Jakarta -
Mengenakan rompi tahanan berwarna oranye dan tangan terborgol, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto turun dari lantai 2 Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada Kavling 4, Jakarta Selatan (Jaksel). Ia menapaki satu per satu 'tangga keramat' dengan dikawal dua petugas KPK.
Tangga yang menghubungkan antara lobi dengan ruang pemeriksaan di lantai 2 itu ternyata punya cerita tersendiri. Tangga tersebut tak bisa sembarang dilalui orang karena berada di titik zona merah.
Lantai 2 gedung KPK merupakan ruang pemeriksaan. Jumlahnya ada 72 ruang pemeriksaan. Sehingga hanya orang-orang tertentu yang boleh melewati 'tangga keramat' tersebut, seperti saksi, pengacara, dan tersangka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara, penyidik KPK tidak melewati tangga itu untuk menuju lantai 2. Mereka melewati akses lain untuk meminimalisir pertemuan antara penyidik KPK dengan saksi atau tersangka.
Jika seseorang sudah ditetapkan sebagai tersangka, maka penyidik KPK akan membawa tersangka keluar dari ruang pemeriksaan di lantai 2 menuruni 'tangga keramat' itu.
Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto (Foto: Ari Saputra/detikcom)
Tangga tersebut hanya tertutup tembok kaca tembus pandang. Wartawan yang berada di ruangan media center lantai 1 bisa melihat jelas para tahanan berompi oranye yang sedang menapaki 'tangga keramat' tersebut.
Biasanya, para tahanan itu digiring ke mobil tahanan yang sudah terparkir di depan lobi gedung KPK. Tapi bisa juga para tahanan diarahkan ke ruangan konferensi pers untuk ditampilkan di depan awak media.
Salah satu tahanan KPK yang baru saja menapaki 'tangga keramat' itu adalah Hasto Kristiyanto. Ia adalah tersangka kasus suap dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku.
Saat menuruni tangga, ia sempat melambaikan tangan kepada para jurnalis yang merekam momen tersebut. Hasto sendiri langsung digiring ke ruangan konferensi pers untuk ditampilkan sejenak di hadapan para jurnalis.
Keterlibatan Hasto di Kasus Harun Masiku
Kasus yang menjerat Hasto ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 2020. KPK kemudian menetapkan Wahyu Setiawan yang saat itu Komisioner KPU RI, orang kepercayaan Wahyu bernama Agustiani Tio, pihak swasta bernama Saeful, dan Harun Masiku selaku caleg PDIP pada Pileg 2019 sebagai tersangka.
Wahyu, Agustiani, dan Saeful telah menjalani proses hukum hingga divonis bersalah oleh pengadilan. Wahyu dinyatakan bersalah menerima suap sekitar Rp 600 juta agar mengupayakan Harun Masiku menjadi anggota DPR lewat Pergantian Antarwaktu (PAW).
Sementara itu, Harun Masiku masih menjadi buron. Pada akhir 2024, KPK menetapkan Sekjen PDIP Hasto serta pengacara bernama Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka baru.
KPK menduga Hasto berupaya menggagalkan Riezky Aprilia, yang memperoleh suara terbanyak kedua, menjadi anggota DPR lewat jalur PAW setelah Nazarudin Kiemas meninggal dunia. KPK menyebutkan Hasto diduga meminta KPU segera melaksanakan putusan MA berkaitan dengan PAW agar Harun Masiku bisa masuk DPR.
Hasto juga diduga menyuruh Donny melobi Wahyu Setiawan agar menetapkan Harun Masiku sebagai anggota DPR terpilih dari dapil I Sumsel. Donny juga disuruh Hasto mengantar duit suap ke Wahyu. KPK menduga sebagian uang suap ke Wahyu itu berasal dari Hasto.
Selain itu, Hasto diduga berupaya merintangi penyidikan Harun Masiku. Hasto diduga memerintahkan Harun Masiku merendam handphone sebelum kabur. Hasto juga diduga memerintahkan salah satu pegawai merendam ponselnya sebelum diperiksa KPK pada Juni 2024. KPK juga menduga Hasto meminta saksi memberi kesaksian palsu ke KPK.
(isa/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu