Deportasi oleh Trump, Bagi Siapa dan Bagaimana Prosesnya?

1 month ago 33

Washington DC -

Sejak pelantikannya pada tanggal 20 Januari, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terus maju dengan penangkapan dan deportasi migran tanpa izin tinggal, meski banyak menuai kritik dari aktivis hak sipil dan hak asasi manusia. Ia mengumumkan keadaan darurat di perbatasan AS-Meksiko.

Selain itu, Kongres AS telah meloloskan UU migrasi yang lebih ketat yakni Lakes Riley Act. Berdasarkan UU tersebut, migran tanpa status kependudukan yang sah, akan dapat ditahan di pusat penahanan imigrasi bukan hanya untuk kejahatan berat, tetapi juga untuk pelanggaran ringan seperti mengutil.

Pada minggu pertama masa jabatan kedua Trump, hampir 2.400 migran ditangkap. Badan perlindungan perbatasan AS yakni United States Immigration and Customs Enforcement (ICE) kini merilis angka baru setiap hari. Penangkapan tersebut diduga ditujukan terutama kepada imigran yang pernah terjerat kasus hukum.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Deportasi massal terbesar dalam sejarah"

Seorang juru bicara Trump minggu lalu mengatakan tentang "deportasi massal terbesar dalam sejarah." Namun, bahkan di bawah pemerintahan Demokrat sebelumnya Joe Biden, ada ratusan penangkapan setiap hari. Pada tahun 2024 ada rata-rata 311 penangkapan per harinya dan rata-rata 467 pada tahun 2023.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Dengan banyak dukungan antara lain dari dari kepolisian federal AS FBI, ICE memulai "operasi tertarget" terhadap para migran tanpa izin tinggal di kota metropolitan Chicago, AS, pada hari Minggu (26/01). Lembaga penyiaran CNN melaporkan tentang berlangsungnya "operasi kilat".

Beberapa lembaga federal juga diberi kewenangan tambahan untuk menangkap imigran ilegal di Amerika Serikat. Ini adalah operasi yang berlangsung beberapa hari dan akan meluas ke seluruh negeri.

Deportasi dapat meningkat dalam beberapa minggu dan bulan mendatang. Dalam pidato pelantikannya pada tanggal 20 Januari, Trump mengumumkan niat untuk mendeportasi "jutaan dan jutaan" migran ilegal.

Direktur ICE Tom Homan juga mengonfirmasi rencana ini. Pria berusia 63 tahun itu dijuluki sebagai "raja perbatasan" oleh Trump saat masa jabatan pertamanya.

Ke mana para migran dideportasi?

Mayoritas para migran yang dideportasi oleh pemerintahan Trump sejauh ini diterbangkan ke Meksiko dan Guatemala. Pemerintah Meksiko berencana mendirikan kamp penerimaan untuk mendukung mereka yang dideportasi.

Setelah Kolombia menolak mengizinkan pesawat militer AS yang membawa orang-orang yang dideportasi mendarat, perselisihan pun terjadi antara kedua negara.

Presiden Kolombia Gustavo Petro, yang berasal dari partai kiri secara khusus mengkritik penggunaan pesawat militer untuk deportasi. Menurutnya, warga Kolombia yang dideportasi harus diperlakukan "dengan bermartabat" dan bukannya "seperti penjahat".

Trump kemudian mengancam tarif impor tinggi pada produk Kolombia. Presiden Petro akhirnya menyerah, dan mengizinkan penggunaan pesawat militer

Bagaimana proses deportasi era Trump?

Pada prinsipnya, setelah penangkapan, pengadilan AS memutuskan deportasi migran yang tidak punya surat izin tinggal yang sah. Jika keputusannya adalah mendeportasi, mereka akan dibawa ke negara asal dengan pesawat Angkatan Darat AS atau pesawat sipil dan diserahkan kepada pihak berwenang di sana.

Strategi Trump adalah meningkatkan jumlah penangkapan dan deportasi lebih cepat. Salah satu tindakan pertamanya adalah menutup aplikasi CBP One, yang memungkinkan para migran mengajukan suaka secara daring dan menjadwalkan janji temu. Karena penutupan, janji temu suaka yang dijadwalkan sebelumnya juga dibatalkan.

Pemerintahan baru AS juga mengumumkan minggu lalu, imigran ilegal kini juga dapat ditangkap di gereja, sekolah, dan rumah sakit. Dari sudut pandang hukum, hal ini mungkin dilakukan. Namun, peraturan khusus sebelumnya menetapkan, petugas polisi imigrasi AS tidak dapat beroperasi di area "lokasi sensitif" semacam itu tanpa adanya izin khusus.

Deportasi migran Amerika Latin yang sedang terjadi saat ini mendapat publisitas yang besar. Antara lain, Gedung Putih mengumumkan sejumlah penangkapan di akun media sosialnya dan menyajikan gambar-gambar migran kriminal.

Reaksi terhadap kebijakan deportasi era Trump

Penangkapan dan deportasi di bawah Trump dianggap sangat brutal. Selain Kolombia, Brasil juga mengeluhkan tentang perlakuan tidak manusiawi terhadap warganya yang dideportasi.

Puluhan migran yang dideportasi dari Amerika Serikat ke Brasil diborgol dan AC pesawat rusak, kata Kementerian Luar Negeri Brasil.
Menurut laporan media, beberapa dari mereka yang dideportasi ditendang dan dipukuli oleh para penjaga. Selain itu, mereka tidak diberi makanan, minuman, dan akses ke toilet untuk waktu yang lama.

PBB mengingatkan AS tentang hak suaka yang "diakui secara universal". Meskipun negara berhak menjalankan hak kedaulatannya di sepanjang perbatasan luarnya, mereka harus melakukannya "sesuai dengan kewajiban mereka untuk menghormati hak asasi manusia," kata juru bicara Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Ravina Shamdasani.

Bahkan di Amerika Serikat, banyak yang tidak setuju dengan cara deportasi ini. California dan negara bagian serta kota lain yang diperintah Demokrat mengkritik deportasi tersebut.

Beberapa kota besar, seperti Chicago atau Los Angeles, telah menyatakan diri sebagai "kota perlindungan", yang melarang pemerintah kota menggunakan sumber daya atau personel untuk melaksanakan arahan imigrasi federal.

Namun, secara umum, para politisi dari Partai Demokrat yang sekarang menjadi oposisi lebih enggan mengkritik perlakuan Trump terhadap imigran, dibandingkan saat awal masa jabatan pertamanya. Para uskup Katolik di AS menyebut perlakuan Trump terhadap imigran dan pengungsi mengkhawatirkan.

Ada juga kekhawatiran dari komunitas bisnis. Banyak industri di AS bisa kehilangan pekerja akibat deportasi. Ambil contoh sektor pertanian yang sekitar setengah dari seluruh karyawannya dikatakan sebagai migran ilegal.

Yang tidak kalah pentingnya, tindakan pemerintahan baru AS telah menimbulkan ketidakpastian yang besar di kalangan migran.

Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Jerman

(nvc/nvc)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial