Satgas Jejaring Advokasi Inklusi Keuangan Digital Perempuan Resmi Dibentuk

10 hours ago 5

Jakarta -

Pemerintah dengan stakeholder meluncurkan Satuan Tugas (Satgas) Jejaring Advokasi Inklusi Keuangan Digital Perempuan di Seminar Nasional bertajuk "Kolaborasi dan Inovasi untuk Keuangan Inklusif bagi Perempuan". Satgas ini akan bertugas untuk memperkuat dan menyatukan inisiatif inklusi yang telah dilakukan di tiap sektor agar lebih terarah dan berdampak.

Dalam peluncuran yang dilakukan pada Rabu (13/11), Kemenko Perekonomian berkolaborasi dengan sejumlah pihak yakni Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Women's World Banking.

Satgas ini ditetapkan melalui Surat Keputusan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 6 Tahun 2024. Kewenangan satgas ini mencakup bidang kerja akses dan layanan keuangan, layanan keuangan digital serta teknologi informasi, dan pemanfaatan data terpilah berdasarkan jenis kelamin.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Peluncuran satgas ini menandai kolaborasi multipihak yang terlembaga dan mendorong digitalisasi keuangan yang berpotensi memperluas akses keuangan perempuan hingga ke perdesaan. Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Ferry Irawan dan Kepala Departemen Ekonomi Keuangan Inklusif dan Hijau Bank Indonesia Anastuty Kusumawardhani berkesempatan untuk memimpin peluncuran Satgas baru ini.

"Perempuan memiliki peran penting untuk mencapai target kepemilikan rekening 80%, karena itu program-program literasi dan edukasi perempuan perlu semakin diperkuat. Keberadaan Satuan Tugas ini menjadi wadah koordinasi, komunikasi sekaligus pemantauan dan evaluasi agar semua pihak yang terlibat dapat belajar dari satu sama lain. Kolaborasi dan inovasi menjadi kunci penting agar kita bisa menghasilkan kebijakan-kebijakan yang lebih berdampak pada inklusi keuangan perempuan," ujar Ferry dalam keterangan tertulis, Sabtu (16/11).

Urgensi untuk mendorong inklusi keuangan perempuan ini berdasar pada fakta bahwa kurangnya pelayanan perihal keuangan yang diterima oleh perempuan. Berdasarkan Laporan Pelaksanaan Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) tahun 2023, tingkat kepemilikan akun perempuan masih lebih rendah (74,3%) dibandingkan laki-laki (78,3%).

Persentase perempuan (88,1%) yang menggunakan produk dan layanan keuangan juga lebih rendah dibandingkan laki-laki (89,3%). Dalam hal ini, SNKI juga telah menetapkan perempuan dan disabilitas sebagai kelompok sasaran dalam intervensi untuk meningkatkan inklusivitas keuangan.

"Perempuan adalah penopang ekonomi keluarga dan masyarakat, di Bank Indonesia sendiri kami telah menetapkan pilar pemberdayaan perempuan dalam strategi ekonomi keuangan inklusif," ucap Anastuty.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Inklusi Keuangan OJK Edwin Nurhadi mengatakan bahwa kehadiran layanan keuangan digital berpotensi mentransformasi layanan keuangan agar lebih inklusif. Pasalnya, digitalisasi adalah game changer yang bisa memastikan inklusi keuangan bagi perempuan, penyandang disabilitas, dan penduduk desa.

Lebih lanjut, dalam sesi diskusi, para panelis fokus pada potensi digitalisasi untuk menjembatani kesenjangan akses dan layanan keuangan, baik antara perempuan dan laki-laki juga antara perdesaan dan perkotaan.

Kepala Kantor dan Direktur Regional Asia Tenggara Women's World Banking Christina Maynes menuturkan bahwa kesenjangan gender masih terjadi di sektor UMKM digital, dengan 44% pelaku UMKM perempuan berhasil mempertahankan bisnis selama 3-5 tahun. Tak hanya itu, pendapatan pelaku UMKM digital perempuan juga 22% lebih rendah daripada laki-laki.

Melihat hal itu, Deputi Direktur Kebijakan Asia Tenggara Women's World Banking Vitasari Anggraeni mengatakan bahwa digitalisasi UMKM perempuan, termasuk perempuan disabilitas dan perdesaan menjadi prioritas ke depannya untuk terus dikawal.

"Riset Women's World Banking menemukan bahwa perempuan di perdesaan menjadi ujung tombak di mana layanan keuangan dapat diperluas. Dengan kolaborasi multipihak, kita bisa mengeksplorasi lebih lanjut aksi-aksi yang tepat untuk mencapai tercapainya inklusi keuangan," ujarnya.

Acara ini juga dihadiri oleh perwakilan Badan Pusat Statistik, perbankan, perusahaan penyedia jasa keuangan, dan sejumlah yayasan serta lembaga masyarakat.

Sebagai informasi, Satgas Jejaring Advokasi Inklusi Keuangan Digital Perempuan beranggotakan 24 institusi Pemerintah dan penyedia jasa keuangan. Akar satgas ini telah dibentuk sejak tahun 2022 melalui kemitraan Women's World Banking dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Melalui jejaring tersebut, beragam inisiatif telah dilakukan seperti peningkatan literasi keuangan untuk perempuan, lokakarya inklusi disabilitas untuk penyedia jasa keuangan, dan dialog-dialog publik lintas Kementerian.


(prf/ega)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial