Jakarta -
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) jadi pembicara utama di talkshow yang digelar oleh Majelis Pesantren dan Ma'had Dakwah Indonesia (MAPADI) untuk memperingati Hari Santri Nasional di gedung Nusantara V MPR RI. Dalam talk show dengan tema "Menyambung Juang, Merengkuh Masa Depan" ini, HNW membahas tentang semangat juang santri hingga genosida di Gaza.
Selain HNW, hadir pula Dr. KH Samsul Mu'arif (Ketua PWNU DKI Jakarta), Prof. Dr. KH Muhammad Asrorun Ni'am Sholeh (Ketua MUI Bidang Fatwa), KH. Drs. Sofwan Manaf (Wakil Ketua Forum Pesantren Alumni Gontor), KH Dr. Ahmad Kusyairi Suhail (Ketua IKADI). HNW mengungkapkan bahwa hari santri pada mulanya diusulkan tanggal 1 Muharram. Namun, usulan tersebut ia tolak.
"Saat itu, ada utusan yang datang kepada Joko Widodo yang baru saja terpilih sebagai Presiden RI, mengusulkan agar 1 Muharram dijadikan Hari Santri Nasional. Saya menyampaikan bahwa tanggal 1 Muharram adalah hari besar bagi seluruh umat Islam di dunia, lebih tepat apabila tanggal 22 Oktober karena menjadi momentum perjuangan para Kiai dan santri. Tanggal 22 Oktober 1945 tercatat dikeluarkan Resolusi Jihad para ulama," ujar Hidayat dalam keterangan tertulis, Jumat (25/10/2024)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menilik ke belakang, sebelum Resolusi Jihad dikeluarkan, KH Hasyim Asy'ari dan KH Wahab Chasbullah menggelar musyawarah ulama di Surabaya atas pertanyaan Bung Karno dan Panglima Soedirman tentang apa hukumnya berjihad melawan penjajah. Jawaban para ulama tertuang dalam tiga poin Resolusi Jihad yaitu: 1) Hukum melawan penjajah adalah fardhu ain (wajib bagi setiap individu warga negara), 2) Siapapun yang gugur dalam perjuangan melawan penjajah sebagai syahid fi sabilillah, dan 3) Mereka yang membela penjajah adalah kaum munafik.
HNW mengatakan sejak dikeluarkannya Resolusi Jihad itu, terbentuklah Laskar Kiai, Laskar Santri, Laskar Hizbullah dan Sabilillah di berbagai daerah.
"Salah seorang tokoh yang terinspirasi oleh Resolusi Jihad adalah Bung Tomo, yang terkenal dengan pekik kemerdekaan Allahu akbar sebanyak tiga kali, lalu Merdeka! Naskah Resolusi Jihad kemudian dibawa ke Kongres Umat Islam Indonesia di Yogyakarta pada 7 November 1945 dan disetujui. Hingga berkobarlah Perang Surabaya (10 November 1945). Kemudian Muhammadiyah juga mengeluarkan Amanat Jihad pada 28 Mei 1946, semoga komponen bangsa bergerak," papar Hidayat.
Hidayat mengingatkan apa yang harus disambungkan oleh generasi sekarang dengan sejarah para ulama dan pendiri bangsa. Dirinya kemudian menjelaskan kalau perjuangan KH Hasyim secara sadar dan sukarela mengeluarkan Resolusi Jihad, tanpa tekanan dari siapapun. Dalam Mars Hari Santri juga diungkap bait tentang "NKRI harga mati", di situ ada jasa santri karena Negara Kesatuan Republik Indonesia sempat hilang menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS).
Saat itu para pemimpin RI (Presiden dan Wakil Presiden telah ditangkap). Republik Indonesia terancam bubar, tapi tokoh santri Mr. Sjafruddin Prawiranegara mendapat perintah untuk memimpin Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI). Fase berikutnya, pada 3 April 1950, Ketua Fraksi Masyumi Mohammad Natsir mengajukan Mosi Integral yang menuntut pembubaran RIS dan mengembalikan status NKRI.
Menurut Hidayat semangat juang itulah yang harus terus disambungkan, bukan eksklusivisme atau keterbelakangan, tetapi semangat kemajuan, keterbukaan, dan kemandirian. Sejak dulu, para ulama dan pendiri bangsa menunjukkan bahwa kaum santri yang aktif di organisasi masyarakat dan organisasi politik turut berkontribusi.
Sebagai informasi, saat ini jumlah pesantren saat ini sekitar 39.043 lembaga, naik 11.000 dibandingkan tahun 2019. Sejak ditetapkannya UU Pesantren Nomor 18 tahun 2019, perkembangan pesantren cukup pesat.
Dulu, sebelum UU Pesantren ditetapkan, alumni pesantren tidak leluasa untuk melanjutkan studi di luar kajian keagamaan di perguruan tinggi umum. Sekarang, semua alumni pesantren tersebar di berbagai perguruan tinggi umum dan keagamaan.
Saat itu, Inisiator RUU Pesantren adalah fraksi PKB, PPP, dan PKS. Semula hanya fokus ke pesantren tradisional, namun faktanya banyak pesantren modern. Akhirnya, ditetapkan tiga model pesantren, antara lain, salafiyah, mualimin, dan modern.
Dalam revisi RUU Sistem Pendidikan Nasional, pernah diusulkan untuk membonsasi pesantren hanya satu model, tapi berhasil dicegah. Harus diperhatikan bahwa sistem pendidikan perlu dijaga dari upaya untuk memperkecil peran agama.
Berkaitan dengan masa depan pesantren dan peran dalam kemajuan bangsa, Hidayat menekankan urgensi diterapkannya pasal 49 ayat 1 tentang dana abadi pesantren belum dilaksanakan dengan optimal. Dalam APBN tahun 2024, dana abadi bidang pendidikan dialokasikan Rp 25 triliun, itu sudah termasuk pendidikan umum dan agama (Rp 15 triliun).
Persoalannya, berapa dana abadi khusus untuk pendidikan agama yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kinerja Kiai dan Asatidz yang unggul. Hidayat berharap semoga kualitas santri dan alumni juga akan lebih baik, mengingat tanggung jawab pesantren sangat berat untuk masa kini dan masa depan, karena kondisi darurat moral (yang ditengarai oleh KH Ma'ruf Amin), darurat kejahatan seksual (menurut KPAI), dan darurat pinjol menurut PPATK dan Kepolisian.
Di samping itu, kondisi kesehatan masyarakat Indonesia juga masih memprihatinkan karena tingginya gejala stunting di kawasan Asia Tenggara termasuk juara kedua. Lebih lanjut, Hidayat menegaskan kalau mendukung kemerdekaan Palestina juga merupakan bagian dari menyambung semangat juang sesuai dengan amanat UUD 1945.
"Kita harus ingat bahwa salah seorang tokoh dunia Islam adalah Imam Muhammad ibn Idris as-Syafi'I, tokoh besar umat Islam ini lahir di Gaza. Sekarang dunia menyaksikan terjadi genosida di Gaza dan Palestina. Ketua MPR dan Presiden RI yang baru dilantik, Jenderal Prabowo Subianto menegaskan pembelaan Indonesia bagi kemerdekaan Palestina. Kita harus berupaya mewujudkannya sampai titik darah yang penghabisan," tegas Hidayat.
Di sisi lain, Ketua MAPADI KH Ayi Abdul Rosyid menyatakan peringatan hari santri pada 22 Oktober ini merupakan bentuk penghargaan atas pengorbanan ulama dan santri dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Hal ini juga menjadi inspirasi untuk membangun masa depan umat dan bangsa yang lebih baik.
MAPADI sendiri sudah berusia 15 tahun telah membina sekitar 50.000 santri dengan 15.000 sumber daya pengelola dengan fokus program pendidikan karakter dan peningkatan kualitas santri demi menyiapkan generasi terbaik menuju Indonesia Emas 2045.
(ega/ega)