Depok -
Eksekutif Produser Trans TV, Handi Wibowo menceritakan lika-liku saat melaksanakan program TV 'Tanah Air Beta' gagasannya. Dia menceritakan lika-liku program tersebut dalam mengeksplorasi budaya untuk memperkenalkannya ke khalayak.
Hal itu diutarakan Handi saat menghadiri Talkshow 'Ekspos Indeks Kualitas Program Siaran Televisi Periode II Tahun 2024' di Depok, Jawa Barat, Selasa (19/11/2024). Program 'Tanah Air Beta' saat ini menginjak 3 tahun dengan 167 episode sudah ditayangkan di TV.
"Selama 3 tahun ini kita sudah kurang lebih 167 episode, yang artinya 167 episode budaya kurang lebih yang sudah kita hadirkan dengan keberagaman yang ada di Indonesia. Dari ujung timur sampai ujung barat, alhamdulillah kita sudah angkat walaupun memang kita dalam mengangkat eksplorasi budaya melalui program 'Tanah Air Beta' ini tidak mudah ya memang," kata Handi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Handi mengungkapkan begitu banyak letak budaya di Indonesia bisa dieksplorasi. Namun biaya akomodasi, jarak, serta durasi waktu produksi program tersebut menjadi tantangan.
"Cost akomodasi terutama yang cukup menantang lah, cukup menantang. Jadi kita coba untuk combine terkadang dalam satu bulan kita ada yang trip darat. Darat artinya mungkin kita bisa jangkau Jawa Barat sampai mungkin maksimal Jawa Tengah," jelasnya.
Program 'Tanah Air Beta' saat ini menginjak 3 tahun dengan 167 episode sudah ditayangkan di TV. (Devi P/detikcom)
"Lalu kita akan spare, biasanya kita trek itu adalah spare 1-2 episode di bulan tersebut untuk yang kita akan terbang jauh. Secara lokasi itu memang memakan biaya tinggi dan juga jarang tersentuh oleh, diketahui oleh masyarakat luas," tambahnya.
Program 'Tanah Air Beta' mengkombinasikan untuk menampilkan sisi budaya yang menarik. Namun, juga perlu ada pertimbangan dalam menampilkan suatu budaya yang terbilang vulgar untuk ditayangkan dalam TV.
"Jadi kita mencoba untuk meng-combine bagaimana sisi-sisi budaya yang kita anggap menarik untuk kita tampilkan tapi juga ada batasan-batasan yang juga kita coba 'oh ini terlalu vulgar atau mungkin ini terlalu ekstrem untuk ditayangkan'. Kita coba untuk terkadang komunikasikan dengan pemilik budaya ataupun pemilik adat itu yang tantangan-tantangan yang pada akhirnya kita coba harus taklukan ya," ucapnya.
Handi menjelaskan tantangan lainnya dalam program 'Tanah Air Beta' yakni cara berkomunikasi dan koordinasi dengan ketua adat setempat. Para kru harus bisa menjelaskan kepada ketua adat terkait tujuan dari program tersebut.
"Jadi memang tantangannya itu ketika bertemu orang adat ataupun orang budaya, kita tidak bisa menyombongkan diri bahwa 'Pak, saya mau budayanya ditampilkan begini'. Terkadang mereka akan tersinggung ataupun ada penolakan dari mereka," tuturnya.
"Jadi bagaimana kita mencoba untuk menjelaskan kepada mereka bahwa kita datang baik untuk memperkenalkan budaya setempat kepada masyarakat satu Nusantara secara nasional. Biar yang tahu budaya Bapak ataupun budaya Bapak dan Ibu setempat itu tidak hanya satu lingkup kecil saja," lanjutnya.
Handi menyampaikan program ini bertujuan baik agar masyarakat bisa mengenal budaya dari wilayah barat hingga timur Indonesia. Menurutnya, program eksplorasi budaya ini berfungsi menjadi dokumentasi atas kekayaan nonmaterial di Indonesia.
"Tapi bagaimana kita nanti Bapak budaya ini diketahui dari ujung Indonesia timur sampai barat. Dan satu lagi adalah materi dokumentasi filming kami itu bisa dipertontonkan sampai ke anak cucu nanti. Jadi budaya itu tidak akan hilang ya dengan tantangan waktu yang terus bergulir," tutupnya.
(jbr/jbr)