Jakarta -
Pemerintahan Prabowo-Gibran membuat gebrakan untuk mengejar target swasembada pangan. Pada pidato perdana sebagai Presiden RI, Prabowo Subianto mencanangkan Indonesia harus swasembada pangan dalam waktu sesingkat-singkatnya. Presiden meyakini Indonesia dapat mencapai swasembada pangan paling lambat 4-5 tahun, bahkan bersiap menjadi lumbung pangan dunia. Dalam perjalanannya, Presiden memajukan target swasembada pangan tersebut dari semula 2029 menjadi 2027.
Swasembada pangan didahului dengan swasembada beras yang dapat dicapai pada akhir 2025 atau paling lambat 2026. Sebagai penunjang swasembada pangan, Presiden mengesahkan Inpres Irigasi, Perpres Neraca Komoditas, Perpres Penyuluh Pertanian, dan Perpres Tata Kelola Pupuk Bersubsidi. Pada waktu yang berdekatan Presiden memerintahkan jajarannya untuk memastikan sepanjang 2025 ini tidak akan melakukan impor terhadap empat komoditas, yaitu beras, jagung, gula konsumsi, dan garam konsumsi. Perintah ini tidaklah mudah dan penuh tantangan.
Reduksi Impor
Tantangan mewujudkan swasembada pangan yakni mencukupi konsumsi dari produksi dalam negeri dan mengatasi impor pangan yang setiap tahun jadi keniscayaan. Terkhusus untuk pangan strategis seperti beras, kedelai, jagung, gula, daging sapi, bawang putih, dan garam. Pada rentang 2015-2024, Indonesia mengimpor kedelai antara 2-2,6 juta ton. Artinya rata-rata setiap tahun 90 persen kebutuhan nasional terhadap kedelai bersumber dari impor. Kemudian jagung, meski terkendali dalam sepuluh tahun terakhir ini, volume impor jagung masih cukup tinggi dengan rentang 500 ribu - 1 juta ton per tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selanjutnya, impor gula pada 2015-2023 dengan rentang 4-6 juta ton per tahun. Impor gula mendapatkan sorotan karena Kejaksaan Agung mengendus telah terjadi penyalahgunaan wewenang. Salah satu pejabat bahkan divonis 4,5 tahun karena menerima suap dari distributor gula. Secara harga memang gula produksi nasional jauh lebih tinggi dari gula impor. Ibaratnya importir membeli satu karung gula impor untuk dijual setara tiga karung di dalam negeri.
Sementara itu, volume impor daging sejenis lembu 2015-2023 mengalami fluktuasi antara 160-238 ribu ton. Impor daging juga diwarnai kontroversi dengan adanya Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Karena pemerintah tidak mengindahkan larangan importasi dari negara yang rentan PMK.
Untuk bawang putih, Indonesia sempat mampu memenuhi kebutuhan nasional. Namun perjanjian perdagangan bebas menjadikan Indonesia sebagai pengimpor bawang putih terbesar di dunia dengan besaran 23,33 persen. Hampir 90-95 persen (kisaran kisar 300-500 ribu ton) kebutuhan nasional bersumber dari impor yang berasal dari China, Eropa, dan Amerika Latin. Hal yang juga membuat miris yakni Indonesia terpaksa mengimpor garam. Padahal sebagai negara dengan garis pantai terpanjang di dunia setelah Kanada, semestinya dalam urusan memproduksi garam kita ahlinya. Tetapi, pada rentang 2015-2024 rata-rata impor garam berkisar 2-2,8 juta ton.
Berdasarkan data BPS, dalam sepuluh tahun terakhir Indonesia tercatat mengimpor beras 300 ribu ton sampai 4 juta ton per tahun. Pada 2023-2024 menjadi periode impor beras terbesar yang dilakukan pemerintah dalam 25 tahun terakhir sejak 1998. Sementara itu, dalam waktu satu dasawarsa Indonesia mengukuhkan sebagai negara importir gandum terbesar di dunia. Eskalasi impor biji gandum dan meslin antara 7,7 juta ton sampai 11 juta ton.
Artinya hampir sebagian besar kebutuhan pangan strategis nasional bersumber dari impor. Kondisi kian mengkhawatirkan ketika pilihan pangan yang terjangkau selain beras, jagung, dan kedelai, tertumpu pada gandum, yang 100 persen berasal dari luar negeri. Fenomena ini harus diakui bahwa penganekaragaman pangan belum berhasil.
Selain itu ketidakstabilan harga pangan juga harus diperhatikan serius. Kasus harga minyak goreng yang melambung pada 2022 tidak boleh dilupakan. Selanjutnya kasus 2023, petani padi yang sedang menikmati harga gabah dengan layak seketika pupus dengan keputusan impor beras. Oleh karena itu, pemerintah mesti terukur dalam membuat kebijakan yang bisa mereduksi impor pangan.
Perhatian Khusus
Sebagai langkah cepat, Presiden Prabowo melakukan penyesuaian kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah/beras dan jagung pakan dalam Rapat Terbatas di Istana Negara, Jakarta pada Senin (30/12/2024). Kebijakan ini sebagai dasar Perum Bulog menyerap hasil produksi petani. Adapun penyesuaian HPP GKP dari Rp 6.000 per kg menjadi Rp 6.500 per kg. Kemudian HPP Jagung Pakan dari Rp 5.000 per kg jadi Rp 5.500 per kg. Penyesuaian harga tersebut tertuang dalam Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional RI Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan atas HPP dan Rafaksi Harga Gabah dan Beras yang ditandatangani pada 12 Januari 2025.
Namun keputusan menuai kritik banyak pihak, karena masih terdapat ketentuan yang memungkinkan besaran HPP tidak sama dan bergantung dengan kondisi. Regulasi masih mengandung syarat rafaksi atau penyesuaian harga yang diberikan tergantung pada kualitas. Berdasarkan itu, Keputusan Kepala Bapanas RI 2/2025 disempurnakan menjadi Keputusan Bapanas RI 14/2025 yang ditetapkan pada 24 Januari 2025 dan Keputusan Bapanas RI 16/2025 yang diteken pada 31 Januari 2025. Artinya HPP satu harga berlaku secara nasional tanpa ada rafaksi.
Presiden Prabowo juga memerintahkan Bulog untuk menyerap hasil panen petani antara lain gabah/beras dan jagung pakan. Pemerintah telah menetapkan target kepada Bulog untuk menyerap 3 juta ton setara beras sepanjang 2025, atau bisa lebih cepat saat musim panen raya sampai April 2025. Sementara pengadaan jagung pakan dialokasikan sebesar 1-2 juta ton. Bulog mendapat total anggaran Rp 39 triliun untuk menyukseskan target tersebut.
Pemerintah meyakini produksi pangan terkhusus beras dalam negeri, dapat mencukupi kebutuhan. Hal ini dibuktikan dengan target produksi pangan 2025 yang disampaikan Kementerian Pertanian. Beberapa komoditas pangan strategis, antara lain beras bisa mencapai 32,83 juta ton (perkiraan kebutuhan nasional sebesar 30,97 juta ton), jagung 16,7 juta ton (perkiraan kebutuhan nasional sebesar 13 juta ton), dan gula 2,6 juta ton (ditambah stok awal tahun 1,4 juta ton, dapat mencukupi perkiraan kebutuhan nasional 2,8 juta ton). Sementara untuk garam, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menargetkan produksi 2025 sekitar 2,25 juta ton (63 persen dari total kebutuhan).
Kawal Bersama
Keseriusan untuk mengawal swasembada pangan ditunjukkan Presiden Prabowo saat di luar agenda resmi menghadiri telekonferensi bersama petani, penyuluh pertanian, kepala dinas, serta penggilingan di Kementerian Pertanian (3/2). Dalam pertemuan virtual yang dihadiri sekitar 4 ribu peserta tersebut, Presiden Prabowo menegaskan komitmen pemerintah dalam mencapai swasembada pangan, yang dimulai dengan swasembada beras. Presiden juga memastikan penggilingan harus menyerap gabah petani minimal seharga Rp 6.500 per kg. Jika tidak, pemerintah akan mengambil alih penggilingan yang tidak mematuhi ketentuan.
Kemauan politik kepala negara ini harus dikawal secara bersama. Terkhusus dalam mencapai serapan gabah saat masa panen raya hingga April 2025 ini. Seluruh elemen mesti memastikan tidak terjadi moral hazard di lapangan, melakukan monitoring rutin, dan menegakkan hukum secara tepat. Sehingga petani lebih terjamin, Bulog beserta mitra mampu mencapai target, dan konsumen mendapatkan harga yang terjangkau.
Selagi pengawalan teknis dilakukan, pemerintah juga penting mengurai berbagai polemik terkait swasembada pangan. Semisal wacana pencadangan hutan untuk pangan, energi, dan air seluas 20 juta ha, serta Perpres 5/2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan. Kemudian evaluasi terhadap lumbung pangan atau food estate. Juga perihal rencana perubahan UU Pangan dan UU Kehutanan yang menjadi Prolegnas Prioritas 2025. Tentu dengan mengajak antar pihak terlibat, terkhusus petani. Sehingga swasembada pangan menjadi kerja dan capaian bersama.
Angga Hermanda Sekretaris Lembaga Kajian Agraria dan Pangan Damar Leuit
(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu