoleh beberapa manfaat yang berupa keistimewaan. Antara lain, terjaminnya kelancaran operasional bisnisnya karena dekat dengan aparat pemerintah, kemudahan dalam perizinan usaha, mudah memperoleh modal pendanaan dengan biaya murah, memperoleh kemudahan dan perlindungan pajak, memperoleh subsidi, kemudahan mendapat izin impor dan ekspor, dan dapat memengaruhi proses pembuatan regulasi sesuai kepentingan bisnisnya.
Oleh karena itu, dalam pandangan teori resource based-view, koneksi politik adalah faktor penting yang dapat menciptakan keunggulan bersaing bagi perusahaan, sehingga koneksi politik berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Semakin kuat koneksi positif yang dibangun perusahaan, semakin bagus kinerja perusahaan.
Secara umum, hasil kajian empiris penelitian-penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa koneksi politik terbukti berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan, baik kinerja operasional maupun kinerja pasar. Hasil kajian empiris oleh Faisal et al. (2023), Ligita dan Muazaroh (2020), Cahyono dan Ardianto (2024) pada perusahaan-perusahaan di Indonesia menunjukkan bahwa perusahaan yang terkoneksi politik memiliki kinerja keuangan lebih baik dibanding perusahaan yang tidak terkoneksi politik. Perusahaan yang terkoneksi politik akan dapat memperoleh perlindungan atas kelancaran bisnisnya, memperoleh kemudahan dalam izin usaha, memperoleh kemudahan dan perlindungan pajak, dan manfaat lainnya. Manfaat-manfaat koneksi politik tersebut dapat menciptakan keunggulan bersaing bagi perusahaan, sehinga semakin kuat koneksi politik yang dimiliki oleh perusahaan, semakin bagus kinerjanya.
Mengapa koneksi politik berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan di Indonesia? Bukankah koneksi politik cenderung dapat meningkatkan tingkat korupsi di level negara? Namun, mengapa koneksi politik juga dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini adalah karena sistem hukum di Indonesia masih lemah. Berdasarkan data dari Transparency International, skor corruption perception index negara Indonesia tahun 2023 hanya sebesar 34. Rentang nilai corruption perception index antara 0 dan 100, dan semakin tinggi nilai corruption perception index suatu negara menunjukkan semakin kuat sistem hukumnya dan semakin lemah tingkat korupsinya, dan begitu juga sebaliknya.
Dengan nilai corruption perception index yang hanya 34 (di bawah 50), Indoneia termasuk dalam kategori negara dengan sistem hukum lemah dan tingkat korupsi tinggi. Di sebuah negara yang sistem hukumnya masih lemah, manfaat yang diperoleh dari koneksi politik akan lebih mudah didapatkan oleh perusahaan. Di sebuah negara yang memiliki sistem hukum lemah, pengambilan kebijakan publik melalui pembuatan perundang-undangan akan mudah dipengaruhi oleh perusahaan melalui koneksi politik yang dimilikinya. Perusahaan yang ada di sebuah negara dengan sistem hukum lemah juga akan lebih dapat mengoptimalkan manfaat dari koneksi politik yang dimilikinya melalui lobi (yang umumnya dibarengi dengan kolusi dan korupsi). Itulah penjelasan mengapa pada perusahaan di negara dengan sistem hukum lemah seperti Indonesia, koneksi positif menjadi salah satu sumber daya unggul yang dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan.
Prof. Dr. Rahmat Setiawan, S.E., M.M. Guru Besar Universitas Airlangga
(akd/ega)