Sebut Jepang-Malaysia Krisis Pangan, Mentan Beberkan Kondisi RI

1 day ago 4

Jakarta -

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengungkap telah terjadi krisis pangan di sejumlah negara tetangga seperti Malaysia, Filipina dan Jepang. Ia menyebut harga beras di tiga negara tersebut mengalami lonjakan yang sangat signifikan.

Amran mengatakan kebijakan terbaru Pemerintah Jepang yang untuk pertama kalinya dalam sejarah, melepaskan 210.000 ton beras dari cadangan darurat satu juta ton akibat lonjakan harga ekstrem. Menurutnya kenaikan harga beras di negara itu hingga 82%.

"Kenaikan harga beras di Jepang mencapai 82% dalam setahun, dari ¥2.023/kg (Rp 215.423) menjadi ¥3.688/kg (Rp 393.000). Ini dampak langsung dari gelombang panas ekstrem yang merusak produksi dan mengganggu distribusi. Kondisi ini bisa terjadi di mana saja jika negara tidak memiliki cadangan pangan yang memadai," kata dia dalam keterangannya, Jumat (21/2/2025).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara di Malaysia, kelangkaan beras lokal memicu kepanikan di masyarakat. Pasokan yang menipis menyebabkan lonjakan harga. Di sisi lain harga beras impor kini lebih tinggi.

Menurutnya, di media sosial menunjukkan gelombang protes dari warga Malaysia memang terus meningkat. Warga menuntut tindakan nyata dari pemerintah untuk mengatasi krisis ini, dan mengurangi ketergantungan pada beras impor.

"Kondisi di Malaysia menunjukkan bahwa terganggunya stok pangan bisa berakibat pada keresahan sosial. Pangan bukan sekadar kebutuhan, tetapi juga faktor stabilitas negara," jelas Amran.

Kemudian, Filipina juga telah menetapkan status darurat ketahanan pangan sejak awal Februari 2025 setelah inflasi beras mencapai 24,4%. Angka inflasi tertinggi dalam 15 tahun terakhir.

"Negara yang bergantung pada impor beras seperti Filipina dan Malaysia sangat rentan ketika pasokan global terganggu. Ini menjadi pelajaran berharga bahwa ketergantungan pada impor bukanlah solusi jangka panjang. Indonesia harus memperkuat produksi dalam negeri," ucap Amran.

Sementara, Badan Pangan Dunia (FAO) melaporkan bahwa lebih dari 864 juta orang di dunia mengalami kerawanan pangan parah pada 2024, dengan Asia dan Afrika sebagai wilayah terdampak utama. Perubahan iklim, konflik, dan ketidakstabilan ekonomi disebut sebagai pemicu utama.

"Ini bukan sekadar peringatan, tapi bukti nyata bahwa pangan adalah isu strategis. Indonesia harus memastikan ketahanan pangan sejak sekarang," tutur Amran.

Kondisi di Indonesia

Untuk itu, dalam rangka mengantisipasi ancaman krisis pangan global yang dipicu oleh perubahan iklim dan ketidakstabilan distribusi, Amran menegaskan pentingnya Indonesia mempercepat swasembada beras dan memperkuat cadangan pangan nasional. Menurutnya, kejadian darurat pangan di Jepang, Malaysia, hingga Filipina menjadi alarm bagi Indonesia untuk bertindak cepat dalam menjaga ketahanan pangan

Amran mengungkap, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2025, harga beras medium di Indonesia stabil di kisaran Rp 13.000-Rp 14.000/kg, lebih rendah dibanding puncak harga 2024 yang sempat mencapai Rp 16.000/kg.

"Stabilitas ini patut disyukuri, tapi kita tidak boleh berpuas diri. Ke depan, kita harus memperkuat cadangan beras nasional agar siap menghadapi segala kemungkinan, termasuk dampak perubahan iklim yang semakin nyata," ungkapnya.

Lebih lanjut, mengutip data BPS, pada Februari 2024, harga beras di Indonesia mengalami kenaikan dan mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah. Harga beras di tingkat penggilingan pada Februari 2024 sempat di level Rp 14.274/kg.

"Kondisi ini menjadi pengingat bahwa tanpa cadangan yang cukup dan mekanisme stabilisasi yang kuat, kita bisa menghadapi lonjakan harga yang lebih besar di masa depan," tambah Amran.

Untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga beras, Amran menegaskan, Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan Perum Bulog agar segera menyerap 3 juta ton beras dari petani dengan acuan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah Rp 6.500/kg dan membeli beras Rp 12.000/kg agar menjaga semangat petani untuk bertani.

"Ini langkah strategis. Dengan penyerapan massal, kita tidak hanya memastikan petani mendapatkan harga yang layak, tapi juga memperkuat stok nasional guna menghadapi ketidakpastian global. Indonesia saat ini dalam kondisi pangan yang kuat," papar Mentan Amran.

Selain itu, pihaknya juga terus mendorong sinergi dengan kementerian lain dan pemerintah daerah untuk memastikan distribusi beras berjalan lancar dan minim kebocoran. Amran pun menegaskan bahwa swasembada beras bukan sekadar target, melainkan sebuah keharusan bagi kemandirian bangsa.

"Kita tidak ingin rakyat antre beras seperti di Filipina atau panik seperti di Malaysia dan Jepang. Dengan cadangan yang cukup dan sistem distribusi yang tangguh, Indonesia bisa menjadi contoh dalam ketahanan pangan global," pungkasnya.

(acd/acd)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial