Trump Menang, Apa Untungnya buat Ekonomi RI?

1 week ago 8

Jakarta -

Calon presiden Amerika Serikat (AS) dari Partai Republik, Donald Trump, diperkirakan kuat akan memenangkan kontestasi pilpres 2024. Sebab hingga saat ini jumlah suara yang didapat Trump jauh lebih unggul dari saingannya, capres Partai Demokrat Kamala Harris.

Melansir dari update laporan CNBC, Rabu (6/11/2024) per pukul 04:00 waktu AS atau 16.00 WIB, Donald Trump unggul dengan 266 suara elektoral dibandingkan Kamala Harris yang mendapat 219 suara elektoral. Namun hasil akhir masih belum diumumkan mengingat proses perhitungan suara masih berlangsung.

Lalu apakah Indonesia bisa mendapatkan keuntungan lebih jika Donald Trump benar terpilih sebagai presiden AS?

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kepala Ekonom Permata Institute for Economic Research (PIER) Josua Pardede menjelaskan sejumlah rencana kebijakan Donald Trump jika terpilih sebagai presiden nanti dapat memberikan dampak langsung maupun tidak langsung terhadap kondisi perekonomian Indonesia.

Salah satunya ada rencana Donald Trump yang ingin memangkas pajak perusahaan dari 21% menjadi 15% untuk perusahaan yang memproduksi di dalam negeri (AS) dan tidak ada perubahan pada pajak capital gain.

"Kebijakan ini akan membuat investasi di dalam negeri AS lebih menarik, sehingga ada risiko capital outflow dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia, menuju AS. Ini bisa mempengaruhi nilai tukar rupiah karena potensi arus modal keluar," terang Josua saat dihubungi detikcom.

Kemudian jika Trump diasumsikan kembali menjadi presiden AS, maka terdapat potensi penguatan nilai dolar terhadap mata uang lain sebagai hasil dari pendapatan tarif yang mungkin dialokasikan untuk stimulus fiskal.

"Penguatan dolar AS berpotensi memberikan tekanan pada mata uang negara berkembang, termasuk rupiah. Hal ini bisa meningkatkan biaya impor bagi Indonesia dan menambah tekanan inflasi domestik," jelasnya.

Kemudian menurut Josua berbagai kebijakan ekonomi Trump yang cenderung meningkatkan defisit fiskal lebih besar dapat mendorong inflasi di AS. Sehingga rencana penurunan suku bunga The Fed (bank sentral AS) ke depannya pun juga akan sangat terpengaruh.

Kembali lagi, kondisi ini diperkirakan akan kembali menekan nilai mata uang rupiah terhadap AS. Pada akhirnya penguatan dolar ini akan mempersempit peluang Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga acuan.

"Defisit fiskal AS yang lebih besar dapat mendorong inflasi di AS, yang berpotensi membatasi ruang penurunan suku bunga Fed ke depannya diperkirakan berpotensi mendorong penguatan dollar AS terhadap mata uang negara berkembang termasuk rupiah," papar Josua.

"Potensi penguatan dolar AS tersebut berimplikasi pada berkurangnya ruang penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia," tambahnya.

Kemudian ada juga sejumlah rencananya terkait China yang secara tak langsung akan berdampak terhadap RI. Di mana Trump berpotensi menaikkan tarif impor terhadap produk-produk asal China yang diperkirakan dapat membatasi kinerja ekspor hingga pertumbuhan ekonomi negara itu.

Disebut-sebut ia ingin memberi bea tambahan 60%-100% untuk impor dari China. Padahal pelemahan ekonomi China diperkirakan akan berdampak negatif pada permintaan komoditas dari Indonesia.

"Indonesia yang sangat bergantung pada China sebagai mitra dagang utama bisa mendorong penurunan kinerja ekspor Indonesia sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja nilai tukar rupiah," ungkap Josua.

Belum lagi rencana penambahan bea impor ini turut berpotensi dihadapi RI mengingat Trump juga ingin menambahkan bea impor 10%-20% secara menyeluruh. Kenaikan harga komoditas tertentu yang dipicu tarif juga dapat meningkatkan biaya impor bagi Indonesia

Pada akhirnya Josua berpendapat berbagai rencana kebijakan Donald Trump ke depan dapat memberikan dampak yang cukup buruk terhadap perekonomian RI. Baik secara langsung maupun tidak langsung.

"Kebijakan Donald Trump yang lebih proteksionis dan pro-Amerika bisa menciptakan lingkungan ekonomi global yang lebih menantang bagi Indonesia dengan potensi penguatan dollar AS ke depannya, tekanan inflasi, dan ketegangan tensi dagang antara China dan AS," pungkasnya.

Sementara itu Ekonom sekaligus Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, berpendapat terpilihnya Trump sebagai presiden kemungkinan besar tidak akan memberi dampak langsung terhadap RI.

Namun ia mengkhawatirkan salah satu isi kampanye Trump yang mengatakan ia akan mengenakan sanksi kepada negara yang enggan menggunakan dolar AS dalam perdagangan internasional. Hal inilah yang ditakutkan akan menyasar Indonesia juga.

"Donald Trump sudah dalam kampanyenya mengatakan bahwa siapa saja negara yang dalam perdagangan internasional tidak menggunakan dolar ini akan mendapatkan saksi 100%. Nah, ini apakah nanti akan diterapkan atau tidak, kita tinggal lihat saja nanti," kata Ibrahim.

Kemudian ia juga menggarisbawahi peluang perang dagang AS lawan China jilid dua yang sedikit banyak juga akan berpengaruh terhadap ekspor Indonesia ke Negeri Tirai Bambu. Padahal China hingga saat ini merupakan mitra dagang utama atau terbesar Indonesia.

"Ada ketakutan peran dagang, karena ya Donald Trump sendiri sudah mengatakan akan melakukan peran dagang dengan Tiongkok," ucapnya.

"Indonesia saat ini kan fokus kebanyakan ekspor-impornya, perdagangannya kan kebanyakan adalah dengan Tiongkok. Ya, dengan Tiongkok, dengan Jepang, dengan Korea Selatan. Sehingga yang sekarang sedang difokuskan oleh Indonesia itu adalah bagaimana Tiongkok ini agar kembali pulih dari perlambatan ekonomi," terang Ibrahim lagi.

(fdl/fdl)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial