Jakarta -
Beberapa waktu lalu warga Jakarta (Raymond Kamil dan Indra Syahputra) menggugat aturan ke Mahkamah Konstitusi agar dapat hidup di Indonesia tanpa beragama. Berita ini tentu menarik untuk diulas, bagaimana jika seandainya masyarakat Indonesia hidup tanpa agama? Apakah hal ini akan mengubah tatanan sosial, budaya, dan politik secara signifikan?
Keberadaan agama di Indonesia tidak hanya menjadi pilihan pribadi, tetapi juga bagian penting dalam identitas nasional. Apalagi dalam UUD 1945, agama dianggap sebagai fondasi moral dan etis bagi warga negara, serta menjadi salah satu pilar penting dalam sistem pendidikan dan sosial budaya.
Identitas yang Melekat
Dalam konteks budaya, agama telah menjadi identitas yang melekat pada masyarakat Indonesia. Nilai-nilai agama seperti gotong royong, solidaritas, toleransi, dan sikap saling menghormati tumbuh subur dalam kehidupan sehari-hari. Di banyak daerah, budaya setempat sering dipengaruhi oleh nilai-nilai agama. Misalnya, adat istiadat di Bali sangat dipengaruhi oleh Hindu, sedangkan di Aceh nilai-nilai Islam menjadi landasan hukum syariah.
Tanpa agama, identitas budaya dan sosial Indonesia mungkin akan mengalami perubahan besar, karena hilangnya landasan moral dan etika yang telah tertanam selama bertahun-tahun. Agama di Indonesia bukan hanya dipandang sebagai sebuah keyakinan personal, tetapi juga menjadi sistem yang memperkuat ikatan sosial.
Dalam masyarakat yang sangat beragam, agama sering menjadi perekat untuk menciptakan kesatuan. Tanpa agama, Indonesia mungkin akan menghadapi kesulitan dalam menemukan platform yang sama untuk menyatukan masyarakat yang memiliki latar belakang, budaya, dan bahasa yang berbeda.
Konflik dan Toleransi
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agama sering dianggap sebagai akar dari berbagai konflik, baik di Indonesia maupun di negara lain. Namun, dalam banyak kasus, konflik yang terjadi lebih sering diakibatkan oleh interpretasi yang salah atau manipulasi terhadap ajaran agama untuk kepentingan tertentu.
Tanpa agama, mungkin beberapa konflik berbasis agama akan berkurang. Namun, perlu diingat bahwa konflik dalam masyarakat tidak hanya dipicu oleh agama, tetapi juga oleh faktor-faktor seperti ekonomi, politik, dan kesenjangan sosial. Indonesia memiliki sejarah panjang dalam menjaga toleransi antarumat beragama, meski tidak selalu mulus. Jika agama dihilangkan, muncul pertanyaan apakah masyarakat akan tetap dapat mempertahankan tingkat toleransi yang sama tanpa fondasi agama?
Di sisi lain, tanpa agama, ada kemungkinan nilai-nilai toleransi dapat berkembang lebih luas berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan. Namun, dibutuhkan waktu dan upaya untuk menggantikan nilai-nilai agama dengan nilai-nilai kemanusiaan yang universal di masyarakat Indonesia yang sangat heterogen.
Panduan Moral dan Etika
Salah satu fungsi utama agama adalah memberikan panduan moral dan etika bagi individu dalam masyarakat. Agama mengajarkan nilai-nilai seperti kejujuran, kedermawanan, kesabaran, dan pengendalian diri. Jika agama dihilangkan dari kehidupan masyarakat, maka perlu ada sistem alternatif yang mampu memberikan pedoman moral dan etika yang sama kuatnya.
Salah satu pilihan adalah menggantikan nilai-nilai agama dengan filsafat humanisme sekuler, di mana moral dan etika didasarkan pada prinsip-prinsip kemanusiaan. Namun, tantangan yang mungkin dihadapi adalah bagaimana memastikan bahwa nilai-nilai ini diterima dan diinternalisasi oleh masyarakat yang telah lama hidup dengan nilai-nilai agama. Tanpa dasar agama, pemerintah atau institusi sosial perlu berperan lebih aktif dalam menciptakan panduan etika dan norma sosial yang dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat.
Mata Pelajaran Wajib
Dalam sistem pendidikan Indonesia, agama merupakan salah satu mata pelajaran wajib. Tanpa agama, kurikulum pendidikan akan mengalami perubahan besar. Pendidikan moral yang selama ini didasarkan pada ajaran agama mungkin harus digantikan dengan pendidikan etika dan kewarganegaraan yang lebih universal. Namun, transisi ini tentu tidak mudah dan membutuhkan perubahan paradigma yang mendalam dalam sistem pendidikan.
Sementara itu, dalam sistem pemerintahan, meski Indonesia bukan negara agama, nilai-nilai agama masih sering dijadikan dasar dalam pengambilan kebijakan. Contohnya, dalam undang-undang yang mengatur pernikahan atau aturan lainnya yang berkaitan dengan kehidupan pribadi. Tanpa agama, Indonesia mungkin akan cenderung menjadi negara yang lebih sekuler. Kebijakan pemerintah akan lebih berfokus pada prinsip-prinsip universal dan hak asasi manusia, tanpa campur tangan nilai-nilai agama. Namun, ini juga menimbulkan risiko adanya gesekan dengan masyarakat yang telah lama hidup dalam norma agama.
Dampak Besar
Hidup tanpa agama di Indonesia akan membawa dampak besar dalam berbagai aspek, mulai dari identitas sosial dan budaya, tingkat toleransi, hingga sistem moral dan etika dalam masyarakat. Meskipun ada potensi untuk mengurangi beberapa konflik, hilangnya agama juga dapat mengakibatkan masyarakat kehilangan fondasi moral yang kuat dan pengikat sosial. Selain itu, perubahan ini akan menimbulkan tantangan besar dalam pendidikan dan kebijakan pemerintahan yang selama ini memiliki landasan agama.
Di satu sisi, masyarakat mungkin akan lebih terbuka terhadap prinsip-prinsip kemanusiaan yang lebih universal. Namun, di sisi lain perubahan besar ini memerlukan waktu, proses adaptasi yang panjang, serta upaya kolaboratif dari pemerintah, tokoh masyarakat, dan individu untuk menciptakan landasan etika dan moral yang kokoh. Pada akhirnya, apakah Indonesia dapat hidup tanpa agama bergantung pada seberapa siap masyarakat dalam menerima perubahan dan beradaptasi dengan nilai-nilai baru yang akan menggantikan peran agama.
Yazid Imam Bustomi mahasiswa Center for Religious and Cross-cultural Studies Universitas Gadjah Mada
(mmu/mmu)